Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Inilah Alasan Kenapa di Rel KA Ada Batu Kricak

24 September 2021   16:52 Diperbarui: 24 September 2021   16:55 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumen @widhi_project

Setelah lebih dari satu setengah tahun #dirumahsaja, akhirnya saya kembali melakukan perjalanan jarak jauh dengan menumpang kereta api. Mendengarkan alunan roda-roda si kuda besi berkejaran di atas rel membawa saya pada kenangan masa kecil.

Seperti tokoh novel Totto-chan, saya adalah pencinta kereta api sejak kecil. Kereta api menjadi transportasi terfavorit. Setiap berlibur ke kampung halaman orang tua di Jawa Timur kami selalu naik kereta api. Satu-satunya moda transportasi yang paling bersahabat. Murah meriah, menyenangkan, dan relatif aman.

 Kami sekeluarga selalu berkereta api dengan bawaan seabrek, termasuk selimut dan bantal untuk tidur di kereta. Terbayang betapa repot orang tua kami. Karena masih kecil, saya tidak terlalu memikirkan hal itu. Toh bagi orang tua kami, yang dibutuhkan dari anak-anaknya hanyalah kepatuhan.

Bagaimanapun kami harus menempuh perjalanan yang relatif lama. Dua kali ganti kereta api dengan total perjalanan selama  kira-kira 8-9 jam. Belum terhitung waktu perjalanan dari rumah ke Stasiun Tawang; dan dari Stasiun Pasar Turi ke Stasiun Gubeng di Surabaya.

Seingat saya, sebelum subuh kami sudah naik becak ke Stasiun Tawang; dan sekitar pukul 9 malam kami masih harus naik becak lagi untuk mencapai rumah kakek-nenek.     

Patuh bukan sekadar mengikuti aturan-aturan selama dalam perjalanan, tetapi juga tidak meminta dibelikan jajan ini-itu. Ibu sudah menyiapkan cukup banyak bekal untuk seluruh keluarga, minimal untuk anak-anaknya yang masih kecil.   

Meskipun sudah berjanji untuk patuh, tetap saja di antara kami ada yang rewel. Oya, yang rewel itu bukan saya! Haha .... Namun, ayah saya cukup cerdas untuk mengalihkan perhatian anaknya yang rewel; atau setidaknya untuk memberikan pengertian.

Dahulu kala suasana gerbong kereta api kelas ekonomi tidak berbeda dengan pasar tiban, terlebih lagi saat KA berhenti di stasiun. Aneka penjual tumplak menyatu dengan penumpang kereta. 

Berbagai jenis makanan/minuman dijajakan di atas gerbong. Pecel, nasi rames, kopi/teh dan aneka minuman panas; aneka minuman dingin; macam-macam jajanan, dan sebagainya.

Ketika ada di antara anaknya rewel minta dibelikan penganan, sontak ayahku akan berseru, "Hei coba dengar suara roda kereta api!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun