Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kecewa pada Kompasianival 2022, Kebuntuan Menulis dan Introspeksi Diri

5 Desember 2022   13:33 Diperbarui: 5 Desember 2022   13:35 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini aku bahkan hanya bengong,bingung dan  tidak menyentuh tuts untuk menulis. Aku lupa bahwa aku harus menghadiri Kompasianival dan lupa sebagai seorang yang terpanggil dalam dunia tulis menulis bahwa saya pernah aktif menulis. Kenapa? Ada apa dengan saya? sudah lupakah moto menulis, menulis dan menulis?

Gara Gara Isoman Gagal Ikut Kompasianival

Lupakah yang dikatakan Pepih Nugraha, Kutowijoyo Pramoedya Ananta Toer? Tidak! Masih ingat, kenapa tidak menulis? Hanya karena isoman, terjangkit lagi virus Covid yang ternyata masih merajalela. Mungkin itu salah satu alasan kamu tidak menghadiri Kompasianival? Ya jujur, isoman membuat aku harus di rumah sampai dinyatakan negatif. Tapi mengapa kamu tidak punya gairah menulis?

Karena aku susah menulis dalam keadaan pusing dan sakit? Hanya itu alasannya. Masih banyak termasuk rasa kecewa pada diri sendiri dan keadaan. Rasa kecewa muncul karena sebetulnya saya sudah merencanakan jauh hari untuk bertemu dengan kompasianer hebat, ada beberapa rencana lain yang tersusun, namun, ketika aku datang ke klinik dan dalam pemeriksaan antigen ada berita kurang bagus karena aku posifif Covid 19 untuk keduakalinya. Kok bisa? Bisa saja, karena saat imunmu turun sementara di keluarga juga ada yang sakit batuk dan flue cukup lama bisa jadi ada indikator tertular virus. Apalagi di Jakarta virus itu juga tengah meningkat.

Lelah, capek, imun turun, virus gampang mampir dan akhirnya datang lagi tamu yang tidak diundang tadi. Aku mesti tinggal di rumah, tidak lagi bisa pecicilan di luar, istirahat cukup, tidak banyak pikiran fokus. Karena kemarin ketika malas menulis itu sedikit menulis saja kepala sudah puyeng jadi tidak jadi menulis daripada hasilnya berantakan.

Sekarang dengan terbata-bata mencoba bangkit menulis lagi, menyusun dengan kata-kata yang susah dikatakan indah seperti halnya tulisan anda para Kompasianer yang mempunyai semangat luar biasa bertahan menulis dan mengabarkan apa saja tentang lingkungan sekitar anda dan spirit yang ingin dibangun untuk pembaca yang hobi menulis dan membaca.

Saya terkadang gagap menerima perubahan, gagap dan linglung mengabarkan apa saja dilingkungan sekitar. Padahal peristiwa kecilpun bisa menjadi besar jika ditulis oleh penulis yang peka terhadap fenomena. Penulis itu adalah barisan orang-orang yang peka, yang kreatif memanfaatkan kemampuannya untuk kebaikan semesta.

Bukan sekedar cuan yang dikejar(meskipun cuan tetap prioritas juga hehehe). Penulis jempolan itu yang bisa menangkap fenomena sosial, yang bisa mengangkat hal biasa menjadi luar biasa. Mereka tertib dalam menyimpan memori dan akan bermanfaat jika suatu saat memori itu diperlukan untuk mengangkat tema yang pas untuk dibagikan kepada sidang pembaca.

Boleh saja mereka disebut blogger, influencer, Youtuber, dan julukan lainnya yang hampir sepadan. Intinya mereka itu adalah orang yang memberi informasi, orang yang bisa mengolah narasi yang sebetulnya biasa-biasa saja menjadi luar biasa.

Apa yang ditulis Gunawan Muhammad, Mohammad Sobari, Ahmad Tohari, romo Mangunwijaya, Kuntowijoyo, Seno Gumira Ajidarma dan barisan penulis lainnya yang bisa dengan sabar mengolah emosi dan kemudian diredam lalu diolah menjadi narasi dahsyat dalam kata-kata indah yang datang dari novel mereka, opini mereka, kolom mereka.

Kata-kata mereka akan selalu abadi merasuk dalam jalinan darah pembaca yang bersemangat menyantap hidangan tulisan mereka yang bernas. Aku hanya ingin mengingat bahwa ada rasa kecewa ketika rencana yang sudah disusun itu sudah di depan mata ternyata harus buyar karena situasi kondisi yang muncul datang tiba-tiba, bukan direncanakan, tapi musibah. Sakit itu tidak direncanakan apalagi sakit itu muncul saat tubuh memang tengah lengah.

Sukses saja untuk kalian yang sudah merenda kenangan di even Kompasiana yang memang sudah jauh hari kudamba, namun mungkin aku belum seberuntung kalian yang bisa menghadiri sekaligus bisa temu kangen serta bahkan menggondol penghargaan yang merupakan pencapaian puncak dari blogger, netizen, tukang nulis. Bila tulisan kita dihargai karena kerja keras dalam mencari informasi, harus datang dan mencari referensi untuk menambah bobot tulisan dan akhirnya tulisan itu bisa menghantar kalian meraih impian yang lama kalian damba itu sebuah kebahagiaan tiada terperi.

Mari tetap menulis, mari tetap bersemangat merangkai kata, kalian berlari, aku terus melangkah, kalian terus mencari celah barangkali dari kegesitan menulis akan memberikan banyak jalan menuju hal yang dicita-citakan selama itu. Sah-sah juga bagi yang hanya ingin bersenang-senang, hanya ingin melampiaskan gundah, hanya ingin memberikan terapi bagi jiwa yang kesepian.

Penulis dan Takdir Tulisan

Semua penulis mempunyai takdirnya sendiri, suatu saat siapapun yang tekun dan pantang menyerah akan menemukan dirinya sendiri. Menemukan yang selama ini diidam-idamkan hampir semua penulis. Penghargaan, pengakuan, jalan yang meyakinkan bahwa yang selama ini ditekuni dilewati dengan bercampur rasa, ada sedih, kecewa, marah, kesal, capek, cemburu, akhirnya membuahkan hasil.

Yang masih kecewa  dan tengah mempertimbangkan untuk berhenti menulis. Stop! Tidak perlu cengeng karena hari ini belum mendapatkan apa yang kamu mau masih perjalanan yang bisa ditempuh, masih banyak hal yang bisa dipecahkan. Suatu saat lewat buah-buah kesabaran, usaha itu akan membawa hasil. Orang akan melihat ketekunanmu, bukan membahas keluhan-keluhanmu. Kalau masalah mengeluh akupun pernah dan sampai saat ini tanpa kalian ketahuan dibalik kata-kata yang tertulis di sidang pembaca, ada rasa kecewa mendalam. 

Tetapi apakah dengan mengeluh akan memperbaiki keadaan. Tidak, yang ada hanya merunyamkan hati dan membuat semangat mengendor, dan akhirnya lama-lama meninggalkan kebiasaan yang sudah ditekuni lama. Oke Mari tetap dengarkan bisikan hati nurani, apapun dalam kebimbangan, dan kekecewaan nurani akan membisiki kalian nilai nilai kehidupan yang baik, bukan suara-suara iblis yang hanya akan menjerumuskanmu meskipun tawaran itu tampaknya menjanjikan, namun terkadang hanya kamuflase.

Kebuntuan menulis, itu hanya sebentuk kemalasan, karena belum saja mendorong niatmu untuk mengikuti irama jarimu, sekali jarimu bergerak apapun harus diwujudkan. Karena  tidak perlu lagi menuruti kemalasan hanya karena alasan yang dibuat-buat. Baiklah mari bangun dan bangkit lagi. Menulis itu repetisi yang menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun