Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Tepi Sungai Serayu dan Kisah-kisah Pilu Anak Panti Asuhan

28 Juli 2020   11:48 Diperbarui: 28 Juli 2020   11:56 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pustaka yang layak anda koleksi (dokumen pribadi)

Secara global berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2018, sekitar 12 Juta anak perempuan menikah sebelum genap berusia 18 tahun/ Indonesia sendiri menurut data Badan Pusat Statistik 2016 mencatat persentasi perempuan usia 20 - 24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun ada sekitar 20%. Salah satu pemicu pernikahan dini atau pernikahan dibawah umur adalah kemiskinan.

Perkawinan Usia muda rentan menyebabkan perceraian, sistem reproduksi yang belum matang, kematian bayi dan ibu anak serta hambatan psikologi remaja yang siap dan belum matang dalam berumah tangga.

Luka bathin menjadi beban dari anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya. Ini terasa di Panti Asuhan Bunda Serayu. Para penulis yang kebetulan banyak dari kalangan Jurnalis lokal (sekitar Purwokerto dan Banyumas) mencoba menggambarkan betapa banyak dukanya menjadi anak panti. Mereka merasa disingkirkan, merasa disisihkan dari keluarganya). 

Penggambaran kisah-kisah anak Panti di buku di tepi Sungai Serayu Aku Merindu. Perjuangan, Harapan, dan Doa Anak-Anak Panti Asuhan Bunda Serayu begitu menyentuh rasa hingga tidak terasa membaca kisah dalam buku ini air mata menetes.

Isi bagian buku berisi kisah suka duka anak panti asuhan (dokumen pribadi)
Isi bagian buku berisi kisah suka duka anak panti asuhan (dokumen pribadi)
Sedih rasanya melihat generasi penerus yang harus hidup di asrama, di panti tanpa sentuhan kasih sayang utuh orang tuanya. Kalau tidak siap melahirkan kenapa mereka bebas bergaul atau memaksa diri menikah hingga ujung- ujungnya anak kemudian disisihkan karena mereka malu mempunyai anak. 

Anak-anak tidak berdosa itu lantas bertanya-tanya. Mengapa aku harus dititipkan di panti asuhan, apa dosaku. Saudara Wilibrordus Megandika Wicaksono dan teman- temannya dari kalangan jurnalis menuliskan kegalauan anak - anak panti tersebut dalam cuplikan-cuplikan cerita sederhana.

Cerita Yang Menyentuh

Cerita-cerita tentang anak-anak panti asuhan itu begitu menyentuh. Dalam buku setebal 120 halaman termasuk gambar- gambar karya anak panti. 

Terbagi dalam beberapa bagian Bagian pertama adalah sambutan Sambutan dari pengelola dalam hal ini Suster Agnes Marni menulis sekelumit kisah menyentuh saat mengelola panti asuhan yang letaknya di tepian sungai Serayu. 

Juga beberapa dari kalangan akademisi Universitas Soedirman Purwokerto Dr. Tri Wuryaningsih,M.Si , USkup Purwokerto Mgr. Christophorus Tri Harsono, Pastor Paroki  Santa Maria Immaculata, Banyumas.

Bagian yang menjadi inti adalah Kisah-kisah cerita yang ditulis oleh Wilibrordus Megandika Wicaksono bersama para jurnalis seperti Alfiatin, Puji Purwanto, Ari Nugroho, Permata Putra Sejati, Dian Aprilia, Fadlan Mukhtar Zain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun