Polisi memaksa menunjukkan ke mana teman-teman mereka kabur, karena diam dan tidak kooperatif pemuda kurus itu ditembak kakinya. Saya melihatnya ketika tiba tiba pemuda itu jalan dengan terpincang-pincang,setelah itu polisi preman (reserse) menggelandangnya sambil menghajar muka pemuda dan sempat di benturkan di mobil.
Saya baru tahu bahwa tempat itu ternyata tempat penampungan barang- barang curian, semacam bengkel untuk mengoprek dan mempreteli motor yang dicuri. Kompleks tempat saya sendiri relatif aman karena memang ada kode etik dari para sindikat maling itu untuk tidak mencuri di kandangnya. Waduh.
Kami sendiri sih tidak pernah ada masalah dengan mereka karena mereka datang dan pergi dan sering lewat depan rumah. Kriminalitas yang tinggi di sekitar Jabodetabek kadang meninggalkan cerita pilu. Kronologi penangkapan sindikat curanmor itu karena mereka para polisi preman itu menelisik peristiwa Maling teriak maling. Terjadinya di Pasar Cileduk Di Tangerang Selatan. Seorang korban mati dikeroyok masa dengan kepala terbelah. Tragis!
Usut punya usut ternyata korban yang mati itu bukan maling sebenarnya. Malah korban adalah pemilik motor yang dicuri. Maling aslinya menurut polisi kabur dan motornya ada di Kompleks rumah saya. Di lahan yang kosong yang belum didirikan rumah, sering menjadi tempat parkir yang dikelola oleh preman setempat markasnya kebetulan di lahan kosong itu.
Sebelumnya pemilik bengkel yang ternyata menjadi tempat pemretelan barang-barang curian itu menurut informasi sudah ditangkap dan ditahan polisi Kebayoran karena kasus narkoba. Begitulah kaum urban Jakarta selalu lekat dengan kasus curanmor, copet, jambret, maling kambuhan dan dunia narkoba.
Semua itu ancaman bagi masa depan bangsa ini. Kriminalitas, dunia mafia, sindikat-sindikat jaringan lokal dan internasional ada di sekitar Cengkareng. Sekolah berbalut prostitusi terselubung juga banyak dan ini melibatkan generasi muda yang diharapkan menjadi penerus kegemilangan bangsa. Melihat betapa semrawutnya masalah yang dihadapi perkotaan, ada rasa pesimis dalam hati saya melihat aktivitas generasi muda. Semoga yang saya lihat ini hanya sisi kecil dari Jagad Jakarta yang sungguh luas.
Saya melihat masih banyak pemuda yang berprestasi seperti Putri Tanjung, Belvas Devara, Nadiem Makarim, Dita Raharjo para penulis muda yang mampu memberikan bukti bahwa mereka tidak terjebak dalam kasus- kasus kriminal di perkotaan yang sudah menggurita. Narkoba misalnya pengaruhnya sudah berakar. Artis, pelajar, mahasiswa, public figure, seniman, polisi (aparat). Tindakan kriminalpun bukan hanya dengan cara kekerasan yang halus dengan menjadi sindikat pembobolan kartu ATM dan kartu kredit banyak melibatkan kaum muda.
Sungguh miris mendengar jejak kriminalitas yang didominasi anak muda. Kamu putus sekolah, yang bingung mencari cara untuk bekerja secara halal akhirnya terjebak pada bisnis hitam dengan memproduksi obat- obatan terlarang, merokok sambil mabuk- mabukan dan akhirnya terseret dalam lingkaran setan kriminalitas yang susah dihindari karena jaringannya sangat kuat dan banyak anak muda terjebak di dalamnya dan susah keluar.
Di Jakarta lahan kosong bisa menjadi perkara serius, karena sejengkal tanah di Jakarta rasanya berharga sekali. Boleh jadi susah mencari ruang yang lega jika di perkotaan. Lahan begitu berharga untuk dijadikan uang. Tanah kosong, tanah sengketa bisa jadi menjadi sarang bagi sindikat kriminal kelas teri memulai aksinya.
Kriminalitas Jakarta 2 (tentang pungutan akta tanah, bisnis properti)