Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Bos Turun Tangan

12 Agustus 2020   21:26 Diperbarui: 12 Agustus 2020   21:45 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
janeb13 - pixabay.com

Batas waktu pendaftaran peserta lelang proyek hanya tersisa lima jam. Waktu tersebut juga mesti dikurangi jeda istirahat yang diterapkan di kantor pemerintah tersebut. Walaupun sudah berjam-jam antre dan mengikuti semua prosedur, tetapi berkas tender yang diajukan Rokan dan Nia belum juga diproses oleh panitia.

Sejak awal keduanya melihat ada ketidakberesan, bahkan merasa seperti dipersulit oleh oknum panitia pendaftaran. Petugas menolak berkas yang sudah terjilid rapi hanya karena ada sedikit salah ketik di bagian lampiran. Kesalahan tersebut sebenarnya tidak signifikan, dan pada sejumlah tender juga tidak pernah dipermasalahkan. Entah kenapa petugas bahkan tak merespons janji Rokan untuk secepatnya menyusulkan revisi.

'Begitu saja kalian tidak becus. Sudah, biar saya sendiri yang bereskan! Tunggu saya di lobi utama!' demikian jawaban si bos ketika Rokan menelepon untuk melaporkan situasi yang dihadapinya.

Setelah waktu istirahat berlalu, Rokan menunggu di lobi sesuai perintah atasannya. Sementara itu, Nia masih saja sibuk melobi sejumlah anggota panitia. 

Secara pribadi, ia bertekad meluluhkan hati para petugas sebelum si bos datang. Sebagai karyawan senior, ia tidak ingin kembali ke kantor membawa kisah kegagalan. Namun, usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil. Nia menyerah satu jam sebelum penutupan, tepat ketika si bos muncul di lobi.

Dengan jemawa si bos melenggang ke arah lift menuju lantai 5, di mana ketua panitia pendaftaran berkantor. Rokan dan Nia berjalan di belakangnya seperti pesakitan. Keduanya nyaris tak berani menegakkan kepala.

Tidak sampai setengah jam, dokumen tender berlogo perusahaan mereka pun akhirnya bertengger dengan rapi di meja panitia.

Di mobil dalam perjalanan kembali ke kantor, si bos tidak berhenti meluapkan kemarahan. Rasa kesal karena harus ikut repot untuk urusan sepele diungkapkan tanpa tedeng aling-aling. 

Dengan kalimat retorik ia pertanyakan kecakapan Rokan dan Nia dalam bernegosiasi. 'Lihat, setelah saya yang nego berkas kita langsung diproses dan selesai kurang dari 30 menit' begitu si bos membanggakan diri. Demikian seterusnya si bos melontarkan kalimat-kalimat yang terkesan melecehkan profesionalitas kedua anak buahnya.

Di bangku belakang Rokan mengepalkan kedua tangannya penuh emosi. Hidungnya kembang kempis dan mulutnya seakan-akan hendak meledak. Nia berusaha menenangkan dan melempar isyarat untuk mencegah Rokan salah bicara hingga menambah kemarahan si bos. Namun, emosi Rokan tak terbendung karena merasa harga dirinya diinjak-injak.

Dengan wajah memerah ia berucap keras, "Bukan kami kurang profesional Pak, tetapi Bapak memang lebih memahami budaya suap. Tentu saja berkas kita langsung diproses karena saya lihat tadi Bapak menyodorkan amplop kepada petugas." [Selesai]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun