Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Beda Sudut Pandang

17 Juli 2021   07:41 Diperbarui: 17 Juli 2021   07:43 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa ada banyak sisi yang beda denganmu, dalam banyak hal pun dalam kriteria di mana kita bicara kualitas dan kriteria terbaik. Apa yang terpikir olehmu ternyata teramat sering tidak bersentuhan. Aku duduk di sini dan kau duduk di sebelah sana.

 Terkadang aku berharap karya ini terbaik menurutku tetapi kamu punya pandangan lain, karya ini tidak cukup memberikan dampak bagi orang lain bahkan terasa absurd. Lalu ketika aku kerahkan seluruh pemikiranku, memberikan seluruh energi kau masih tidak mempedulikan juga. Kadang aku merasa kamu keterlaluan. Sudah berapa bulan kita bersimpang pola pikir, sampai kapan kamu mengabaikan upaya yang aku kerjakan sepenuh jiwa kalau ujung- ujungnya hanya menguap dengan pencapaian yang membuat aku semakin merasa bosan dan merasa tersisihkan.

Mungkin akibat beda pandang, apapun yang kutulis tetap hanya sebagai sebuah karya biasa yang tidak mungkin merangsek naik kecuali atas kehendak yang Kuasa. Ah betapa melankolisnya aku, betapa cengengnya hanya karena tantangan yang tidak seberapa dibandingkan Pramoedya Ananta Toer yang bahkan dicueki oleh orde baru selama puluhan tahun.

Kalau kamu ingin berkarya- berkaryalah, toh satu atau dua pembaca yang mengapresiasi dengan sepenuh hati dan membacanya tuntas jauh lebih baik dari pada banyak hanya rasa kasihan dan sekilas pandang. Jika beda pandang sepenuhnya itu hakmu, tidak bisa aku memaksa mengiba- iba untuk memberikan nilai dan hadiah yang bagimu hanya sebuah keterpaksaan.

Mungkin sepanjang aku menyusur lorong rumah besar ini, ada memori indah yang pernah kurasakan, ketika aku merasa dihargai sebagai seorang pekerja dan bagian dari rumah besar yang menjadi salah satu pilar rumah yang akan hidup dan terasa nyaman karena penghuninya saling menyapa dan memberi semangat.

Mungkin salahku pula, tidak bisa merasakan derap langkah kakimu hingga, saat ini aku merasa tertatih- tatih bahkan terbirit - birit oleh lompatan pemikiranmu. Jagadmu semakin luas dan jagadku masih dalam keramba bahkan  tertahan batok kelapa. Kadang aku ingin melompat tapi terhalang dan karena itu aku masih berjuang mengumpulkan tenaga untuk melawan dan berusaha melompati halangan untuk mendapatkan jagad besar lagi.

Sementara sudut pandang kita semakin jauh, kau melihat bintang kejora yang besar yang bersinar sementara aku hanyalah kerlip kecil bintang yang jaraknya ribuan bahkan jutaan kilometer dari bintang kejora yang tampak dari mata telanjangmu. Aku harus mengejar ketertinggalan sementara sebarisan penghuni rumahmu dengan bahagia berpesta dalam puncak kesuksesan, bahagia karena bisa menikmati berbagai fasilitas yang disediakan dan mampu  dilahap dengan kecemerlangan otak dan kepintaran mencari peluang tema yang kamu tawarkan.

Tetapi apapun aku tidak akan menyerah, meskipun kerlip bintangku kecil aku masih bisa memberikan sebuah solusi dan juga motivasi bagi mereka yang mengerti bahwa karyaku tidaklah buruk- buruk amat. Aku masih bisa tersenyum, paling tidak aku masih berada di barisan tengah karena ada centang biru yang menghiasi profilku. Aku ingin membuktikan bahwa centang biru itu tidak sekedar hiburan tapi karena memang layak buatku.

Aku tahu kadang aku tidak konsisten, sesekali menghilang lalu datang lagi, sesekali meredup tapi bangun lagi. Kau tahu apa sebabnya. Terkadang aku punya keinginan untuk membuat sesuatu yang monumental sebuah cerita yang panjang, sepanjang- panjangnya sehingga aku perlu membuat karya yang dipajang di media yang pas untuk menampung karyaku. Saat itu konsentrasiku tentu pada karya yang panjang sampai selesai dan tamat. Dan saat itu konsentrasiku sedikit terpecah dan tidak maksimal memberi karya di rumah besar ini.

Oke itu saja semoga menjadi permenungan, bukan karena cengeng  dan melankolis, terkadang aku harus menampilkan sisi dramatisnya dari kisah manusia. Contohnya aku. Ada semacam rasa kecewa, galau, hilang kepercayaan diri, tapi seiring dengan perjalanan waktu untuk apa aku cengeng, masih lebih banyak yang menderita dibandingkan aku. Masih banyak yang tidak seberuntung diri ini. Berjuang berdarah- darah tapi masih saja dicueki. Ini mungkin semacam ujian kesabaran, ujian mental yang baik untuk bisa menjemput kesuksesan di masa yang akan datang.

Semoga beda sudut pandang kita segera berakhir dan akhirnya kita happy menemukan cinta sejati, di mana kita bisa saling nge klik. Aku tahu maumu kau tahu yang harus dilakukan terhadap karya- karyaku. Amin suatu saat nanti. Salam damai selalu.

Rumah Jonggol, 17 Juli 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun