Mohon tunggu...
dwi nesa maulani
dwi nesa maulani Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas penulis jombang

Mengubah dengan pena

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rakyat Bukan Boneka, Jangan Naikkan Listrik Seenaknya

16 Juni 2020   04:11 Diperbarui: 16 Juni 2020   23:44 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari terakhir ini banyak pelanggan Perusahaan Listrik Negara atau PLN yang mengeluh tagihan listriknya naik. Baik cuitan di medsos maupun mendatangi langsung kantor PLN. Kalau baca di twitter akan menemukan banyak sekali keluhan netizen yang kenaikan listriknya melonjak tajam. Bahkan ada yang mengatakan rumahnya kosong listrik tidak dipakai tapi harus tetap bayar. Ya, kosong dan harus bayar. Alasan PLN karena ada biaya abodemen yang harus dibayar. Ada juga musisi sekaligus dokter terkenal yang protes kantornya tiga bulan tidak dipakai tapi mengapa tagihan listrinya juga naik. Lagi,  salah satu artis sensasional mencak-mencak karena tagihan listriknya biasanya empat juta naik menjadi enam juta per bulan.

Itu hanya sedikit contoh kasus yang terjadi di masyarakat. Ada 4,3 juta pelanggan pasca bayar PLN yang tagihan listrinya naik drastis bulan ini. Berbagai protesan mereka ditanggapi oleh PLN melalui Direktur Niaga dan Manajemen PLN Bob Saril, bahwa tidak ada kenaikan tarif dasar listrik. Naiknya tagihan listrik murni disebabkan oleh pemakaian pelanggan yang bertambah akibat diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Masyarakat banyak yang bekerja di rumah, otomatis pemakaian listriknya bertambah. Alasan berikutnya karena petugas pencatatan PLN tidak datang ke rumah-rumah. Sehingga tarif listrik dihitung rata-rata pemakaian selama 3 bulan. Jika ada kelebihan pemakaian dari rata-rata maka ditagihkan pada bulan berikutnya.

Dengan banyaknya pengaduan masyarakat, PLN pun tak tinggal diam. Upaya PLN yaitu dengan membuka unit pengaduan hingga membuka kanal call center 123, dan melakukan sosialisasi di medsos. (cnbcindonesia.com,13/6/2020). Jika dirasa tagihan terlalu membengkak bolehlah mencicil. Jika tak ingin rumah kosong tapi listrik tetap bayar silakan mengganti dengan listrik prabayar. Itulah contoh solusi yang ditawarkan oleh PLN.

Sebenarnya tak elok juga hanya menyalahkan PLN jika ada kenaikan tagihan listrik. PLN adalah BUMN yang tentu dibawahi pemerintah. Jadi PLN bekerja juga mengikuti undang-undang yang berlaku. Liberalisasi kelistrikan menjadikan swasta boleh ikut andil dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Tidak hanya dimonopoli PLN saja. Kalau sudah begini bagaimana mungkin listrik PLN murah? Swasta tentu akan cari untung. Ada atau tidaknya pandemi masyarakat tetap akan membayar dengan harga yang tidak murah apalagi gratis.

Perlu mencari solusi terkait hal ini agar masalahnya cepat selesai dan tidak berlarut-larut, dan tidak ada lagi TDL naik terus di kemudian hari. Karena pasti rakyat yang jadi korban akibat salah menerapkan aturan.

Mari kita tengok agama mayoritas rakyat Indonesia yaitu Islam. Islam memiliki aturan tentang kelistrikan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api". (HR Abu Dawud dan Ahmad). Hadist tersebut jika diterapkan akan sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan di negeri ini. Listrik merupakan energi atau api yang harus dikelola oleh pemerintah dan diperuntukkan bagi rakyat baik muslim maupun non-muslim secara gratis ataupun dengan harga murah tanpa melebih-lebihkan. Bahan baku listrik yaitu batubara atau migas tidak boleh dikomersilkan baik pengelolaannya maupun hasilnya. Jika bahan baku murah, biaya murah, listrik pun akan murah atau gratis kalau bisa.

Begitulah Islam mengatur terkait kelistrikan. Rakyat tak butuh aturan kapitalis yang menyengsarakan. Hanya butuh Islam saja yang diterapkan. Rakyat bukan boneka yang bisa dipermainkan. Di saat pandemi malah tagihan listriknya naik akibat salah sistem aturan. Sungguh keterlaluan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun