Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesenian Pengikat Persahabatan Tanpa Sekat Agama

26 Desember 2019   08:55 Diperbarui: 26 Desember 2019   09:16 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto suasana natal bernuansa Jawa di Gereja Kristoforus Banyutemumpang | dokpri

Kadangkala agama membuat pertemanan, pergaulan antar manusia menjadi.  Manusia seperti terikat pada dogma, aturan aturan rumit dalam agama masalah makan, akidah, hukum- hukum bila berhubungan atau menjalin hubungan dengan pemeluk dan keyakinan lain. Padahal urusan keyakinan, urusan doa dan peribadatannya adalah tanggungjawab manusia dengan yang Maha Pencipta. Sebagai manusia yang berwatak sosial hubungan manusia dengan manusia lain diikat berdasarkan hobi yang sama,berdasarkan minat,atau passion yang sama.

Tetapi banyak tokoh agama, pemuka agama, penceramah membatasi jemaat dan umatnya untuk tidak terlalu jauh menjalin persahabatan dengan orang dengan keyakinan beda. Banyak konflik di negara- negara yang  ideologinya menganut negara keagamaan, sengaja memperuncing perbedaan. Bahkan dengan sesama agamanya sendiri yang berbeda aliran dan mashab.

Banyak perang terjadi karena konflik intern yang melibatkan satu agama tetapi dengan aliran yang berbeda. Kengototan antara aliran satu dan yang lainnya membuat konflik berubah menjadi perang, saling bunuh, saling serang. Padahal seharusnya inti ajaran agama satu menyembah Tuhan dan mensyukuri anugerah Tuhan.

Kesenian dan Kedamaian Pengajaran Agama

Kesenian, dalam masyarakat tradisional menjadi pemersatu dari pengaruh negatif akibat salah dalam menafsirkan ajaran agama. Dalam masyarakat Jawa yang masih tumbuh kesenian dan kebudayaan, agama bukanlah sumber konflik. Hakikat kebudayaan adalah memanusiakan manusia. Mewujudkan rasa syukur dengan bersenang- senang, main musik, menari, menyanyi, nembang. Ajaran penyebaran agama dengan berkesenian itu sudah ada sejak zaman dahulu tetapi berkembang pesat ketika  kerajaan Majapahit.

Gamelan sebagai pengiring ibadah Natal (dokumen pribadi)
Gamelan sebagai pengiring ibadah Natal (dokumen pribadi)
Gamelan, atau kerawitan merupakan kesenian Jawa yang menyatukan seluruh perbedaan menjadi satu harmoni. Musik dari wujud dan bebunyian yang berbeda disatukan, dipadukan menjadi irama yang saling mengisi, bersahutan, saling melengkapi hingga melahirkan suara yang indah.

Orkestrasi dari berbagai alat dalam gamelan menjadi pertanda bahwa perbedaan itu tidak membuat makhluk berjarak. Dalam perbedaan bisa saling mengisi kekosongan dan kekurangan hingga akhirnya tersaji musik yang indah. Di Jawa orang mengenal tangga nada Pelog dan Slendro. Seperti halnya dalam kesenian barat mengenal  tangga nada Pentatonis dan diatonis.

Dalam berkesenian baik wayang, ketoprak, gending- gending,tari tradisional pengajaran agama tumbuh menyatu dalam suasana damai masyarakatnya. Dengan mendengarkan kerawitan manusia mensyukuri ciptaan Tuhan, menggabungkan bebunyian dengan syair- syair yang mengandung filsafat yang tinggi. Misalnya macapat yang lahir dari para penyair, penganggit, empu yang sudah begitu dalam meresapi filsafat kehidupan.

Macapat(pocung, Maskumambang,gambuh, Megatruh,Kinanthi, Asmaradana,mijil, pangkur, sinom dhandanggulo).Gaung keseniannya dan syairnya mengalir dari masa ke masa. Sampai sekarang Macapat, syair- syair yang digubah para penyair zaman dahulu masih relevan untuk dirasakan suasananya sampai sekarang. Tulisan ramalan Jayabaya, bisa ditemukan kenyetaannya di zaman sekarang, padahal Jayabaya hidup di zaman ratusan abad yang lalu.

Gamelan yang menyatukan suara- suara musik, tiup, pukul, gesek, perkusi,  dilakukan dengan cara dipukul, digesek, ditiup, dalam aturan birama seperti patet atau istilahnya turunan dari tangga nada slendro, pelog dalam sebuah rasa yang menurut almarhum Djaduk Ferianto "ngeng". Ngeng itu puncak tertinggi sebuah perasaan kepekaan dalam bebunyian gamelan. Ketika seseorang sudah merasakan "ngeng" dalam menabuh gamelan, ia sudah tahu hakikat bebunyian.

Mengerti bila ada salah satu bunyi yang slenco atau beda hingga mengganggu harmoni. Ia sudah bisa merasakan ada yang aneh bila ada salah satu instrumen tidak berbunyi sesuai aturannya.  Itulah mengapa banyak seniman yang terlibat dalam kesenian tidak pernah menganggap ada perbedaan agama. Mereka sudah tahu Ngeng, atau hakikat kesenian, sangkan paraning dumadi, Inti dari sebuah Inti kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun