Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

(Suduk) Menjadi terkenal karena Kompasiana

28 Januari 2016   22:53 Diperbarui: 28 Januari 2016   23:02 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya terlalu tinggi sebetulnya saya menganalogikan bahwa saya terkenal, tapi dari yang bukan siapa-siapa tulisan-tulisan saya yang terpublish di Kompasiana menjadi referensi Dosen untuk makalahnya dalam event seminar nasional, tersebut dalam makalah mahasiswa lewat bacaan referensi dari Kompasiana. Bukan hanya itu tulisan sayapun mampir dan menjadi opini di portal Lensaberita.Net. Di situ nama saya dipampang besar sebagai Judul berita. Di kaskus puisi saya di kompasiana di deretkan sebagai kumpulan puisi berderet dengan penulis lain, saya ingat judulnya Sang Pemimpin. Puisi itu saya publish di Kompasiana sekitar tahun 2010. Juga artikel berjudul, Sri, Sri Mulyani dan Srikandi

 

Tercantum di blog lain tanpa saya ketahui. Mungkin Kompasiana yang tahu. Tapi saya masih bisa cukup lega karena nama saya masih tercantum di situ. Itung-itung numpang ngetop. Ketika mengecek nama saya di google ternyata banyak artikel saya di kompasiana dimanfaatkan portal-portal berita lain. Saya tidak tahu apakah ada aturan tertentu bagi hak cipta tulisan di internet, dan apakah ada feenya jika opini di Kompasiana di catut di Media online berbasis berita. Tentunya wartawan di dalamnya akan mendapat upah dari menulis tapi jika hanya copy paste ya…dari media keroyokan semacam kompasiana yang notabene tidak di bayar apakah penulis seperti saya terbilang rugi?

Tapi, biarlah hasil tulisan itu nanti akhirnya akan menemui takdirnya sendiri. Senang –senang saja nama saya ikut terkenal dan itu berarti tulisan saya mendapat apresiasi dari berbagai kalangan sebagai bahan referensi. Kalau beruntung ya tulisan tulisan saya nanti akan terkumpul menjadi sebuah buku, tercantum di beberapa buku sebagai kata-kata “bijak” dari penulis blog keroyokan. Dari ratusan tulisan saya tersebut meskipun tidak dibayar tapi adalah sebuah sebuah proses panjang, bagaimana menumbuhkan kecintaan pada dunia tulis menulis. Menulis itu sebuah panggilan jiwa, sebuah perjuangan untuk mendapat preferensi, pengakuan sebagai pengarang, sebagai orang kreatif yang menciptakan rangkaian kata-kata menjadi bermakna dan bermanfaat bagi pembacanya.

Kompasiana telah membentuk diri saya untuk menjadi penulis yang sabar dan setia menjalani liku-liku persoalan kepenulisan. Awalnya ada rasa minder, sebab jika membaca tulisan kompasianer lain, terasa teramat kecil kontribusinya. Bayangkan saja saya harus ikut berebut perhatian dengan praktisi media, Jendral angkatan Udara(Marsekal), Pensiunan perwira polisi, Jendral angkatan darat, bahkan doctor yang telah malang melintang di dunia kepenulisan, apalah saya seorang guru yang terlalu berani menyumbangkan tulisan remeh temeh ke khalayak. Tapi tanpa terasa 5 tahun lebih berlalu, artikel—artikel yang terkumpul telah melewati dua ratus empatpuluh Sembilan dan artikel yang saya tulis ini menggenapi tulisan saya menjadi 245.

Saya tidak tahu apa penilaian pembaca, mungkin tidak banyak yang komen tapi dari ratusan tulisan itu, kemudian beberapa diantaranya bisa menjadi referensi bagi makalah ilmiah, makalah seminar nasional, bukankah itu suatu pencapaian fantastis(menurut ukuran penulis).Saya yakin setiap tulisan yang terpublikasikan tetap akan mendapat apresiasi, setiap tulisan adalah buah dari proses kreatif, bagian dari permenungan, bagian dari pengendapan akan pengalaman hidup. Saya kagum dengan beberapa penulis, yang dengan sabar mampu melihat sisi kelemahan diri sebagai modal untuk berkembang. Mampu memanfaatkan kisah hidupnya sebagai bahan motivasi bagi orang lain untuk tidak mudah putus asa menghadapi persolan hidup sehari-hari. Manusia adalah persoalan itu sendiri. Setiap manusia mau tidak mau harus menghadapi masalah demi masalah.

Jika penulis kreatif, masalah itu bisa menjadi bahan untuk menulis, entah artikel, cerpen, novel, atau malah buku motivasi yang akhirnya bisa menjadi Best seller. Raditya Dika sang Penulis muda mengeksplorasi ketidakberuntungannya dalam urusan percintaan dengan membuat tulisan-tulisan komikal, yang memanfaatkan kelemahan diri menjadi bahan candaan yang renyah. Bermula sebagai seorang blogger , raditya Dika menjadi penulsi novel yang sukses, aktor dan produser Film. Iklan produkpun memanfaatkan ikonnya yang kocak dan sedang ngetop untuk menaikkan oplah produknya. Jadi bagilah cerita duka sebagai pelajaran untuk beranjak kuat menghadapi cobaan-cobaan hidup yang datang silih berganti, berbagi suka untuk mengingatkan bahwa tidak selamanya mansuia terbelenggu duka nestapa.

Di Kompasiana banyak tulisan-tulisan yang menginspirasi, terutama ketika membaca tulisan Om Tjiptadinata Effendi. Senang membaca tulisan Mas Thamrin Sonata, penulis, penggagas penerpbitan alternative Peniti Media, Pak dosen pemerhati Ekonomi Faisal” sesat pikir” Basri, yang tidak diragukan lagi kualitas analisis datanya jika berbicara masalah ekonomi. Akang Pepih Nugraha Sang COO Kompasiana yang berjasa besar hingga Kompasiana melesat sebagai media keroyokan yang punya relawan penulis sampai ratusan ribu. Lebih banyak sukanya daripada dukanya bergabung dengan kompasiana.

Banyak event-event yang bisa diikuti kompasianer untuk mendapat”durian runtuh” dengan hadiah-hadiah menarik jika menang dalam ajang lomba penulisan content blog. Kontribusi blogger tidaklah kecil, sebab banyak perusahaan besar, menyediakan dana cukup besar untuk menampung tulisan para blogger. Tulisan kompasianer itu sebentuk promosi yang relatif low budget, karena memang penulis- penulis blog itu tidak dibayar. Sekarang blogger dan para freelancer tulis menulis boleh tersenyum sebab akan banyak tersedia lahan bagi para penulis blog untuk mengembangkan pendapatan. Banyak event berhadiah besar menanti. Akhirnya tergantung para penulis sendiri untuk menggiring takdirnya. Tanpa usaha dan semangat belajar terus menerus niscaya harapan tercapai. Tanpa usaha untuk mempublikasikan tulisannya niscaya ia hanya bagian dari jalan sunyi kehidupan. Tanpa cerita tanpa sejarah.

Jakarta, 28 Januari 2016

Ign Joko Dwiatmoko

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun