Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tidak Sadar Kita Juga Buzzer Bagi yang Lain

13 Februari 2021   09:17 Diperbarui: 14 Februari 2021   14:16 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir - akhir ini buzzer sepertinya menjadi topik utama pemberitaan. Wartawan, penguasa, wakil rakyat, pengamat, guru, dosen, guru besar, peneliti. Apa sih yang menyebabkan buzzer begitu dibicarakan, apakah karena yang di atas, maksudnya pemerintah, wakil rakyat, para pencari lahan basah, para penjilat dan pengharap berkah kuasa terus saja bermanuver hingga masyarakat gerah sendiri.

Kalau andaikan saya, para pendengung kebetulan menemukan fakta bahwa buzzer seberang bicara dan menulis tanpa fakta, lalu ditanggapi dengan membantahnya lewat data dan logika apakah masih disebut buzzer.

Dengungan pasti ada sebabnya. Biasanya tidak ada asap kalau tidak ada api. Semakin sering dan kerasnya dengungan pasti karena ada pengganggu yang membuat mereka mendengung. Tidak mungkin ada bila mereka diam dibiarkan bekerja dan terus berkarya. Mereka mendengung karena ingin mempertahankan diri dan mengusir perusuh yang selalu merecoki dengan tingkah konyol yang membuat marah.

Tapi di era media sosial saat ini, apakah para buzzer itu murni dibayar, pengabdi rupiah, atau sekedar mengisi waktu atau malah sedang menjadi pengangguran akut. Benarkah pemerintah memelihara pendengung.

Ini yang masih menjadi gonjang - ganjing. Sebab banyak mereka yang disebut " buzzer" itu sekedar meluruskan fakta dari serangan masif membabi buta dari oposan yang sekedar ingin membuat ramai, hantam kromo saja. Pokoknya yang diwacanakan pemerintah itu omong kosong.

Lalu mereka balik menyerang dengan isu korupsi dana bansos, isu korupsi di Kementerian kelautan, dan strategi Jokowi yang membungkam wakil rakyat dengan memberi tekanan pada para petinggi partai untuk sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Siapapun presidennya sekarang harus berhati - hati sebab masyarakat yang melek informasi itu kadang hanya percaya pada informasi yang penuh sensasi. Mereka lebih banyak percaya dan langsung reaktif ketika melihat judul clickbait artikel dari media masa online. Banyak dari netizen penyadap berita instan menelan mentah - mentah opini yang dihadirkan di media sosial.

Banyak cuitan yang menggiring opini publik dan membuat tagar yang selalu mencounter upaya pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Yang dihadapi pemerintah saat ini siapa pun adalah budaya korupsi yang masih lekat dalam birokrasi. 

Kadang upaya keterbukaan dari pemerintah pusat ditanggapi dingin dan mereka para penguasa - penguasa di tingkat daerah serta para wakil rakyatnya bekerja sama merampok anggaran yang sebetulnya diperuntukkan rakyat.

Begitu akutnya budaya korupsi membuat mereka yang senang dan menikmati bagaimana menyedot anggaran untuk kepentingan pribadi terus berusaha untuk menyunat anggaran. Banyak orang pintar di Indonesia, namun kepintarannya sering disalahgunakan. 

Menguasai IT, menguasai bahasa pemrograman, mengerti bagaimana cara untuk mencuri lewat jalur teknologi digital. Termasuk juga para buzzer baik yang pro maupun oposan saling memiting untuk meraih kemenangan. Yang menjadi korban akhirnya masyarakat sebab, mereka tidak berdaya dipingpong sana dipingpong sini.

Sementara banyak wakil rakyat, pemuka masyarakat sering menggunakan kedok agama, lalu bermain di ranah politik yang kotor. Jadilah pemuka agama menjadi corong politisi, atau dengan penguasaan pengetahuan agama mereka masuk ke gelanggang politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun