Mohon tunggu...
dwi apriyanto
dwi apriyanto Mohon Tunggu... Guru - Mencoba mencari pencerahan untuk melengkapi hidup

Guru Skh Pelangi Anakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Donat Gula Halus

18 Juli 2019   12:59 Diperbarui: 18 Juli 2019   13:13 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sangat menyukai donat gula halus harganya yang murah dan rasa manis yang hanya dihasilkan oleh gula membuat makanan ini menjadi jajanan favoritku sejak kecil hingga dewasa. Ibu Nani adalah tetangga terdekat rumah yang berdagang beraneka ragam kue dan jajanan lainnya setiap pagi. Aku adalah salah satu pelanggan setia dirinya. Suami Ibu Nani adalah seorang tukang jahit tas dan juga berbagai pakaian yang bekerja di rumah sendiri, penghasilannya yang kurang sebagai tukang jahitlah yang memaksa ibu Nani harus berjualan untuk bisa membantu suaminya membiayai sekolah ketiga anaknya.

Setiap pagi sewaktu hari sekolah atau hari libur aku selalu mendatangi lapak dagangannya yang berada di sebelah kiri jalan raya. Setiap pagi anak yang paling kecil akan selalu membantunya. Diah nama anak itu, manis, putih, ceria dan sederhana seperti donat gula halus, hanya saja ia tidak berbentuk lingkaran dengan lubang ditengah

"Mas Budi" Sapaan Diah padaku di setiap pagi saat aku mendekati lapak dagang ibunya.

"iya..." Hanya itu sapaan balasan ku di setiap pagi untuknya.

"Masnya mau apa ?" begitu cara ibu Nani menyapa ku di setiap pagi.

"Donat yang pakai gula halus bu 4" dan begitulah cara ku membalas ibu Nani.

Aku memilih sendiri donat-donat yang akan aku beli lalu aku menyerahkan kepada ibu Nani yang kemudian dia masukan kedalam sebuah toples astor yang sudah berisi gula halus, Diah kemudian mengocok toples itu sampai donat-donat yang ada di dalam menjadi putih tertutupi oleh gula. Begitu selesai Diah akan menyerahkan kembali toples itu kepada ibu Nani untuk dimasukan ke dalam plastik, dan aku akan memberikan uang untuk membayar donat-donat gula halus itu.

***

Suatu ketika di minggu pagi. Aku sudah terjaga namun masih belum keluar kamar. Ku dengar seseorang sudah bertamu dan berbicara dengan ibuku, pembicaraan itu disertai isak tangis. Aku mengenali suara isak tangis itu namun tak ku putuskan untuk menguping toh juga aku akan bertanya kepada ibuku. Tepat pukul 7 pagi suara salam terdengar, sang tamu telah pergi dan menyelesaikan urusannya.

"Siapa Ma ?" ujarku seraya keluar dari kamarku, "mama" adalah panggilan untuk ibuku di dalam keluarga, para tetangga lebih sering memanggilnya dengan "bude" suatu nama panggilan untuk wanita yang sudah tua dari jawa.

"Ibu Nani de" balasnya seraya merapihkan gelas dan botol.

"Ada apa bu Nani pagi-pagi kesini ma ?" Tanya ku lagi seraya menyalakan televisi.

"Habis cerita-cerita sama mama. Ya gusti kasihan dia" balasnya lagi, mataku tertuju pada kantung plastik putih yang berisi 4 donat gula halus.

"Kasihan bagaimana maksudnya ?" kini aku sudah memegang kantung plastik berisi donat gula halus itu.

"Dia barusan minjam uang ke mama, dan cerita mengenai keluarganya" kata ibu memulai ceritanya.

"Kamu tahu kan de, soal anak-anaknya bu Nani itu ? Yulia anak pertama mereka telah kabur dari rumah dan kabarnya telah hamil diluar pernikahan, lalu Aulia anak kedua mereka katanya kemarin ketahuan membawa seorang lelaki ke dalam rumah oleh pak Tohar, namun katanya saat ditegur pak Tohar bapaknya tidak terima dan terjadi pertengkaran antara pak Tohar dan suaminya bu Nani. Pernah juga ada yang bilang kalau anak keduanya itu telah menjadi seorang penari di sebuah klub malam" ibu berhenti bercerita dan meminum sisa air yang ada di dalam gelas.

"Budi tahu ma soal cerita anak pertamanya, tapi soal anak keduanya Budi gk tahu" aku berhenti menyantap donat ku yang kedua sebelum melanjutkan untuk berbicara kembali.

"Terus gimana lagi tadi ma ?" ujar ku kembali.

"Bu Nani tadi ingin meminjam uang untuk membayar uang sekolah Aulia dan Diah, penghasilan mereka tidak cukup karena akhir-akhir ini penghasilan mereka berkurang, semakin banyak tukang jajanan baru dan Aulia semakin banyak meminta uang untuk keperluan sekolah padahal tidak jelas digunakan untuk apa" ujarnya kembali padaku. Pagi hari minggu itu aku habiskan untuk berbicara dengan ibuku.

Tak lama beberapa bulan kemudian kebenaran kabar mengenai Aulia tersebar di sekitar tempat tinggalku, sebuah berita menayangkan sebuah penggeledahan klub malam dan mendapati Aulia sebagai penari hiburan klub malam yang masih di bawah umur, ia pun ditangkap oleh polisi yang bertugas dan keluarga ibu Nani harus menjemputnya. Setelah kabar itu tersebar Aulia meninggalkan rumah ibu Nani dan tidak terlihat kembali lagi, keluarga ibu Nani yang sepertinya tidak tahan dengan para tetangga juga memutuskan meninggalkan rumahnya. Mereka menghilang tanpa jejak dan tanpa pesan

***

Mengingat kembali cerita keluarga ibu Nani membuat ku sadar tidak mudah untuk menjadi orang tua dan mendidik anak, khususnya perempuan. Hal itulah yang membuatku terkadang takut untuk menikah selain memang hubunganku dengan wanita memang sangat jelek. Untuk itu aku lebih memilih menghiburku diri sendiri dengan hiburan di sebuah klub malam.

Tidak harus ada hubungan yang serius hanya bersenang-senang tanpa memandang status dan melupakan semua masalah, sesudah itu semua akan kembali kepada asal lagi.

Namun di suatu malam aku bertemu seorang wanita, perbedaan usia kami terpaut cukup jauh, kami tak saling bicara hanya bertukar pandang, bergerak menghibur diri, melampiaskan dahaga nafsu dalam diri. Setelah itu barulah kami bicara.

"Apa kabarmu sekarang ?" Tanya ku seraya mengambil rokok dan membakarnya.

"Temui aku besok malam di kafe itu ?" ujarnya seraya ia mengenakan kembali pakaiannya.

"Yang mana ?" Tanya ku yang masih berbaring di tempat tidur.

"Yang menjual donat dengan harga yang hampir sama dengan dadaku" dia telah selesai berpakaian dan pergi.

Aku mengikuti kata-katanya dan menunggu di kafe yang terkenal dengan donat mahal itu, Rasanya tidak terlalu sepadan dengan harga namun donat tetaplah donat aku tetap menyukainya. Tak lama wanita itu datang.

"Bagaimana kabarmu ?" aku langsung bertanya kepadanya.

"Kau sudah tahu dan merasakannya semalam" jawabnya

"Cukup sulit untuk mencarimu setelah kau pergi, namun tak kusangka kau berakhir seperti ini" aku mencoba mengeluarkan setumpuk pertanyaanku satu per satu.

"Simpan kata-katamu untuk dirimu sediri mas, kau pun berakhir tidak jauh lebih baik dariku" kali ini dia yang mengambil rokok dan membakarnya.

"Bagaimana kabar orang tuamu ? ibu dengan susah payah membesarkanmu agar kau tidak bernasib sial seperti kedua kakakmu" aku kini meminum kopi hangat yang seharga uang makanku sehari, sial pikirku kenapa kopi ini begitu mahal.

Ia menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya sebelum bicara "Ibuku telah meninggal, dan ayahku terkena stroke, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain berbaring dan mengedipkan matanya. Aku terpaksa harus bekerja, tapi apa yang bisa ku kerjakan selain pekerjaan ini aku hanya wanita miskin yang putus sekolah"

"Dah.." aku mencoba menyebut namanya sebelum dia menghentikanku

"Namaku sekarang adalah Dinda" ujarnya saat menyelaku

"Dinda ? Diah lebih indah di telinga, aku bisa menolongmu, apakah bisa kau.."

"Cukup mas.. aku kira kau tidak perlu menolongku, mungkin kita sama-sama telah hidup dalam dunia malam akan tetapi aku berbeda dengan mu, aku berada disini karena aku yang membutuhkan kehidupan ini" ia berhenti menghisap rokoknya dan memandangku serius.

"Akupun juga membutuhkan kehidupan malam ini tapi aku sadar tidak selamanya kita bisa dalam malam, tidak selamanya kita harus bersembunyi-sembunyi mencari kebahagiaan." selaku

"Kau hanya membutuhkannya karena kau tidak punya tempat untuk melampiaskan nafsumu, sedangkan aku membutuhkannya untuk menyambung hidupku. Aku sudah mendapatkan kutukan kehidupan malam karena kedua kakak ku yang tolol tapi tidak dengan kau, kau hanya tersesat dalam jalanmu. Mungkin kau bisa kembali ke jalan yang benar dengan seluruh kebaikanmu di masa lalu tapi tidak denganku, tidak ada kebaikan dalam diriku lagi mas" kini matanya lebih serius dibandingkan sebelumnya.

Aku mencoba mencari kata, memang telah lama aku mencari dia selama ini tapi aku tidak menyangka akan seperti ini aku bertemu dengannya. setelah pertemuan kami yang penuh diam semalam aku secara tidak sengaja melihat foto ibu Nani tetangga lamaku dan saat itu aku tahu bahwa Dinda adalah Diah, si bungsu penjual donat manisku.

"Sudahlah mas, aku bukanlah anak gadis penjual donat yang dulu kau kenal, aku hanyalah seorang perempuan malam, jika kepuasan nafsu yang kau cari maka temuilah aku namun jika cinta yang cari kau tidak bisa mendapatkannya dariku" setelah itu dia pergi meninggalkan ku. Aku hanya duduk termenung memandangi selusin donat yang tertata rapih di dalam kotak danmemakannya kembali. Mungkin memang benar nasib ku dengan perempuan memang selalu sial.

Pagi selanjutnya aku mulai seperti biasa, membuka HP dan melihat berita online, sebuah kabar berita menarik perhatian ku dengan judul seorang perempuan malam terbunuh oleh teman kencannya. Menurut berita itu sang pelaku mengaku kesalkarena dihina oleh sang perempuan malam, katanya sang pelaku tidak terima di bilang bau oleh si perempuan malam. Aku tersenyum geli dan berkata dalam hati "Semoga itu bukan kau Dinda"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun