Ada dua sisi dalam genre tulisan saya kali ini. Ketika bicara tentang politik saya akan tulis di blog sebelah (pepnews) sedangkan jika sedang menulis budaya dan sisi humanioranya saya menuliskannya di Kompasiana.Â
Saya pernah (sedang) menulis politik dan asyik memang, sebab sensasinya untuk memaki dan menjelek- jelekkan orang memuaskan jiwa, tetapi sebetulnya ada jeritan hati nurani ketika saya tanyakan lewat permenungan, meditasi ataupun semacam introspeksi diri.
Pertaruhan Nurani Penulis
Ketika saya memaki tentang seseorang yang halusinasi karena ngebet ingin menjadi presiden, meskipun puas bisa mentertawakan tingkahnya tetapi lalu ada perasaan bersalah, mengapa harus ikut-ikutan memaki dan mengolok- oloknya.Â
Bukankah jika saya dalam posisi sama dengan beliau kegalauan tingkat dewa akan mendera. Bisa jadi saya sudah lebih dahulu gila.Â
Beliau pasti orangnya tangguh karena sudah kenyang pengalaman kalah, kenyang dimaki dan diolok- olok, Saya jika diperlakukan begitu mungkin sudah gantung diri di pohon taoge hehehe saking stres dan sedihnya.
Memaki- maki di kotak suara dengan sok-sokkan menjadi analis dan mencoba menjadi pengamat politik sungguh sebuah keberanian. Beberapa artikel saya nagkring di Highlight ada beberapa yang Headline, tetapi ada semacam kontra bathin yang mendera ketika saya ikut- ikutan memaki.Â
Sekarang saya ingin menyudahi kecamuk pikiran dengan menulis tentang humaniora, menulis dari sudut pandang budaya.
Menulis Berbagi Ilmu dan Tuntunan
Menulis itu memang bukan sekedar mengeluarkan unek- unek, tetapi harus juga mampu memberi masukan atau tuntunan tanpa harus menggurui.Â