Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ketika Semangat Menulis Mengalahkan Rasa Minder

7 Juli 2020   12:00 Diperbarui: 7 Juli 2020   12:17 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
growing publishing.com

Tidak dipungkiri sudah puluhan tahun mencintai dunia literasi, meskipun boleh dikatakan di kancah literasi saya belumlah apa apa, saya merasakan dampaknya ketika muncul keberanian untuk mempublikasikan karya tulis. Saya lupa kapan, namun kesenangan saya menulis sebetulnya sudah dimulai sejak SMA. Sekedar menulis di buku tulis, menuliskan tentang cinta, rindu dan perasaan jatuh cinta.

Ada banyak suka dan duka yang bisa diceritakan meskipun karya tulis saya itu bukan karya yang indah. Saya mulai mencoba menulis berkat pelajaran SMA yang mengharuskan saya membuat karya ilmiah dengan melakukan study tour ke Kaliurang. Di sana anak-anak SMA diberi tugas untuk mewawancarai karyawan dan atau pengurus koperasi susu sapi.

Belum ada komputer waktu itu. Saya membuat laporan dengan cara mengetik dengan merk mesin ketik Olympia. Pertama kali mengetik menggunakan cara 11 jari (alias jari telunjuk kanan dan telunjuk kiri, lama, dan salah salah. Namun lama-lama mulai terbiasa dengan mesin ketik.

Itulah awal mulai suka menulis. Setelah lulus SMA saya tidak langsung terjun ke dunia menulis, namun saya hanya menulis ketika merasa ada yang kurindukan terutama cinta-cinta masa SMA, khayalan saya dan harapan --antara yang tergapai dan yang gagal kuraih, lama-lama asyik juga menuliskan curhatan di buku tulis dan agenda.

Pada semester semester akhir kuliah aku mulai sadar bahwa menulis itu mengasyikkan, namun rasa minder untuk mengirimkan ke media masa itu terasa, maka semua tulisan hanya kunikmati sendiri, semua karangan hanya tersimpan tanpa pernah dikirimkan ke majalah ataupun koran. 

Baru setelah mencoba sekali dua kali mengirimkan surat pembaca dan sering diterima maka ada keberanian mengirimkan tulisan artikel ke koran, tulisan pertama dan yang membuat bangga adalah ketika artikel dimuat di opini Bernas. Sampai sekarang  kwitansi hasil tulisanku masih kusimpan.

Dari situlah aku mulai berani menulis. Ternyata aku bisa menulis dan layak dimuat di koran, sayangnya setelah itu lama tidak mengirimkan lagi ke koran. Ketika tahun tahun krusial perubahan dari orde baru ke reformasi saya sempat mengirimkan surat pembaca ke Tempo, Surat pembaca ke Majalah Detak yang beberapa bulan kemudian dibreidel dan monitor.

Rasanya memang lain ketika tulisan bisa nangkring di media masa. Bisa menulis di koran itu luar biasa bahagianya. Dan dari tulisan yang dimuat di koran itu semangat menulisku mengalahkan rasa minder, dan ragu apakah aku bisa menulis.

Dari tulisan pertama di koran aku yakin bahwa bisa menjalani hidup sebagai penulis, tapi waktu itu saya memang ragu, ditambah kurang dukungan dari orang tua, penulis itu bukan pekerjaan yang menjanjikan (karena aku mungkin hanya punya kemampuan tanggung; bisa saja). Meskipun begitu saya tetap terus menulis. Coba ketika zaman itu sudah ada platform blog semacam Kompasiana pasti rajin mengirimkan tulisan.

Ketika mencoba mengirimkan tulisan ke media massa ada rasa minder menggelayut, sebab yang kulihat dan sering kubaca sejak masih kuliah selain koran lokal seperti Kedaulatan Rakyat dan Bernas, saya suka dengan tulisan-tulisan para pakar di Kompas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun