Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyebut Anies Baswedan Jangan Dikira sedang Menyindirnya

5 Januari 2020   16:51 Diperbarui: 5 Januari 2020   17:40 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (lokadata.id)

Manusia akan selalu bicara dengan sudut pandangnya, akan selalu menganalisis masalah berdasarkan asumsi- asumsi. Kalau yang cerdas dan wawasannya luas maka segala pembahasan tentang suatu aspek akan disertai data dan mengambil informasi valid. Tetapi untuk bisa obyektif, butuh keluasan wawasan dan pikiran yang tidak terjebak dalam emosi.

Kalau sedang menyebut seseorang, apalagi pada sosok penting ibu kota semacam Anies Baswedan akan ada beberapa sudut pandang yang tidak bisa diseragamkan. Bagi yang pro gubernur barangkali hujan makian dan nyiyiran serta kritikan adalah suara orang frustrasi, frustrasi karena kalah kontestasi. Bagi mereka, kemenangan Anies adalah kemenangan bersama, kemenangan rakyat. jadi bisa dipercaya perkataan dan perbuatannya.

Ketika Anies Baswedan sedang dibicarakan di mana- mana maka harap maklum bahwa banyak manusia yang melek media sosial sedang memainkan jari melepaskan kegalauan, melepaskan rasa marah pada pimpinan yang mereka anggap tidak pecus memimpin Ibu kota besar yang penuh masalah ini. Kalau saya sebagai penulis yang sedang belajar menulis dan ingin menulis politik, apakah ikut- ikutan mencercanya, mencacinya. Tidak ! semakin saya belajar dan semakin banyak hal yang saya ketahui tentang Jakarta, amat susah memimpin Jakarta yang banyak sekali problematikanya.

Ada penulis senior(mantan wartawan senior) yang sering menyindir kompasianer yang menulis tanpa data, hanya berdasarkan asumsi, kurang menguasai pokok masalah dan sering tidak obyektif dalam menilai seorang pimpinan, terutama pimpinan. Momentum Banjir atau bencana membuat trigger atau pelatuk, atau pemicu beberapa penulis untuk mencaci, memaki dan menyudutkan seorang pemimpin yang kebetulan terpilih dengan aneka intrik yang membuat masyarakat terbelah sampai saat ini,

Sampai ada istilah kampret dan kecebong. Klaim kebenaran dipertahankan oleh kecebong dan kampret, dua- duanya merasa benar, dua- duanya berhak menggenggam asumsi "benar yang absolut, tak terbantahkan"

Dan lebih eloknya agamapun terbawa bawa masuk dalam arus kebencian. Bahkan boleh dikatakan semakin meruncing kebencian karena mencampuradukkan agama dan politik. Saya terus terang pernah mengidolakan sosok seperti Anies Baswedan, ketika menjadi penggerak lulusan sarjana untuk membaktikan diri sebagai pengajar, ikut andil mencerdaskan bangsa. Saya harus angkat jempol atas ide - idenya yang mulia. Kecerdasan yang diperlukan buat Indonesia yang terjebak dalam dangkalnya pola pikir untuk maju dan berkembang dalam pendidikan.

Ternyata, tidak semua masyarakat melek pemikiran betapa pentingnya pendidikan, betapa pentingnya literasi dan betapa pentingnya belajar tanpa harus dikejar- kejar. Banyak pengetahuan yang masih harus digali, ditelaah, dan masuk dalam ranah penelitian. Setiap saat generasi muda harus semakin kritis, semakin luas pemikiran sehingga tidak terjebak dalam debat kusir, jika memandang agama, sebagai keyakinan, bahan kebahagiaan atau hanya sekedar kamuflase dari pikiran munafik yang sengaja disebarluaskan.

Keyakinan atau agama seharusnya membuat manusia semakin bijak menilai perbedaan. Tidak ada yang lebih besar kekuasaannya selain Tuhan. Tetapi kadang banyak manusia sangat beringas jika agamanya dihujat,agamanya dihina dina. Dan malah santai Jika Tuhan dibuat sebagai bahan lelucon.

Menjadi lelucon yang tidak lucu ketika dengan agama pemeluk agama berhak mengolok- olok agama lain, berhak memaki orang yang mempunyai pandangan luas tentang agama. Padahal setiap agama apapun keyakinannya akan selalu fokus meyakini bahwa tiada yang lebih besar kebesaran dan kekuasaan selain kekuasaan Tuhan termasuk agama.

Aneh jika akhirnya  ada ormas pembela agama,padahal agama itu buatan manusia. Agama itu keyakinan dalam menuju Yang Satu, yang paling Berkuasa yaitu Tuhan sendiri. Gelombang protes membesar hanya untuk membesarkan murka atas pemahaman manusia yang sempit dalam menyesap makna kasih sayang yang diajarkan Tuhan.

Makanya Ketika Adam dan Hawa terjebak dalam dosa, sejak itu manusia selalu hidup dalam konflik, amarah, nafsu seksual. Manusia yang mudah tergoda akan semakin goyah hingga akhirnya manusia selalu saling benci, saling melepas dendam,saling mencaci karena naluri manusia yang diberi dosa asal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun