Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kasus Perusakan Makam, Anak- Anak yang Salah Menerima Pembelajaran dari Guru

23 Juni 2021   10:04 Diperbarui: 23 Juni 2021   11:59 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming sedang mengecek makam yang dirusak anak-anak (surakarta.suara.com)

Baru - baru ini Solo heboh oleh ulah anak- anak yang merusak sebuah makam. Tepatnya di makam  Cemoro Kembar, Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo 16 Juni 2021. Sekitar 12 makam dirusak oleh mereka, anak-anak dari sebuah sekolah yang keberadaannya tidak resmi, belum mendapat ijin dari pemerintah setempat.

Pondasi Rapuh Pendidikan Dasar Melahirkan Anak - anak Bertindak Anarkis

Tampaknya pembelajaran diarahkan guru atau pengasuhnya untuk melakukan perbuatan intoleransi, membenci agama lain dan mengajarkan radikalisme sejak dari anak- anak. Pengajaran yang membuat anak - anak yang polos menjadi beringas menganggap bahwa keyakinan lain atau ajaran lain itu patut diperangi.

Bagaimana sekolah bisa mengajarkan kebencian, mengajarkan bibit radikalisme dan terorisme. Jika pendidikan sudah dari awalnya seperti yang dicontohkan dalam peristiwa di atas, bagaimana masa depan mereka. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming  geram mendengar berita ini dan dengan tegas mengusut tuntas siapa pengasuhnya yang tega memberikan pengajaran sesat tersebut.Kalau perlu ditutup dan ditindak pengasuhnya.

Indonesia menghadapi masalah pendidikan serius. Banyak guru yang terindikasi terkena pengaruh oleh ajaran yang mengarah ke fanatisme sempit, radikal. Mereka mencekoki muridnya dengan pengajaran dari aliran garis keras sehingga pembelajaran terlalu mengarah pada pendidikan agama dan doktrin- doktrinnya yang tidak memberi keseimbangan pada kemajuan pola berpikir, keluasan dan kreatifitas menciptakan teknologi baru, kemampuan bersaing untuk menciptakan peluang pekerjaan.

Banyak guru  jarang memberikan pembekalan pembelajaran mandiri yang mendorong siswa mampu berpikir, bertindak dan sadar belajar tekun untuk dirinya sendiri dan masa depannya. Siswa lebih sering dijejali oleh ajaran fanatisme sehingga ketika besar mereka tidak bisa bergaul secara luas karena dibatasi oleh ajaran - ajaran yang mengajarkan kebencian pada mereka yang berbeda keyakinan berbeda iman. Bahkan condong untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada aksi fanatisme sempit dan intoleran.

Melihat perkembangan media sosial sekarang ini, banyak komentator yang telah disusupi ajaran salah tentang interaksi  antar agama. Banyak komentator dan netizen yang selalu memberikan sudut pandang salah tentang sebuah hubungan yang penuh kedamaian antar agama. Hujat, caci maki, kata- kata kasar muncul saat diskusi atau saling memberi komentar. Ini memperlihatkan betapa pendidikan dasar sering salah meletakkan dasar dasar pendidikan pada siswa hingga melahirkan orang- orang yang cenderung berpikir sempit. 

Politisasi agama menguat seiring dengan banyaknya pemuka agama yang beraktifitas sebagai politisi. Campuraduk kepentingan politik membuat banyak ceramah tercemar oleh provokasi politik. Persaingan antar partai melahirkan   orang - orang yang mabuk politik dan juga mabuk agama.

Penulis senang membaca tulisan dari mereka yang berwawasan luas seperti ELizeri Bandaro, Karto Bugel, dan beberapa deretan penulis yang secara terbuka mengakui kekurangan dan kelebihannya.

Kalau saja banyak masyarakat membaca tulisan dari tulisan Elizeri Bandaro (Babo), akan terbuka pengetahuannya tentang beragamnya kebudayaan, betapa kayanya Indonesia, betapa banyaknya kyai- kyai sederhana yang berada di pesantren biasa di pelosok daerah yang mengajarkan humanisme, kesederhanaan berpikir, mengajarkan bagaimana memahami agama, tetap dalam koridor adat ketimuran yang diwariskan bangsa ini untuk menyadari bahwa Indonesia selalu menghargai relasi dengan alam semesta, menghargai sesama manusia, bersikap damai dan tetap bekerja sama meskipun berbeda keyakinan.

Banyak orang- orang yang sebetulnya masih peduli oleh persatuan dan kesatuan, mereka terus membangun kerukunan dengan caranya sendiri, tidak mabuk oleh ajaran - ajaran murni dari luar, menyaring dan menyesuaikan dengan budaya setempat. Akar tradisi bangsa ini bukan berarti menyembah berhala percaya pada klenik. Ada nilai - nilai filosofi yang membuat orang- orang zaman dahulu mengajarkan agama dengan cara- cara damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun