Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Didi Kempot dan Djaduk Ferianto, Seniman yang Meninggal di Puncak Ketenaran

7 Mei 2020   16:45 Diperbarui: 7 Mei 2020   17:30 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia seniman sesungguhnya seperti dunia putih. Dan senimanlah yang mewarnainya dengan tingkah polahnya dan karyanya yang unik dan bikin leleh manusia yang mendengar dan menyaksikannya. Tingkah polah seniman boleh jadi nyentrik dan terbilang urakan, pernah merasakan bagaimana keras dan angetnya ciu atau bir, pernah dan bahkan sering begadangan di angkringan makan sego kucing sambil ngopi atau minum susu jahe. Dari situ ide berpendar menjadi karya seni entah lukis, teater, sastra maupun lagu serta musik yang unik

Jangan tanyakan agama, jangan tanyakan pula KTP nya. Mereka lebih suka ambyur(Menyatu, terjun langsung), ambyar dengan orang tanpa sekat agama. Boleh jadi agamanya A tetapi ia sering ikut --ikutan sembahyang agama B dan berbuat lebih baik dari sekedar mereka yang sok agamis dan hapal di luar kepala ayat- ayatnya. 

Seniman menganggap agama itu wilayah pribadi. Tidak diunyuk-unyukke sebagai penyekat dari pergaulan. Kalaupun mau mentas di gereja atau di masjid yang bebas, sebab musik, seni itu universal, lintas sektoran, lintas agama. Lalu kalau seniman gending ingin mengiringi acara natalan dan harus duduk manis di dalam gereja sekedar mengiringi gamelan lantas dicap kafir? Seniman banyak yang berpikir untuk kesenian dimanapun mentasnya oke -- oke saja. Wong Tuhan menyayangi manusia tanpa melihat status agama di KTPnya apa.

Almarhum mas Djaduk Ferianto seniman kondang yang jagoan dalam menciptakan musik- musik etnik, Jawa dicampur- campur bebunyian alam telah lebih dulu dipanggil. Padahal dia sedang menyiapkan acara ngajogjazz. Nama seniman- seniman itu harum mewangi di dunia kesenian khususnya musik. Sebagai seniman mereka menularkan kreatifitas dengan dilandasi kasih universal meskipun saya yakin seyakin- yakinnya mereka tetap berdoa menurut keyakinan mereka.

Untuk mentas apakah harus ditanyakan siapa yang nanggap, apa agamanya, apakah ia pekok atau soleh. Seniman yang pasti menanyakan kadar kredibilitasnya, apakah mereka memang mengerti seni dan menghargainya seperti ia menghormati dan menyembah Tuhan.  Universalitas seniman kadang dipandang minor oleh mereka yang sok merasa paling beragama. 

Yang setiap harinya tidak lepas dari doa- doa dan hapalan. Tetapi kebaikan agama apakah berhenti pada hapalan dan bajunya. Orang yang baik dan mengerti kedalaman agama pasti akan semakin semanak pada siapa saja. Ia akan memperlakukan orang lain seperti temannya sendiri tidak peduli agamanya apa.

Seniman mungkin keringatnya bau, karena jarang mandi dan merokoknya seperti cerobong asap. Ia tidak begitu peduli pada aturan -  aturan yang menghambat kreatifitasnya. Tetapi karyanya adalah representasi wangi bunga representasi dari kasih, keprihatinan, perhatiannya yang ia wujudkan dalam karya. 

Boleh jadi karya- karya Didi Kempot seperti ayat -- ayat mazmur bagi orang Kristen, dan semacam  tahajud bagi umat muslim. Lagu -- lagunya mengalun menyentuh mereka yang terdampak patah hati dan nelongso oleh kehidupan sehari -- hari. Ketika Didi Kempot meninggal dunia pun kaget. Banyak bule yang bisa nyanyi lagu Didi Kempot apalagi orang Suriname, jangan tanya.

Waktu pertama kali mendengar berita meninggalnya Didi Kempot orang yang sangat mengenal lagunya pasti linglung, bingung. Bahkan ada yang keronto -- ronto (sedih luar biasa dan merasa merana). Orang sebaik Didi kok cepat sekali dipanggil Tuhan. Itulah misteri hidup tidak seorang pun tahu garis finis kehidupannya seperti apa. 

Yang jelas Didi sedang dalam puncak- puncaknya. Namanya harum mewangi semerbak nggondo arum. Masih terasa jejak kebaikannya saat menggandeng Kompas TV menggalang dana untuk mereka yang terdampak Covid -- 19. Ia tidak mau dibayar, bahkan persiapan konser dirumahpun dibiayainya sendiri. Kompas tinggal menayangkannya dan mengajak donatur menyumbang berapa saja yang penting iklas.

Para seniman yang namanya semerbak itu selalu meninggalkan kebaikan terutama lewat karyanya. Mereka bahkan lebih peduli dari para "seniman "politik yang lebih sibuk mengurusi undang- undang pra kerja, Omnibus Law. Undang- Undang yang sebetulnya bisa ditunda untuk lebih fokus mengurusi persebaran virus Korona. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun