Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dalam Terkaman Rindu

20 Juni 2021   18:03 Diperbarui: 20 Juni 2021   18:05 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen. Drawing by Joko Dwiatmoko

Aku rindu saat ketika khayalanku mengalir deras di sebuah bubuhan cerita pendek. Benar benar kangen ketika bisa terbang dan memberi bumbu cerita yang kadang over dosis. Ya, namanya sebuah khayalan apapun bisa dibayangkan sejauh tidak membuat diri menjadi gila.

Kalau hanya sebatas khayalan tidak ada yang tidak mungkin. Itu semua karena aku merasa menjadi penulis yang membebaskan pikiran dari tekanan, yang bebas menuangkan kata kapanpun. Dan apapun khayalanku mau menjadi konglomerat, manusia bersayap dan lelaki masa bodo terkabulkan. 

Kekurangan diriku waktu itu hanyalah rasa sepi perih ketika tidak ada teman dan karib yang menemani malam- malam jahanam ketika gelora cinta dan nafsu asmara tidak terlampiaskan sempurna. Mungkin hanya bantal dan guling yang menemani dan menjadi sasaran bara asmara tidak terkatakan. Dan sepi memagut itu terbungkus menjadi ruang ide yang dahsyat bagi kemampuanku menulis puisi.

Aku seperti menyentuh tombol putaran waktu, masuk dalam lorong panjang, pelan dan pasti muncul bertumbuh sayap dari sisi kiri dan kanan punggung. Pada sebuah jalan menanjak tiba tiba aku merasa ringan hingga sayapku bergerak dari lambat menuju kecepatan maksimal hingga akhirnya bisa menyusur lembah - lembah seperti halnya burung elang yang sedang mencari mangsa.

Dari jauh di angkasa di bawah sekumpulan awan aku mengitari pandangan kalau saja melihat bidadari tengah mandi di sebuah telaga, bebas berenang tanpa selembar benangpun menutup kulitnya yang mengkilat terguyur air. Wajah yang memancarkan keanggunan serta mendedahkan cinta di setiap jengkal kulitnya. Aku terbang mendekat dan kemudian berenang bersamanya, menyusuri bebatuan di bawah air bening yang bisa tembus pandang sampai dasar telaga.

Tidak perlu kata untuk bahagia, cukup mendekap erat kulitnya yang mulus, bagai pualam, sedangkan aroma rambutnya yang panjang seperti memancarkan aroma terapi yang mampu membuat jiwa ini masuk dalam alam meditatif. Dan rangkulanku semakin erat, sehingga dua tubuh seperti melebur menjadi satu, terbang melayang menuju taman bunga cinta.

Sang Bidadari yang menyelam di kedalaman kalbu telah menyesap seluruh tenaga, namun seperti muncul tenaga baru berlipat dari persenyawaan antara tubuhnya dan tubuhku. Dari alunan musik yang menghentak sampai pelan mendayu, dari rasa yang terbang jauh menembus awan sampai menyusup di relung karang lautan yang amat dalam. Dalam kebiruan langit sampai ungu birunya buih buih air lautan dari samudra luas.

Sampai mana kepak sayapku terbang, sejauh mana kakiku melangkah dalam alam khayaliku?Oh ternyata itu hanya khayalanku sesaat terdiam dalam tamparan kepedihan. Orang - orang terdekatku sudah terbang dan berjalan menjauh. Mereka tidak kembali lagi dalam hamparan waktu tak terhingga, sudah mapan dikehidupan abadinya, sedangkan aku masih tertatih - tatih merasakan nestapa dari tamparan demi tamparan kata, demi sindiran dan cibiran yang tidak bertepi.

Aku tengah berenang dalam onak kata dari orang- orang yang tidak senang sesamanya bahagia, yang selalu berusaha menahan kebahagiaan agar ia merasa tenang dalam khayalannya untuk memeluk surga bersama bidadari - bidadari yang didaraskan ulang oleh sang penceramahnya yang membuat ia mabuk dalam kebingungan akan keimanannya yang centang perenang.

Tahukah kawan, ruang rindu yang lenyap sementara waktu ini adalah ketika muncul orang - orang yang tersenyum, selalu menyapa meski dalam derap iman yang berbeda. Mereka adalah orang -- orang yang tidak pernah mabuk oleh sebuah khotbah dari penceramah yang ingin mendapatkan nama. Para pengkotbah  mabuk pujian, yang akan semakin meledak- ledak ketika ada tepukan sesaat. Ia memberikan testimoni menyimpang dari inti ajaran yang sebenarnya bermakna luas multitafsir.

Banyak yang akhirnya hanya meyakini tafsir- tafsir menurut bahasa egonya sendiri, yang memaksakan kehendak demi sebuah kemapanan nisbi. Apa ia ingin disebut nabi demi tercatat dalam naskah sejarah yang akan menggoreskan namanya abadi sepanjang masa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun