Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resensi Novel: Belis Imamat

22 November 2020   13:18 Diperbarui: 22 November 2020   13:31 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: @dwi_klarasari

Belum lagi doa-doa suku jam, doa angelus, doa rosario, dan doa-doa novena pribadi yang mengisi sela-sela waktu yang kosong. Doa menjadi unsur senyawa aktif yang bertebaran di atmosfer wilayah biara seperti oksigen dalam udara bebas, sehingga siapa pun yang masuk wilayah ini wajib menghirupnya (hlm. 17).    

Namun, selain ketekunan dalam ritual doa, para frater dalam biara juga dituntut untuk bergaul dengan diktat-diktat kuliah-Filsafat, Teologi, Budaya, dan banyak lagi. Biara mereka adalah seminari tinggi, sebuah lembaga pembentukan, pendidikan, dan pembinaan calon imam Katolik.   

Dalam novel ini, jalan panjang panggilan seorang calon imam dikisahkan cukup riil meskpun tidak detail. Boleh jadi, pembaca yang selama ini 'buta' perihal pendidikan seminari atau mengira tahbisan imam hal biasa, akan dicelikkan saat membaca novel ini.

Untuk tampil sebagai diakon lalu ditahbiskan menjadi imam ternyata bukan perkara gampang. Dibutuhkan masa pendidikan sekitar 10 tahun terhitung usai lulus seminari menengah atas (setara SMA). Dalam kurun waktu itu tak sedikit tantangan dan rintangan menghadang.

Tingginya standar intelegensi, ketekunan spiritual, penghayatan kaul, relasi dalam komunitas, dan kesehatan prima, hanyalah syarat-syarat minimal. Sementara kenikmatan duniawi-hidup bebas, makan enak, tampil perlente, bahkan punya pacar-senantiasa melambai-lambai siap menjegal para calon imam.

Bila tidak memenuhi syarat minimal atau  terjegal, perjalanan seorang frater menuju tahbisan imamat bisa terhenti kapan saja.

Kata filosofis kitab suci, "Banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih." Banyak yang diterima menjadi frater, sedikit yang dipilih menjadi imam. ... Menjadi imam sekalipun kurang diminati dan kebutuhannya tinggi, tuntutannya tak jinak (hlm. 184).     

Tokoh Aku pun tak gampang menjalani hidup di biara. Ada kalanya dia tak sanggup melawan kemalasan. Ada pula saat dia kesulitan merangkai khotbah atau muak dengan diktat serta tugas kuliah. Sesekali ada rasa ingin menjadi seperti orang-orang di luar biara.

Satu momen menghebohkan bahkan terjadi pada sosok Aku. Dia jatuh cinta pada seorang gadis. Namun, novel ini agaknya ingin menegaskan bahwa peranan Roh Kudus dan kehendak Ilahi adalah faktor X yang sulit dipahami. Aku sukses melewati masa pendidikan, bahkan cinta pada 'si bintang jatuh' yang sempat menggoyahkan hatinya dengan elok berubah menjadi cinta persaudaraan nan indah.

Namun, semua belum berakhir!

Bagaimanapun, rencana Tuhan sering kali tak terselami. Pada masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Sumba, Aku dipertemukan dengan keluarga yang bertalian darah dengan Ros, wanita yang melahirkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun