Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Butir- Butir Kerinduan (2)

8 Mei 2022   09:06 Diperbarui: 8 Mei 2022   09:07 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tentang desa (oleh Joko Dwiatmoko)

Menurutku kota di mana-mana sama saja, hanyalah sebuah persinggahan. Hanya menyisakan rindu yang semakin menyesaki dada. Betapa dahsyatnya udara desa yang telah meresap dalam dalam senarai serabut paru-paru. Ketika lama tidak pulang kampung ada getar-getar haru menyesak hingga terasa pengab dada ini.

Sepanjang hari melihat kegaduhan, rumah-rumah berhimpitan dan masalah masalah hidup yang terus beruntun datang. Kadang senang, kadang susah, kadang pengin marah, kadang malah tersenyum sendiri saat melamun. Bagaimanapun tanah kelahiran tetaplah ibu sejati, darah yang tertumpah sejak menatap langit adalah aura pedesaan yang menyegarkan.

Manusia setangguh-tangguhnya, tetap saja baper jika ditanya tentang kampung halaman, apalagi kampung halaman itu menyimpan kenangan kasih, cinta dan nostalgia yang susah terhapus. Sesukses apapun di tanah rantau tetap saja ada rindu mengusik untuk menyesap udara tanah kelahiran. Semakin menolak kenyataan semakin termimpi-mimpi cerita itu datang dalam semesta alam bawah sadar, semakin menolak rindu semakin besar rasa kangen yang tak terkatakan.

Aku ingat kisah Mas Jum, yang nama lengkapnya Sarjum. Ia hanya sempat lulus SD, pernah selama sebulan belajar di SMP tetapi kemudian memutuskan mundur dan realistis karena ia lebih senang duduk atau bekerja membantu bapaknya di sawah. Aku sebetulnya tidak terlalu akrab dengannyanya tapi suatu ketika ia pernah curhat dan kudengar saja ceritanya sambil menyeruput teh panas di warung Mbok Wiro.

Umur 16 tahun Sarjum memutuskan merantau ke kota, hanya berbekal ijasah SD.

"Susah, Ndes*) hidup di desa hanya bermodalkan dua petak sawah."

"Tapi menurutku sih meskipun hidup pas-pasan masih bisa makan dari hasil bumi, coba kalau di kota, kalau tidak kerja lapar yang benar-benar tidak berkutik, jadi harus obah, harus kerja apapun pekerjaannya."

"Makanya Ndes, aku sih percaya saja nanti aku bisa kerja apa saja di kota, apalagi kamu tahu, tampangku lebih dekat jadi orang kota. Wis Ngganteng tur lumayar tinggi. Siapa tahu ada cewek kaya mau melamarku."

"Jiangkrik, Nggedabrus pede amat kamu, nanti dientup tawon kalau sombong begitu."

"Bahkan tawon saja segan padaku Ndes."

"Baujinguk. Sak karebmu arep nggambleh, memang sih tak akui kamu ngganteng, tapi kerja di kota tidak cuma modal ngganteng. Ini juga perlu(kataku sambil nunjuk jidat)."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun