Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis di Jalur Sunyi

9 April 2021   06:15 Diperbarui: 9 April 2021   06:17 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setyobomo on pinterest.com

Menulis di jalur ramai ternyata tidaklah sesimpel gambaran seorang penulis seperti saya yang setengah - setengah mengerti tentang gejolak dengan olahan data terbatas dan analisa yang apa adanya. Jalur ramai memerlukan mata dan otak tajam untuk membedah sebuah peristiwa terkini yang sedang banyak dibicarakan orang. Dengan judul yang sedikit menggigit buru - buru "mimin" mengkarantina. Lama tidaknya karantina tergantung tingkat kegawatan sebuah bahasan politik.

Dan ketika ternyata pertimbangan, analisis mimin mengatakan bahwa artikel ini tidaklah membahayakan muncullah kemudian berjam -- jam kemudian sampai seharian. Artikel yang keluar dari pertapaan itu telah berganti musim dan momentumnya sudah lewat dan jalur sunyi pembacalah akan mengeksekusinya hingga diketahui bahwa tidak banyak lagi pembaca yang tertarik untuk melirik dan membacanya.

Sebagai penulis, cukup kecewa juga dengan apa yang dilakukan mimin. Tapi penulis mesti legowo bahwa jalur ramai artikel apalagi bila menyangkut politik dan agama sedang gawat -- gawatnya. Salah menulis sedikit bisa menimbulkan konflik. Penulis, netizen mesti harus sensitif, harus mampu menyaring emosi bukan hanya sekedar menulis dan membela tokoh, partai, ataupun ormas serta main aman bila sedang membahas dan menulis tentang agama.

Lebih gawat lagi jika penulis yang beda agama membedah dan menganalisis agama lain, walaupun sekedar sumbang saran. Sensitifnya masyarakat Indonesia terutama tengah diuji, sebab ternyata laju teknologi, modernitas tidak lantas dibarengi dengan semangat bersaing menciptakan poduk teknologi baru dan semangat kompetisi yang sehat skala internasional. "kita" malah tengah mabuk agama, mabuk dan sibuk menjadi komentator dan cenderung menjadi komentator julid dan ganas serta agresif.

Siapapun bisa diserang, apapun bisa dibahas. Indonesia memang pangsa pasar yang bagus bag produk teknologi seperti smartphone, namun banyak yang salah kaprah menggunakan smartphone secara cerdas. Smartphone dan produk teknologi canggih itu bagi sebagian penggunanya sering digunakan untuk asyik masyuk , berlayar di dunia permainan game , dan mereka kebanyakan remaja yang sedang mencari jati diri. Jadinya mereka cenderung mager (malas gerak ) dan seperti hidup dalam dunianya, jarang berkomunikasi dengan temannya secara langsung, jarang melibatkan diri dalam organinasi yang kan memberi mereka kepekaan dan mengembangkan sifat empati dan simpati.

Manusia yang menghamba teknologi masuk dalam jalur sunyi, hidup dalam alam maya bersuntuk dengan game dan media sosial. Jarinya amat nakal menanggapi sebuah isu. Dan kadang tanpa takut- takut memberi komentar pedas dan lebih cenderung membuat ujaran kebencian dari sekedar kata -- kata kritis. Otak cerdas generasi milenial ini kadang menjadi salah jalur. Penyendiri mereka lebih sering meledakkan emosi orang yang membaca komentar- komentarnya yang cenderung membuat dunia memvonis oh begitulah netizen Indonesia, ganas dan kadang sering cenderung menyerang pribadi, kurang tata krama.

Padahal dahulu dalam kisah -- kisah cerita zaman dahulu, testimony dari turis asing yang datang dan berkunjung ke Indonesia, tipikal masyarakat Indonesia itu ramah dan grapyak semanak (arti lain dari ramah tamah dan jalinan persaudaraan yang kuat). Sekarang siapapun cenderung takut dengan ganasnya pegiat media sosial di dunia maya Indonesia. Masih ingat dengan  Kasus di WO nya Indonesia saat ajang All England? Peristiwanya sudah banyak yang membahasnya, Bagaimana reaksi netizen Indonesia? Luar biasa, seluruh dunia gempar oleh agresifitas pasukan netizen dalam menanggapi kasus tersebut, malah kadang saking agresifnya netizen yang seharusnya tidak terlibat jadi sasaran kemarahan. Ini malah membuat para pemain Indonesia tidak nyaman dan tidak enak hati dengan rekan -- rekan lainnya  peserta All England.

Kalau di Jalur politik dan jalur ramai pembahasnya menjadi terjal, penuh onak dan harus pintar mengemas isu, apakah sebaiknya harus menyusur jalur sunyi yang cenderung aman, namun perjuangan di jalur sunyi harus sabar mengetuk para pembaca agar fanatik dengan tulisan -- tulisan penulis. Perlu rajin untuk mengunggahnya di media sosial, menampilkannya di laman grup penulis, bersilaturahmi dan memberi komentar secara aktif di artikel -- artikel sesama penulis, ramah dan tidak pelit memberi vote, bukan menjadi penulis yang menulis langsung kabur ( ini auto kritik buat saya ).

Fiksi, sosbud, filsafat masuk jalur sunyi. Tidak banyak kendala dan rintangan menulis di jalur ini, cenderung aman dan damai karena pasti mimin jarang menyentilnya karena tingkat sensifitas pembacanya, yang perlu ditingkatkan hanyalah mentalitas bahwa penulis harus siap dengan pembaca yang terbatas, namun apapun jika judul dan isu yang pas akan banyak pembaca menikmatinya.

Penulis harus sering belajar dari penulis -- penulis yang sukses melejit meskipun ia berenang di jalur sunyi, ia tetap bisa menjaring pembaca meskipun tidak sampai ribuan tapi konsisten menancapkan kepercayaan pada pembaca bahwa apapun yang dibahasnya akan selalu menarik dan bikin penasaran. Nah itu yang sedang penulis pelajari saat ini. Semoga saja konsistensi mampu terus membangkitkan semangat meskipun aral merintang, hingga kadang membuat penulis berpikir apakah berhenti sejenak saja menulis ya ketika tulisan -- tulisan saya ternyata belum mampu membangkitkan semangat pembaca dan masih tergagap dan terperangkap dalam kesunyian.

Ah, terus berjuang kawan, kamu tidak sendiri, jangan patang arang karena aral dan sunyi sepinya pembaca, satu dua orang pembacapun tidak apa asal tulisanmu memang tulus membuka pintu nurani para pembaca untuk menyukai dunia literasi. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun