Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Negara Paling Religius, Intoleransi Sebuah Paradoks

20 April 2021   13:11 Diperbarui: 20 April 2021   13:27 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

 Indonesia memang tengah subur- suburnya kesadaran beragama. Bahkan pekerjaan apapun, sesibuk apapun manusia harus selalu menyediakan waktu rutin untuk berdialog dengan Tuhan. Berbeda dengan belahan benua lain terutama di Eropa yang tempat ibadahnya semakin sepi oleh kunjungan orang. Entah karena ilmu pengetahuan dan modernitas yang membuat manusia tidak lagi memprioritaskan kehidupan beragama, atau karena manusia lebih mengandalkan logika, dan meminggirkan spiritualitas yang mulai jarang dilakukan manusia modern.

Paradoks Pemeringkatan Negara Tereligius dan Suburnya Intoleransi

Menurut survey The Global God Devide tingkat kereligiusan negara dipengaruhi oleh ekonomi, tingkat pendidikan dan usia. Pada survey ini Indonesia menempati urutan pertama negara paling religus di dunia.Sebanyak 96% responden menganggap  keimanan seiringan dengan moral.Rata rata sekitar 98 % responden menganggap agama amat penting di hidup mereka. 

Faktor ekonomi dominan mempengaruhi religiusitas seseorang, semakin ekonominya kurang semakin tinggi tingkat religiusitasnya, semakin kaya semakin berkurang kepercayaanya pada ibadat dan kekhusukannya dalam menjalankan ajaran agama.

Namun di sisi lain Indonesia juga cukup terkenal dengan suburnya intoleransi. Indonesia menempati rangking 123 dengan skor -1.69sebagai sebagai negara toleran( berdasarkan catatan dari . 

Posisi pertama negara paling toleran diduduki oleh Kanada. Mengapa sebagai negara paling religius tidak linear dengan survey bahwa ternyata peringkat Indonesia dinilai tidak cukup bagus dalam hal intoleransi. Seharusnya semakin religius semakin toleran juga. Legatum Intitute's prosperity Index (dicuplik dari artikel https://www.liputan6.com/citizen6/read/2685341/indonesia-negara-paling-religius-di-dunia-tapi-kenapa-intoleran )

Manusia modern seperti mempunyai tuhan baru berupa ilmu pengetahuan dan perangkat digital. Spiritualitas lebih ditonjolkan dengan interaksi antar manusia lewat dunia maya. 

Maka manusia Eropa yang lebih menonjol rasionalitasnya mulai sering mempertanyakan apa sih manfaatnya beribadah dan mengkhususkan diri berdoa dengan memeluk agama.

Beragama dan Jaminan Kedamaian ?

Pada kenyataannya beragama tidak otomatis damai, malah agama menjadi pemicu konflik paling mengerikan. Ikuti saja sejarah, baca berita- berita tentang terorisme, tentang perang saudara, tentang perebutan kekuasaan. 

Mereka adalah pemeluk agama, mereka rajin dan selalu khusuk saat berdoa, di sisi lain mereka amat keji membunuh dan melenyapkan manusia yang tidak sekeyakinan.

Pada agama tertentu arus fanatisme menguat dan menganggap manusia tidak beragama itu adalah manusia yang bersekutu dengan iblis. 

Padahal ada sekelompok orang yang tidak pernah mengaku beragama tapi selalu menanamkan perilaku jauh lebih beradab dengan mempraktekkan kearifan lokal, sinergi dirinya dengan alam semesta, selalu berdialog dan memperlakukan alam sebagaimana dirinya mencintai sesamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun