Mohon tunggu...
Dwi GitaCahyanurani
Dwi GitaCahyanurani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) MDBPE UPI

Dwi Gita Cahyanurani merupakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia yang berasal dari Kabupaten Sukabumi. Sebagai bagian dari Universitas Pendidikan Indonesia, Dwi mengikuti kegiatan KKN UPI sebagai salah satu mata kuliah wajib. Ketertarikannya terhadap pendidikan menjadikan Dwi memilih kegiatan pendidikan dalam program KKN nya tersebut

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bersama Tak Perlu Sama: Inklusivitas dalam Keragaman

31 Januari 2023   16:18 Diperbarui: 31 Januari 2023   16:25 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perasaan takut akan kesepian ini sangat berbahaya. Pasalnya, akibat dia, kamu bisa kehilangan dirimu sendiri. Demi ingin diterima, kamu tak ragu untuk selalu memakai topeng. Melakukan yang tidak kamu sukai demi bisa bersama, menyetujui hal yang memberatkanmu. Seakan dirimu harus memiliki selara yang sama, pendapat yang sama bahkan keinginan yang sama. Kamu menjadi orang yang paling toleran, hingga perlahan kamu tidak lagi mengenal siapa dirimu sebenarnya.

 Tapi apakah boleh kamu berbeda? Ini yang sering terabaikan, kenyataan bahwa tidak ada seorang pun yang sama, maka setiap orang 'seharusnya' bebas menunjukkan warnanya sendiri. Keragaman dinyatakan sebagai melibatkan orang dengan berbagai latar belakang ke dalam satu organisasi atau kelompok tertentu. Tidak hanya keragaman dalam surface-level (perbedaan, ras, suku, agama dan sebagainya), namun juga keragaman dalam deep-level (pemikiran dan pendapat). 

Keberagaman yang dikelola dengan baik akan berdampak baik pula seperti munculnya beragam inovasi, kelompok atau organisasi tersebut lebih peka terhadap informasi unik karena cara berpikir anggotanya pun beragam sehingga didapatkan sudut pandang yang beragam. Selain memunculkan dampak yang baik, keberagaman dapat pula menjadi sumber pengetahuan, karena latar belakang yang berbeda akan membawa informasi dan perspektif yang baru.

Sebagai individu yang berada pada lingkungan beragam, terdapat beberapa cara agar dapat melebur dengan keberagaman itu sendiri. Seperti mengedukasi diri tentang bahwa manusia ini beragam, edukasi terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan membaca buku, artikel maupun sumber bacaan lainnya tentang keberagaman. Dapat pula dengan menonton video atau film yang mengisahkan keberagaman. 

Kita juga dapat mendengar dari orang yang kita anggap berbeda, tidak hanya mendengar bahkan hingga berempati dengan tidak berekspektasi tinggi apalagi merendahkan. Cara lainnya adalah dengan memperlakukan orang sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Untuk melakukan hal ini, tentu kita harus mempelajari dan memahami latar belakang orang tersebut. Karena tidak semua senang diberikan humor receh, tidak semua setuju untuk disentuh dan lain sebagainya.

Namun melebur dalam keragaman saja tidak cukup. Penting bagi kita untuk menunjukkan inklusivitas atau upaya mengajak orang lain untuk berpendapat dan bekerja sama. Bagaimana menampilkan inklusivitas dalam kehidupan kelompok? Tentu saja bersikap terbuka dan mampu berkolaborasi. Adapula rumus yang dapat kita bayangkan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, yaitu belonging+uniqueness= inclusion. Belonging atau dapat disebut juga sense of belonging dimaknai sebagai perasaan memiliki dan menjadi bagian dari kelompok. Adapun uniqueness dapat dinyatakan sebagai kekhasan dari tiap individu. Pada kelompok inklusif, setiap orang diberikan kesempatan untuk menujukkan keunikannya dan menjadikan keunikan tersebut sebagai warna tersendiri.

Apa yang terjadi jika dalam suatu kelompok tidak terdapat belonging dan uniqueness atau salah satu di antaranya tidak hadir dalam kehidupan kelompok tersebut? Ketidakhadiran belonging dan uniqueness dalam kehidupan kelompok dapat menimbulkan perasaan terabaikan (invisible). Perasaan ini tentu tidak nyaman dan tidak sehat bagi produktivitas individu tersebut. Sedangkan tanpa uniqueness seseorang akan merasa dirinya tidak utuh (incomplete). Merasa bahwa dirinya bukanlah dia yang sebenarnya, meskipun orang-orang  menerima keberadaannya. 

Sedangkan uniqueness tanpa belonging akan menimbulkan perasaan terisolasi (insular) karena dia berbeda dan orang-orang di sekitarnya tidak menerima hal tersebut. Namun ketika kedua hal tersebut hadir, maka individu dalam kelompok tersebut akan merasakan included (menjadi bagian dari kelompok tersebut) dan tercipta kehidupan kelompok yang sehat dan mendukung produktivitas. 

Kelompok inklusif tidak akan muncul begitu saja, perlu ada aksi dari tiap anggota kelompok tersebut. Aksi tersebut dapat dilakukan dimulai dari tiap individu dengan saling menghargai, menghargai dan menerima keunikan tiap anggota dan saling memotivasi. Tanpa kita yang bergerak, maka inklusivitas dalam kelompok mustahil dapat diwujudkann. Begitupun dengan keragaman, tidak akan berpotensi maksimal tanpa diiringi inklusivitas. 

Keberagaman dibarengi inklusivitas dapat secara statistik lebih mungkin 35% meningkatkan keuntungan finansial, 70% menangkap pasar baru, 75% merealisasikan ide menjadi produk dan 85% lebih mungkin membuat keputusan baik.

Semua materi yang dicantumkan dalam tulisan kali ini didapatkan setelah mengikuti kelas online di Kognisi.id. Kognisi.id menyediakan beragam pelatihan/course berbayar maupun gratis di websitenya berupa video dengan materi yang dibawakan secara menarik dan mudah dipahami.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun