Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Belum Tuntas Tugas KPI Datang Badai Baru, Netflix

14 Agustus 2019   16:16 Diperbarui: 14 Agustus 2019   16:24 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
entertainment.kompas.com

Acara televisi sekarang memang mengkhawatirkan dari sisi edukasi. Hampir semua acara televisi lebih cenderung menjaga hubungan baik dengan sponsor daripada memanjakan penontonnya dengan tayangan berkualitas. 

Televisi yang mencoba idealis akhinya akan "dlongsor"alias jatuh dalam kesulitan finansial yang berimbas pada pemutusan hubungan pada karyawannya. Persaingan antar stasiun televisi saat ini semakin berat. Mereka saling berebut kue iklan agar menguasai waktu waktu primetime di mana banyak penonton sedang standby di depan televisi. 

Ceruk iklan sangat penting untuk kelangsungan hidup televisi. RCTI, SCTV, Indosiar, termasuk stasiun televisi yang sudah cukup lama eksis dan bertahan di tengah munculnya stasiun televisi baru, apalagi saat ini muncul televisi digital yang memungkin banyak perusahaan media besar saling berlomba membuka chanel televisi digital.

Televisi dan Tayangan yang Kurang Mendidik
Menggilanya persaingan bisnis pertelevisian sayangnya menurunkan kualitas siarannya. Televisi besar dan mapan lebih sering mengandalkan acara sinetron dan talkshow yang bisa mengundang iklan. Para pemirsa televisi semakin hari semakin disuguhkan oleh hiburan mengawang- awang yang kadang susah dicerna logika.

Sinetron kejar tayang misalnya sebetulnya dari segi edukasi sangat kurang, bahkan menggiring penontonnya untuk menyukai hedonisme, glamour, gaya hidup yang menampilkan persaingan tidak sehat dan logika adegan yang banyak ditabrak. Yang konyol KPI (jarang menyensor adegan-adegan sinetron yang membuat generasi muda tergiring untuk hidup hedonis). 

KPI lebih sibuk memblur gambar-gambar yang memperlihatkan bagian tertentu dari sosok perempuan seksi. Seharusnya adegan-adegan di sinetron yang tidak mendidik dan hanya mendorong kekerasan, pelecehan verbal yang harusnya mendapat teguran keras.kalau perlu penayangannya dicekal.

Buah simalakama seperti menjadi sahabat pengelola televisi. Sebab ternyata masyarakat masih lebih menyukai dunia glamour, khayalan dan sinetron yang menampilkan sisi dramatis tetapi kosong visi. Yang penting seru dan menimbulkan rasa penasaran dari seri ke seri. Masyarakat terdidik yang lebih bisa mengapresiasi tayangan bernilai pendidikan sangat sedikit, kalah banyak dengan penonton televisi yang hanya mementingkan tayangan hiburan semata.

Stasiun Televisi Vs Serbuan Netflix
Contoh nyata adalah polemik bangkrutnya NET TV yang sangat gencar diberitakan akan merumahkan dan memangkas karyawan dan kru kreatifnya untuk menutup defisit yang diderita NET karena tidak antara pemasukan dan biaya produksi. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) harusnya melindungi televisi yang membuat tayangan idealis yang mengandung tuntunan dan pendidikan.

Pemerintah juga harus tegas menentukan acara- acara berkualitas yang mampu menggiring masyarakat cerdas dalam menonton televisi. Di tengah lemahnya pengawasan KPI dan mulai surutnya penonton televisi karena munculnya Youtube, facebook dan media sosial yang sering menampilkan live streaming dengan kualitas gambar tidak kalah dengan televisi. 

Televisi kata blogger Kompasiana Hilman Fajrian (founder arkademi.com) seperti mengalami senja kala, alias televisi semakin ditinggalkan pemirsanya beralih ke media sosial populer yang lebih mobile dan bisa disaksikan dimanapun cukup dengan dengan smartphone yang bisa dibawa ke mana- mana.

Sekarang dengan kuota YouTube yang semakin murah penonton lebih beralih ke video YouTube. Variasi tayangan  banyak. Tinggal memilih sepuasnya tanpa dipusingkan di mana menontonnya. Sebab bisa saja ketika sedang  di sawah, di ladang, di tepi pantai atau dipegunungan asal mempunyai kuota internet mereka bisa menonton kapan saja.

KPI malah mulai mencoba menyasar YouTube, Netflix dan tayangan dunia maya yang menjadi sasaran sensor. Banyak yang menyarankan KPI benar-benar fokus dulu pada tayangan- tayangan yang ada di televisi. Sebab masalah di televisi saja masih banyak dan jika tayangan sudah terkendali baru KPI menyasar yang lain.

KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai lembaga regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia setingkat dengan lembaga negara lainnya lebih fokus mengurusi acara free to  air (siaran gratis). KPI lebih fokus untuk memberi teguran bagi pengelola televise yang melanggar undang-undang penyiaran dengan tidak mengindahkan batasan umur, tayangan yang tidak layak ditonton anak- anak. Tayangan yang berbau pornografi, acara kontroversi yang mengundang konflik dan memicu rasisme dan pro kontra masyarakat.

Selama ini pekerjaan KPI masih belum maksimal sebab banyak kendala di lapangan yang membuat regulasi penyiaran masih terasa longgar dalam acara- acara tertentu. Serbuan tayangan penyiaran berbayar dengan munculnya Netflix (layanan yang memungkinkan pengguna menonton tayangan kesukaan di manapun, kapan pun,  dan hampir lewat medium apa pun (smartphone, smartTV, tablet, PC, dan laptop) netflix ibaratnya layanan berbayar di You Tube, syarat Netflix gampang hanya menggunakan jaringan internet yang mumpuni.

sumber gambar weradio.co.id
sumber gambar weradio.co.id
Keluarga Pengedukasi Terbaik Tayangan Televisi
KPI tentu menjadi lebih sibuk menangkal siaran-siaran yang masuk ke Indonesia. Dengan televisi sendiri KPI sudah kerepotan apalagi mengurusi netflix dan layanan streaming dari media sosial. Yang penting dalam menyikapi pengaruh buruk siaran adalah keluarga. 

Kalau orang tua cuek dan tidak peduli dengan tayangan yang ditonton anak-anaknya maka percuma koar-koar KPI dan pemerintah untuk membatasi generasi muda menonton tayangan yang kurang bermutu dan tidak mendidik.

Batasan umur di televisi harus ditaati untuk menjaga pengaruh buruk yang bisa saja terjadi akibat konten berkecenderungan pornografi, kekerasan, kejahatan, adegan kekerasan dll. Dan masukan penulis untuk KPI gambar-gambar blur di televisi membuat tidak nyaman penonton, dari blur itu malah mengundang persepsi dan khayalan penontonnya terhadap gambar yang dikaburkan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun