Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ujian Itu Bernama Kompasiana

18 Agustus 2021   17:30 Diperbarui: 18 Agustus 2021   17:49 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenang Kompasiana dan Kumpul Kumpul Kompasianer (dokpri )

Kesabaran menjadi sebuah modal untuk bertahan ditengah gempuran dari materi materi kekinian yang membuat penulis harus geleng- geleng kepala." La Njuk piye aku, la wong belum pernah bercinta segitiga kok ditawari menulis artikel pilihan yang bercerita tentang kisah percintaan. "

Memangnya saya Don Juan, playboy cap tikus yang gampang milih cewek seperti milih kacang goreng. Dulu saja nembak cewek banyak ditolaknya malah disuruh nulis bagaimana rasanya cinta segitiga. Hahaha...

Penulis sekarang itu harus sigap apapun temanya harus dilalap, meskipun harus susah payah mencoba mencari tahu, dengan cara mengarang, berimajinasi yang penting menulis, masalah ceritanya berbohong atau sebenarnya kisah itu milik orang lain... masa bodoh, yang penting jadi tulisan. 

Kalau saya harus dipaksa menulis manga, njuk piye wong membaca cerita manga saja jarang, disuruh menulis materi yang kata mas Steven yang sedang berkibar di Kompasiana itu gurih buat mendapatkan reward. Juli bulan lalu saya menulis sekitar 30 artikel. Ada yang keterbacaan sampai 100 lebih, tetapi banyak yang dibawah 100, masuk headline satu kali dan ada yang pernah nongol di kolom terpopuler. 

Kira kira mencoba menunggu apakah dapat reward, wooo ternyata zonk. Tapi tidak apalah, ya sudah belum rezeki. Ada hikmah dibalik kegagalan itu, ternyata yang tua harus lebih peka menangkap arus zaman. Harus tahu bagaimana bisa menarik pembaca sebanyak banyaknya. Salah satu caranya ya harus bermodal jari untuk mempromosikan tulisan di media sosial. 

Waduh capek mas bro, khan saya menulis itu bukan untuk mencari uang, hanya selingan diantara kesibukan mencari receh untuk keluarga.

Kompasiana memberi wadah, memberi kesempatan menayangkan tulisan. Mekanisme pasar bekerja, siapa yang bisa memasarkan dan mempromosikan gencar maka ia akan memanennya. Mas Steven bermodal jari dan mata yang harus berdarah- darah untuk mendekat pada para pemegang kekuasaan, mereka para milenial yang haus hiburan komik, film, game.

Ingat ilmu marketing. Mereka para pelaku marketing harus tahu selera pasar.Kebetulan pasar sekarang itu spoiler, manga, kartun, game online, lalu isu politik ? wah terus terang masyarakat lagi mblenger dengan kelakukan politisi yang membobardir masyarakat yang tengah resah karena pandemi dengan baliho baliho besar. 

Kata politisi, Ini lho saya, sebentar lagi mau pemilihan presiden, pilih saya, yang mukanya glowing, yang keturunan pejabat, yang jelas priyayi. Nih aku grapyak semanak dengan berbagai kampanye tentang keelokan diri, percaya pada mereka, la embuh!!!.

Kompasiana Tempat Menempa Diri

Kalau pintar memanfaatkan Kompasiana nyatanya banyak penulis lama yang malang melintang merajai lomba -lomba menulis. Kompasiana itu tempat menempa diri, selanjutnya untuk mencari jati diri ya harus membuka mata seluas- luasnya untuk ikut menyumbang tulisan, berkompetisi literasi dan kalau perlu menjadi pemrakarsa bagi kampanye literasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun