Ketidak teraturan, kacau, dan merasa bias dalam proses pembelajaran di kelas. Suasana pembelajaran tersebut hampir sudah pernah dirasakan oleh semua guru. Padahal rancangan pembelajaran sudah disusun secara ideal sebagaimana mestinya namun tetap saja suasana kelas selalu terdistraksi oleh-oleh hal di luar perencanaan. Apakah karena kelas tersebut berisi anak-anak "belum mampu mengontrol diri" semua atau kurangnya kemampuan pedagogis guru dalam manajemen kelas? atau jangan-jangan yang paling utama adalah karena adanya kecemasan, ketakutan, dan kehilangan fokus baik dari guru maupun anak-anak didiknya.Â
Anomali atau ketidak teraturan  pada suasana pembelajaran, bukan hanya ditinjau dari ketangkasan pedagogis guru ataupun sifat pola perilaku ekstrim anak-anak didik. Mungkin saja ada faktor abstrak yang terabaikan pada anomali ketidak teraturan tersebut. Faktor yang sering terabaikan ketidak selarasan gelombang otak kita dengan anak-anak didik. Anak-anak didik mungkin berada di tataran sinyal gelombang beta tinggi (fokus dan aktif), di sisi yang lain banyak juga anak didik di sinyal dalam kondisi gelombang luar kendali, mengantuk, atau melamun. Hal ini menjadi satu di antara yang membuat kolaborasi menjadi sulit tetapi juga menghambat terbentuknya iklim belajar yang optimal. Gelombang otak memiliki peran besar dalam menyerap informasi, fokus, dan bahkan membangun koneksi sosial dalam proses pembelajaran.Â
A. Mengenal Jenis Gelombang Otak.
Otak manusia selalu tak pernah berhenti berpikir. Dalam gerak yang tak pernah berhenti itu, sel-sel neuron penyusun otak bergetar secara halus menghasilkan frekuensi-frekuensi gelombang tertentu, frekuensi yang terklasifikasi sebagai berikut:
1. Gamma (≥35 Hz): Terkait dengan pemrosesan informasi tingkat tinggi dan pembelajaran intensif.
2. Beta (12–35 Hz): Berhubungan dengan konsentrasi, logika, dan aktivitas sehari-hari.
3. Alpha (8–12 Hz): Muncul saat relaksasi dan dapat meningkatkan imajinasi serta memori.
4. Theta (4–8 Hz): Terkait dengan intuisi dan meditasi mendalam..
Pada kondisi anak-anak didik di pemancaran gelombang otak Beta,tentu kondisi kesiapan mental anak didik dalam tingkat fokus dan menghidupkan logika atau anak didik dalam gelombang Alpha dimana dalam kondisi relaks.Â
Penelitian seorang ahli saraf interpersonal, Giacomo Novembre, Ahli saraf kognitif dari Institut Teknologi Italia  menunjukkan bahwa ketika individu berinteraksi erat, seperti dalam kegiatan belajar bersama, gelombang otak mereka dapat menjadi selaras. Fenomena ini, dikenal sebagai interbrain synchrony telah dikaitkan dengan peningkatan pemahaman, kerjasama, dan kinerja tim. Di pendidikan, sinkronisasi antara otak guru dan anak-anak didik. Upaya untuk melakukan keselarasan gelombang otak antara guru dan anak-anak didik dapat berdampak sangat berarti seperti meningkatkan daya ingat materi dan partisipasi aktif anak didik, membangun empati, dan kebermaknaan produktifitas dalam proses belajar.
 B. Penerapan Menyamakan Gelombang Otak di Sekolah
"Dengar-dengar suara yang menakjubkan ini, membawaku kembali ke rumah sejatiku."
Sebuah kalimat "mantra" yang selalu dibunyikan oleh para pendidik di Sekolah Ekayana Dharma Budhi Bhakti: The first Mindful School in Indonesia. Sekolah yang berlokasi di utara Jakarta lebih tepatnya di Sunter Agung. Para pendidik melontarkan kalimat tersebut sambil diiringi dengan alunan 3 kali ketukan bunyi genta. Pembiasan mengundang bunyi genta sebagai budaya yang dilakukan sebelum memulai dan mengakhiri proses pembelajaran. Suatu pembiasaan yang dilakukan sebagai upaya penyelarasan frekuensi mental dan pikiran. Penerapan yang berdasarakan peran gelombang otak langsung dalam proses belajar anak. Misalnya, gelombang alpha (8-12 Hz) berhubungan erat dengan relaksasi dan fokus optimal, kondisi yang ideal untuk menerima informasi baru. Jika seorang anak didik tidak dalam kondisi gelombang otak yang sesuai, maka upaya belajar bisa seperti mengisi air ke dalam wadah gelas yang rapuh dan bocor.
   Â