Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Dosen - Pencari

Penerjemah bhs Inggris bhs Indonesia/bhs Jawa; peneliti independen dlm kajian penerjemahan, kajian Jawa, dan semantik budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Full Day School, Antara Indonesia dan Australia

13 Juni 2017   13:33 Diperbarui: 19 Juni 2017   14:03 3082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengar-dengar sekolah full day akan diterapkan di Indonesia. Dengar-dengar, seminggu lima hari sekolah, sehari delapan jam sampai sore. Kalau memang demikian, murid Indonesia akan jadi yang terkuat di dunia, dalam artian mempelajari paling banyak materi dan dengan waktu belajar paling lama. Padahal sebelumnya mereka sudah total full day, karena selain belajar formal di sekolah, mereka juga belajar informal di kursus-kursus sore atau malam hari untuk mengulangi lagi materi yang telah mereka pelajari di sekolah, seolah pembelajaran di sekolah hanya pembelajaran pura-pura, pembelajaran yang sesungguhnya ada di bimbel Primagama, Ganesha Operation, dan lembaga-lembaga kursus lainnya.

Tapi apakah terkuat dalam konteks di atas adalah tepat dan bisa menghasilkan lulusan berkualitas?

Dengan penambahan jam dan materi pelajaran, sistem pendidikan Indonesia akan menjadi full day and evening. Full day di sekolah, full evening di kursus-kursus. Habislah waktu kebersamaan anak-anak tersayang kita dengan kita entah di rumah, entah di taman. Habislah kebersamaan kita dengan mereka entah di langgar entah di ladang. Anak-anak kita akan menjadi mesin sekolah dan mesin kursus.

Memang dengan sistem serba full ini, anak-anak kita akan terbentuk karakternya, tapi karakter mesin, yang jauh dari karakter kasih yang dikembangkan di keluarga, jauh dari karakter kebersamaan yang terkembang dalam lingkungan masyarakat tetangga, dan jauh dari karakter kemandirian-merdeka, yang tidak bisa berkembang optimal karena dikekang full days and evenings.

Di Australia, murid belajar lima hari seminggu. Sabtu dan Minggu libur. Sehari mereka belajar enam jam dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore. Selepas sekolah, mereka total menghabiskan waktunya di luar sekolah: bersama keluarga di rumah, bermain di taman bersama teman, mengerjakan PR, dan sebagainya.

Jumlah pelajaran di sekolah Australia sekitar separoh dari jumlah pelajaran di Indonesia. Dengan mata pelajaran yang tidak terlalu banyak, namun secara memadai sesuai dengan kebutuhan mereka, murid Australia bisa secara mendalam mempelajari setiap pelajaran. Jadi belajar cukup hal, kedalaman pemahaman tercapai.

Bukan belajar banyak hal, tapi bungkusnya doang.

Dalam pelajaran olahraga, murid Australia benar-benar melakukan olahraga, bukan menghapal olahraga itu apa. Yang sekolahnya di lereng gunung, banyak melakukan trekking menelusuri hutan. Yang sekolahnya di perkotaan, melakukan olahraga basket dan sebagainya. Tambahan, Jam pelajaran olahraga kuantitasnya memadai. Jadi, karena benar-benar berolahraga secara memadai di sekolah, walaupun di luar sekolah murid jarang berolahraga, tubuhnya tetap sehat dan jiwanya bersemangat.

Belajar di sekolah Australia, entah bagaimana sistem pembelajarannya, tahu-tahu murid menguasai materi, tanpa harus belajar lagi di lembaga-lembaga kursus seperti yang banyak terjadi di Indonesia. Sistem pempelajaran dirancang dan dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga hanya belajar di sekolah murid sudah bisa menguasai materi.

Karena hanya dengan belajar di sekolah, tanpa perlu mengulang di lembaga kursus, sudah bisa menguasai pelajaran, murid Australia memiliki waktu luang yang banyak, yang sangat diperlukan bagi pengembangan karakter kekeluargaan, karakter sosial, dan karakter spiritual mereka.

Dan karena bebas dari kursus tambahan, orang tua bisa menghemat super banyak uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun