Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Perjalanan Sang Penulis

7 Agustus 2019   16:01 Diperbarui: 7 Agustus 2019   16:14 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasrat menulis dimulai dari suka membaca.(sumber kompas.com/sutterstock)

Tanjakan, turunan, belokan terus sepertinya memang harus kulalui. Begitulah ketika aku memutuskan untuk menjadi penulis. Sejak mengenal bacaan dan akhirnya jatuh cinta pada kegiatan menulis aku harus mulai merasakan betapa susahnya untuk memulai mencintai sebuah pekerjaan, tepatnya sebuah hobi.

Mulai Suka menulis Sejak Suka Membaca
Sejak kapan aku mulai mencintai dunia tulis menulis, tepatnya sih tidak tahu secara persis, mungkin sejak aku mulai bisa menelaah cerita- cerita dari buku Balai pustaka, buku buku sewaan semacam Api di Bukit menoreh dan Kho Ping Ho. Saya bukan termasuk orang pintar, saya hanya suka membaca dan kegiatan itu yang mendorong untuk melirik kegiatan menulis.

Awal mulai menulis juga karena saya mulai terkesima dengan mata wanita dan pesona lawan jenis. Dan karena aku adalah manusia yang pemalu dan tidak cukup berani mendekati perempuan yang aku suka jalan satu- satunya ya hanya menulis. Semua kegalauan, khayalan dan anganku tertumpah di lembar demi lembar kertas. Sejak itu rasanya lega jika sudah menulis. Menulis itu seperti sebuah terapi untuk menyembuhkan kekecewaan demi kekecewaan. Menulis membuat ada satu ruang sempit dan pengap dalam jiwa menjadi lega.

Hasrat menulisku hanya sebatas menulis di lembaran buku. Mula- mula di kertas sisa pelajaran. Aku yang tidak rajin mencatat lebih sibuk menulis dan menggambar vignette sejak SMP. Kalau serius tulisan tanganku sebetulnya cukup bagus, tetapi jiwaku yang labil dan gampang bosan membuat tulisanku beragam. Saat serius dan fokus tulisan boleh dikatakan bagus sekali, tetapi jika akhirnya terlanda bosan tulisan menjadi tidak karu- karuan.

Cinta terpendam yang Membuat Menulis Menjadi Bagian dari Pemecahan Masalah Pribadi
Kenapa di SMA aku belum tertarik menulis di koran?ah, duniaku waktu itu adalah obsesi yang tidak terkata, hanya bisa menulis surat cinta tanpa berani mengirimkannya. Hanya berani melirik tanpa mampu berkata- kata jika tiba- tiba bertemu berhadap -- hadapan. Dan aku hanya bisa menuliskan ungkapan cinta yang hanya terbaca oleh diriku sendiri.

Oh cinta oh derita, oh kenapa harus menjadi penakut untuk bisa menaklukkan cinta perempuan. Begitulah perjalananku sebagai penulis. Dari surat- surat yang tersembunyi kepada calon kekasih yang tidak pernah mampu tersentuh aku kembarakan khayalan dalam tulisan- tulisan yang terbata- bata saat menggambarkan cinta. 

Pada prosesnya aku seperti ingin menggapai bintang dengan menulis. Seperti sebuah cita- cita yang masih mengawang- awang untuk bisa menyentuh mahkota kepengarangan seperti yang digambarkan Arswendo Atmowiloto yang menganggap menulis itu gampang. Setiap kali selesai menulis seperti ada yang masih kurang dan akhirnya aku selalu minder jika ingin mengirimkan tulisan di media massa. 

Aku merasa belum pantas, melihat deretan tulisanku, maka satu buku hanya mampu kubaca sendiri tanpa berani kukenalkan kepada orang lain. Aku merasa geli dengan tulisan -- tulisanku sekaligus kagum saat lama baru membukanya kembali. Ada kejutan yang muncul. Tiba tiba aku heran mengapa bisa menulis dengan kedalaman  tetapi tiba- tiba aku merasa geli dengan beberapa tulisan yang tampak unyu -- unyu bergaya kekanak-kanakan seperti orang yang baru belajar menulis.

Keberanian Memulai  Penting Mengenalkan Tulisan di Media Massa
Perjalanan sang penulis mulai menembus sekat rasa minder. Ada puncak puncak kepuasan ketika tulisan- tulisanku bisa dimuat di surat pembaca koran daerah. Lalu ketika sering muncul di surat pembaca aku tingkatkan levelku menyentuh halaman opini ( waktu itu sekitar 1998 ) satu artikel masuk dan dimuat di Koran Bernas Jogja. 

Waooooow keren, tulisanku bersanding dengan para dosen dan penulis profeional. Sayangnya kembali aku merasa belum yakin bahwa ada harapan untuk total menjadi penulis. Tidak, saya seorang guru yang pada akhirnya harus mencerdaskan anak bangsa di depan kelas. Ah. Kembali merunduk dan menghilang dari garis edar dunia tulis menulis. Aku masih menulis tetapi terbatas di kertas folio dan buku bergaris. Hasrat menulis tidak sepi sepi amat, karena masih aktif di gereja dan mengelola majalah  gereja sebagai pemimpin redaksi. 

Melihat tulisan- tulisanku beberapa orang menganggap aku layak sebagai penulis. Aku sendiri tidak yakin. Maka sesekali aku juga menulis di majalah daerah dengan titik fokus pada berita- berita tentang gereja dan ruang lingkupnya. Aku akhirnya nekat, menjadi kontributor di majalah itu sebagai penulis lepas dan loper majalah yang menjajakan majalah di lingkungan- lingkungan sambil mencari sosok atau tokoh yang bisa aku tuliskan jejak inspirasinya, semacam tulisan profil dan mencoba mengemasnya seperti feature. Kalau kukoleksi mungkin sudah puluhan tulisanku di majalah itu belum banyak tapi cukup memuaskan hasrat sebagai penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun