Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sebagai Warga Jakarta Saya Dukung Ganjar Pranowo!

12 Mei 2020   16:51 Diperbarui: 12 Mei 2020   16:56 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:sosok.grid.id

Saya kesengsem dengan gayanya Gubernur Jawa  Tengah Ganjar Pranowo , Kesengsem dengan pola pikirnya dan pendekatannya ke rakyat. Tidak peduli apakah ia berderet gelar  di belakangnya atau bahkan hanya menyandang satu gelar. Sejak awal lulus kuliah saya memang tidak begitu peduli gelar. 

Saya hanya melihat dari rekam jejaknya, dari kegesitannya dalam bekerja dalam narasinya yang menyejukkan. Padahal saya warga Jakarta sekarang, KTP  Jakarta, tetapi tentu saja sebagai orang yang lahir prol dan besar di Jawa Tengah, hingga akhirnya terdampar di Jakarta yang bagai hutan raya ini saya selalu merindukan kampung halaman.

Di Jakarta saya hanya bekerja, dan berusaha kerasan sebab jika jiwa tidak kerasan hanya akan membuat semangat kerja menggantung. Dan saya ingat di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.Lagipula saya sudah mempunyai keluarga, mempunyai tanggungjawab besar membesarkan mereka ditengah keriuhan, hiruk pikuk, lintangpukang, ketidakpedulian pada tetangga, benang- benang kusut layang- layang yang nyerimpet setiap hari di roda motor, plastik - plastik yang bergelasahan di atap rumah dan suara petasan yang membuat gaduh malam hari.

Saya harus apa di Jakarta kecuali fokus bekerja, bekerja dan bekerja. Meskipun terkadang rindu pada tiupan angin sawah di kampung halaman dan keteduhan pohon- pohon bambu di belakang rumah dengan suara tongkeret dan burung hantu saat malam hari, saya harus menahan rindu. 

Saya harus gembira meskipun dalam kegaduhan yang tidak mengenakkan. Saya mesti berdamai dengan kota, meskipun di lubuk hati yang paling dalam tak pernah ada perasaan lain kecuali karena saya harus bertahan dan tangguh menikmati keramaian dan kepadatan, serta kemacetan yang memabukkan.

Toh jika saya pulang saya mesti harus siap, siap untuk bisa memanfaatkan alam dan ketenangannya bukan untuk malas- malasan. Saya harus tetap bekerja, karena orang- orang kampungpun begitu tangguh mengolah sawah dan mencari penghasilan tambahan. Jangan di kira mereka hanya mengandalkan makan dari ladang. Saat ini ketika internet sudah menapak di desa mata mereka terbuka untuk melakukan bisnis seperti yang dilakukan orang- orang di kota.

Di kota banyak anak yang memanfaatkan internet untuk membunuh kebosanan, suntuk untuk main game dan tidak produktif. Di desa dalam keterbatasan dan susahnya lapangan pekerjaan mereka harus kreatif berkreasi agar bisa bertahan hidup. Sekarang di tepi maupun di kota, yang utama adalah keuletan.Siapa yang ulet ia yang mendapat kesempatan untuk sejahtera. Kadang orang kota hanya tampangnya saja yang kelihatan perlente dengan dandanan serta asesoris penampilan yang gampang diperoleh. Masalah membelinya dengan cara kredit atau utang rentenir siapa yang tahu?

Banyak orang kota hidup diliputi gengsi. Lebih suka bicara tentang gaya hidup, penampilan dan sok merasa lebih segalanya. Padahal hidup setiap hari harus selalu dikejar waktu. Uang mengalir, tetapi kebutuhan juga bejibun. Maka jangan dikira orang kota seperti saya ketika pulang dengan perlente dan dipandang sukses oleh orang desa lantas bisa tersenyum sombong.

Sehabis pulang dari mudik kami harus berjumpalitan lagi, lintang pukang mencari uang, menebus barang yang ada di pegadaian, menebus utang yang berbunga dari rentenir yang dengan keji akan menagih dengan cara kekerasan bila tidak tepat waktu mengembalikan.

Eh kok Nggladrah curcol sebagai orang kota sih? Di judul saya tampak provokatif, mengagumi pemimpin provinsi tetangga. Ya... bagaimana mau mengagumi gubernur sendiri wong  setiap hari gubernurnya lebih sibuk mengkritik pemerintah pusat, mengeluh kurang dana, kekurangan dana bansos, kurang perhatian dari pemerintah.

Ia memang pintar menata kata, menata strategi politik. Tapi sayangnya sampai saat ini saya masih bingung apa sih fokus dia dalam menata Jakarta. Mungkin saya saja yang terlanjur pesimis, padahal mungkin ia punya gaya beda tetapi maaf karena saya bodoh, sarjana saja katrolan, pinter saja harus jumpalitan baca bejibun buku tapi masih tetap bodoh maka saya mengidolai yang realistis, yang membuat hati sejuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun