Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anies Baswedan dan Multitafsir Batu Bronjong Bundaran HI

22 Agustus 2019   12:43 Diperbarui: 24 Agustus 2019   14:02 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ide taman batu bronjong saat melihat proyek naturalisasi sungai? (wartakota.tribunnews.com)

Yang sedang viral saat ini adalah munculnya patung getah getih digantikan oleh Patung bronjong batu di Bundaran HI. Ada saja netizen dan penulis"nakal" yang memberi penilaian tentang patung batu yang biaya pembuatannya diperkirakan menghabiskan dana 150 juta.

Saya kebetulan pernah belajar di jurusan Seni Rupa. Saya menghargai upaya seniman patung untuk menampilkan karyanya. Batu bronjong itu tentu ada maksudnya, ada filosofinya mengapa harus tampil di bawah  patung kekar dan gagahnya patung selamat datang. Mungkin Pemprov DKI sedang ingin mengenang peristiwa sejarah berabad abad lalu dengan mengumpulkan batu dibuat bronjong seperti yang ditemui di tepi sungai besar agar bisa menahan arus sungai yang kuat.

Bronjong ternyata kemudian menjadi mahal di tangan "seniman" petamanan. Boleh jadi bronjong yang banyak dijual di pinggiran kota tidak sampai lebih dari 10 juta... tetapi namanya kreasi seni kan mahal harganya. 

Jadilah patung bronjong itu menemani patung selamat datang di Bundaran HI. Tetapi rasanya kontras, tidak simetris kurang harmoni dengan kemegahan Bundaran HI yang penuh gedung- gedung megah. Entah maksudnya apa membuat patung bronjong di tengah belantara kota yang dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit.

Apakah Gubernur DKI ingin mengingatkan warganya untuk kembali berpikir seperti zaman batu, seperti mengingatkan tentang naturalisasi sungai atau sengaja menyindir betapa keras kepalanya Presiden Republik Indonesia yang tetap keukeuh memindahkan ibu kota keluar Jakarta. 

Sah- sah saja orang berpikiran, sama seperti para penulis yang begitu nakalnya mengulik-ulik kisah-kisah di balik pembuatan batu bronjong.

Kalau mau saya bisa mengumpulkan batu-batu itu di sungai dekat rumah saya di Magelang. Kebetulan rumah saya tidak jauh dari sungai pabelan. Batu-batu yang dibronjong itu malah dengan gratis bisa diambil, dan kalau mau hanya butuh puluhan ribu untuk membeli kawat bronjongannya.

Dan Gubernur Jakarta selalu pintar dalam menafsirkan fenomena. Ia sudah akan memperkirakan netizen dan orang-orang yang usil akan membahas "batu bronjong tersebut". 

Mungkin Gubernur ingin mengalihkan perhatian saat Presiden sedang mewacanakan Perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan, ia ingin titip pesan agar pemikiran-pemikiran yang terkesan lahir dari kepala batu, pemikiran koppig sebaiknya dikerangkeng dalam sangkar kawat. Supaya gaungnya tidak sampai melebar ke mana-mana. 

Ah, itu hanya dugaan penulis abal-abal seperti saya. Yang membuatnya yang lebih tahu, makna dari taman berhias batu bronjong tersebut. Setelah Getah-getih yang bukannya menuai pujian melainkan komentar miring, kini patung batu itu menjadi semakin meyakinkan bahwa Gubernur memang penuh simbol. 

Ia tidak melawan secara frontal, hanya menyindir dengan simbol-simbol. Mungkin Saking pinternya para penikmatnya tidak tahu estetika dari patung tersebut, selain hanya sekumpulan batu yang ditata lalu diikat dengan kawat. Entah kawatnya darimana bisa jadi import dari China sedangkan batu-batunya diambil dari Sungai Ciliwung.

Para penulis jangan berburuk sangka dahulu, setiap karya memang harus dihargai, betapa pun susah menemukan sisi estetisnya. Dalam ilmu nirmana bisa saja ketemu mengapa muncul ide seperti itu. 

Pemprov DKI harus siap menjelaskan tumpukan batu bronjong itu sebagai bagian dari kreativitas, fungsinya dan keterkaitan antara taman dan tumpukan batu.

Sebab akan bertambah liar di pikiran masyarakat yang sangat akrab dengan media sosial. Gubernur secara tidak langsung jelas terkait dengan munculnya batu bronjong tersebut.

Di kalangan Netizen ada yang mengkhawatirkan batu bronjong itu akan dimanfaatkan untuk demo. Ketika sedang marah dan butuh pelampiasan tinggal mengambil dari bronjongan tersebut. Anton D Nugrahanto menafsirkan bahwa batu tersebut sebagai sindiran untuk "singkirkan kepala batu".

batu Bronjong yang ada di taman bekas instalasi gerah getih yang kontroversial itu (cnn.indonesia.comcom)
batu Bronjong yang ada di taman bekas instalasi gerah getih yang kontroversial itu (cnn.indonesia.comcom)
Anies Baswedan Sebagai gubernur akan selalu terkait dengan simbol-simbol, sebab sejak pemerintahannya muncul kata-kata bersayap yang hanya dimengerti oleh orang-orang yang mempunyai imajinasi tinggi. 

Memahaminya perlu permenungan. Dan yang tidak mengerti bahasanya cenderung membullynya. Maka itu Anies akan terus melawan dengan simbol- simbol.

Ketika Jokowi ingin menyindir SBY ia hanya perlu melihat proyek hambalang yang mangkrak. Dan hanya Anies yang mampu membalas sindiran Jokowi dengan simbol. Sama-sama orang Jawa, Lulusan UGM dan hidup dalam suasana kebudayaan Jawa yang penuh simbol.

Itulah, Ketika negara maju sudah memikirkan tentang bagaimana merakit teknologi canggih untuk menggantikan teknologi sekarang yang mulai usang, Indonesia masih sibuk dengan kegiatan sindir menyindir.

Untungnya yang disindir sama-sama Jawa kalau yang disindir suku lain bisa disambit. Ah,  hanya tulisan receh bisa berguna silahkan dibaca tidak  yang boleh sekali baca dan lupakan. Sumonggo. Salam Damai damai saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun