"Aku adalah engkau, engkau adalah aku." Sebuah pengingat bahwa segala makhluk hidup terhubung dalam satu kesatuan jiwa semesta. Bila kita benar-benar memahami ini, maka merusak hutan secara serakah adalah sama dengan melukai diri sendiri.
Hutan bukan hanya alas untuk pohon dan rumah bagi satwa, ia adalah cerminan martabat manusia. Ketika kita merawat hutan, kita sedang menjaga harmoni dengan alam, menegakkan nilai-nilai kasih, keselarasan, dan rasa hormat terhadap kehidupan yang membumi. Berbalik pada nyata, hutan yang dijarah, dihancurkan, dan direndahkan martabatnya ditebang serampangan. Hutan dibakar hanya demi laba semata. Bak jubah peradaban yang ditanggalkan mengubah diri menjadi pencoleng kayu.
kita memandang hutan bukan sebagai penggoda mata bahkan sumber daya dari keserakahan, tapi sebagai nafas dalam kehidupan ini. Setiap batang kokoh yang tegap berdiri, setiap akar yang menyerap air, setiap daun yang menghembuskan udara adalah bagian dari kita. Maka menjaga martabat hutan berarti menjaga martabat kita sendiri sebagai manusia tidak sebagai pencoleng kayu.
Kita tak butuh gelar untuk mulai peduli. Cukup satu kesadaran: bahwa alam adalah diri kita yang lain. Rasa teramat pedih jika kita merusak hutan seperti menusuk seribu jarum ke dada kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI