Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika Artikel Memicu Polemik "Hanya" karena Judul

24 Januari 2021   10:32 Diperbarui: 24 Januari 2021   10:58 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi pegiat media sosial, anda pasti hapal perilaku pembaca medsos terutama mereka yang gatal berkomentar. Di platform ini (Kompasiana) facebook Kompasiana banyak dibanjiri komentar jika menyangkut judul yang sensitif terutama masalah agama, politik dan isu terkini. Yang paling seru adalah ketika membaca Judul provokatif yang memicu para pelirik judul saling komentar, Perang komentar itu membuat situasi riuh rendah dengan sudut pandang masing-masing.

Ada yang bijaksana berpendapat, ada yang tampaknya selalu menyudutkan platform ini yang dianggap lebih condong ke agama tertentu, dengan mengulik singkatan grup induk platform ini. Sebutlah mereka datang dari dua dunia berbeda. Yang satu begitu mengagungkan akidah, menggunakan sudut pandang agama dan kepercayaannya masing - masing. Netizen itu malah ikut nimbrung membuat artikel walaupun sebait dua bait. Bahkan ada yang menulis berpanjang lebar, meskipun intinya tidak jelas.

Yang dibicarakan sebetulnya malah melenceng jauh dari artikel yang sedang ditanggapi. Padahal judul artikel tidak mesti sama intinya dengan judul, itu hanya clickbait saja, sekedar pemanis untuk menarik pembaca. Padahal isinya justru tidak menyinggung siapa - siapa, bukan menghakimi pihak tertentu tapi lebih pada opini yang mencerahkan.

Tapi netizen yang gatal tangannya ingin membuat ramai kolom komentar dan membuat seakan - akan dunia terdiri dari kutub yang tidak pernah menyatu. Padahal maksud tulisan sebenarnya tidaklah sengeri yang didiskusikan di kolom komentar.

Ternyata banyak netizen yang "pintar" dan "cerdas" lebih suntuk membicarakan judul bukan isinya. Ternyata mereka bukan membaca tapi sekedar meramaikan polemik yang tampak panas karena beda sudut pandang. Kadang geli juga menyaksikan betapa banyak pegiat medsos kurang melek literasi, hanya tersulut emosi melihat judulnya saja.

Penulis yakin jika mereka membaca utuh artikel tidak akan terjebak dalam diskusi liar yang tidak berujung, malah akhirnya hanya muncul diskusi panas yang memancing fanatisme dalam memahami politik, radikalisme agama. Masyarakat butuh kemampuan literasi, memahami masalah secara integral, menyelesaikan perselisihan dengan hati adem, tidak emosional. Karena jika diskusi cenderung emosional hanya akan menimbulkan body shaming, dan kecenderungan pembulian yang tidak baik untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Di Kompasiana ini banyak penulis yang mampu memilah dan memilih isu menjadi bahasan yang menginspirasi sekaligus membuka wawasan. Kalau membaca utuh keseluruhan artikel tentunya akan makhluk kenapa penulis menulis tema tersebut, masalahnya di luar penulis, mereka yang sangat gemar melempar isu senang sekali berdiskusi hanya dengan melihat judulnya yang tampak menggoda.

Semoga saja para pembaca dan netizen belajar bahwa untuk memahami literasi yang baik, bacalah isinya bukan hanya judulnya. Judul kadang mengecoh, tapi isi pikiran penulis pasti akan membuka wawasan. Terjebak dalam click bait, terjebak dalam judul yang provokatif hanya mencerminkan betapa buruknya kemampuan literasi sebagian besar netizen.

Bagi yang melek sekolah, artinya punya pendidikan cukup tinggi dan sering membaca kajian ilmiah, buku - buku referensi, jurnal pengetahuan apakah membaca itu suatu paksaan atau memang kesadaran. 

Jika membaca hanya karena kewajiban dan keterpaksaan karena memenuhi tugas, maka perlu dibuka wawasannya untuk mencintai literasi dengan sepenuh hati. Sebab jika suka membaca seseorang pasti akan selalu berpikir luas dalam memandang sebuah masalah. Tidak cepat terpancing emosinya, lebih berpikir global dan mampu menanggapi dengan kepala dingin.

Para milenial dan pegiat medsos akan mudah terhasut bila hanya memahami masalah dari permukaannya saja. Sama seperti ketika membaca artikel entah berita, opini atau isu berdasarkan judulnya saja. Mengetahui masalah hanya dari kulitnya saja.

Itulah yang membuat banyak berita hoaks, berita bohong berkembang cepat, hanya membaca judul lantas membagikannya kepada teman dan koleganya di WAG atau grup medsos mereka, padahal yakin mereka yang reaktif dan cepat memviralkan artikel itu belum membaca secara utuh artikel tersebut.Ghibah itu istilah yang muncul dari ajaran saudara Muslim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun