Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tempo Selalu Kritis pada Jokowi dan Buzzernya, Sentimenkah?

7 Oktober 2019   10:06 Diperbarui: 7 Oktober 2019   11:05 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kartun dari Tempo media. Selalu Kritis terhadap Jokowi dan buzzernya? (mediafeed.id)

Penulis masih melihat wajar kritikan Tempo tetapi ada beberapa point yang kurang setuju, terutama ketika Tempo tampaknya hanya mencari nara sumber yang kritis dan pedas saat bicara tentang Jokowi dan pemerintahannya. Memang gaya Tempo seperti itu selalu berseberangan dengan penguasa sejak zaman dahulu. 

Tempo sering mendapat serangan, ancaman breidel, ancaman somasi, dan digruduk massa. Nyatanya sampai sekarang Tempo masih bisa hadir di hadapan pembacanya.

Tempo tetaplah Tempo yang Kritis dan Cenderung Selalu Kritis Pemerintah

Jika Tempo tetap bertahan gaya Tempo harus tetap dipertahankan tetapi boleh dong sesekali obyektif dalam menilai rekam jejak pemerintah. Bagi penulis tulisan Tempo tetap menjadi penyeimbang dari serbuan opini yang membanjir di media sosial. Perlu pikiran yang tenang untuk mencerna narasi dari Tempo.

Kepada buzzer terus saja menulis sejauh obyektif dalam mendudukkan perkara bukan cinta membabi buta terhadap sosok yang dikaguminya. Sebab di negara yang masih mencari bentuk demokrasi yang pas untuk semua masyarakat, hal -- hal sensitif mudah terjadi. Pemimpinnya sudah visioner dan berpikir ke depan tetapi birokrasinya masih produk lama yang mesti mengalami desrupsi. 

Masyarakat sendiri masih mudah termakan isu maka beban berat pemimpin dalam memanggul masalah yang tidak mudah dipecahkan. Semoga Jokowi kuat dan tidak goyah oleh rayuan para petualang politik yang hendak menghilangkan jejak buruk masa lalunya dengan cara menjadi penjilat,,masuk partai sebagai kendaraan untuk saling tikung agar mampu finish paling depan. 

Sebab pemenang kontes politik hanya satu titik pusatnya. Jika sudah menjadi pemimpin bukan berarti nyaman tetapi seberapapun baiknya dia akan lebih banyak musuh yang mencari kelengahannya untuk ditelikung, dijebak dan dibuat tidak berdaya. Itulah realitas politik. 

Menjadi pendengung itu perlu kecerdasan bukan mereka yang grusa grusu dan keukeuh membela pemimpinnya. Mereka harus mampu membuktikan bahwa buzzer tidaklah seburuk yang Tempo gambarkan dalam majalahnya. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun