Tiba - tiba saya ingat MRT. Mass Rapid Transit ( Moda Raya Terpadu)sejak awal pembangunannya saya sudah bermimpi ingin merasakan euforianya. Dan benar= benar akan saya jejaki mimpi itu ketika sudah sampai di mulut pintu stasiun HI . Turun menginjak tangga dan melihat pelan- pelan bagaimana sih ruangan stasiun bawah tanah itu.
Oooowww luar biasa. Sebuah stasiun dengan sentuhan modern hampir mirip mall dan boleh dikatakan seperti di Jepang atau Singapura (padahal asli saya sendiri belum pernah menginjakkan kaki di Jepang.
Mengukur Peradaban saat Menikmati MRT
Ini sebuah peradaban baru. Transportasi umum yang akan menciptakan peradaban baru. Tetapi saya sebetulnya terlalu dini jika bersorak, saya masih pesimis apakah MRT mampu mengurangi tingkat kemacetan akut Jakarta. Sebab mengubah perilaku manusia urban itu tidaklah gampang, butuh waktu bertahun -- tahun.Â
Bisa jadi kesenangan masyarakat cuma sejenak, setelah masa  kehebohannya reda masyarakat kembali melakukan pengulangan. Kembali berdesakan, menyusur kemacetan metropolitan. Kendaraan pribadi tetap menjadi andalan dan bila terhambat dan macet lagi  - lagi yang disalahkan bukan dirinya sendiri tetapi pemerintah. Ini adalah watak dasar manusia Indonesia (termasuk saya tentunya).
Sempat jengah melihat polah tingkah  masyarakat saat masuk dalam MRT (dalam bathin norak,kampungan, ndeso. Padahal saya juga ndeso tapi tidak sekampungan mereka yang menggelantung dan naik- naik kursi). Hooii jangan malu - maluin negara dong. MRT itu adalah sebuah gambaran peradaban manusia.Â
Polah tingkah manusia tergambar di situ. Yang sering buang sampah sembarangan perlu dididik untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya.Â
Yang tidak terbiasa antre ayo dong belajar bagaimana antre dengan tertib. Biasakan dahulukan penumpang yang turun dan tidak menghalangi jalan penumpang yang turun.Â
Lihat tanda- tanda garis. Yang merasa masih muda dan kuat ngalah bila ada orang tua atau anak kecil yang masuk. Persilahkan duduk, sekali lagi jangan membuat fasilitas umum cepat rusak dengan menginjakkan kaki di kursi atau bergelantungan seperti kera.Â