Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sound of Borobudur, Saatnya Budaya Nusantara Mendunia

11 Mei 2021   22:26 Diperbarui: 11 Mei 2021   22:34 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sound Of Borobudur, Sumber : SoundOfBorobudur.org

Tradisi musik patrol untuk membangunkan sahur di bulan Ramadan masih dipertahankan di beberapa daerah. Indonesia memang kaya budaya, musik daerah adalah salah satunya. Bicara tentang musik nusantara tak bisa lepas dengan kekaguman kita pada event Sound Of Borobudur.

Pada 8 April 2021, Omah Mbudur, Kompleks Candi Borobudur menjadi saksi gemuruhnya semesta menyambut bangkitnya musik Borobudur. Musisi-musisi dan penyanyi hebat Indonesia sekelas Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana dan beberapa musisi lainnya berkolaborasi memperkenalkan dan membunyikan berbagai alat musik yang terinspirasi dari berbagai alat musik yang ditampilkan dalam relief-relief Candi Borobudur.

Borobudur merupakan candi Budha peninggalan Dinasti Syailendra dari kerajaan Mataram. Candi ini ditemukan pada tahun 1814 pada zaman pemerintahan colonial Belanda, di bawah pimpinan ST. Raffles sebagai Gubernur Hindia Belanda. Sebelumnya candi megah ini terkubur di tengah semak belukar hutan lebat dan tak terjamah manusia.

Sebagai tujuan wisata andalan Wonderful Indonesia, Borobudur diakui menjadi situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Candi Budha terbesar di Asia Tenggara ini terdiri dari 1460 relief dan 504 stupa. Meneliti dan mempelajari relief-relief di Candi Borobudur tak pernah usai oleh waktu. Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh sejarawan dan arkeolog.

Dari sebuah penelitian arkeolog yang dikupas dalam lib.ui.ac.id ditemukan bahwa pada relief Candi Borobudur yaitu pada relief Gandawyuha, Karmawibhangga, Lalitavistara dan wadariaJtaka tampak lukisan dan pahatan berbagai alat musik zaman dahulu. Alat-alat musik tersebut dikenali sebagai cangka (terompet dari rumah siput), ghanta, lute, suling, simbal, saron dan gendang. Penemuan ini ditunjang pula oleh penemuan artefak alat-alat musik zaman Syailendra berupa area perunggu, gong, gents dan berbagai alat musik lainnya. Relief yang terdapat di Candi Borobudur ini menjadi bukti bahwa di zaman tersebut, para musisi dan budayawan dapat digolongkan sebagai golongan terpandang, seperti halnya keluarga bangsawan dan brahmana yang kisah mereka juga dipahat dalam relief

Dalam relief Karmawibhangga terdapat 10 panil yang menggambarkan berbagai instrumen musik waditra, yaitu panil relief nomor 1, 39, 47, 48, 52, 53, 72, 101, 102, dan 117. Dalam panil-panil tersebut terdapat visualisasi para musisi yang tengah memainkan waditra berdawai. Para musisi yang tergambar dalam relief tersebut dikisahkan mengenakan pakaian khusus lengkap dengan berbagai aksesori, menyajikan cukup bukti bahwa perhelatan musik saat itu cukup dihargai.

Tak hanya para sejarawan dan arkeolog yang tertarik menyelami sejarah Borobudur. Para musisi terkemuka di Indonesia pun tergerak untuk menggali informasi lebih jauh. Dewa Budjana mengakui bahwa lima tahun lalu, tepatnya tahun 2016 ia pernah diajak berkunjung ke Borobudur dan menemukan berbagai pengetahuan termasuk alat-alat musik yang digambarkan dalam relief.

Terkesan dengan penemuannya, Dewa Budjana bersama Trie Utami termotivasi membuat replika alat-alat musik tersebut. Setelah berhasil menciptakan replikanya mereka berusaha membunyikan dengan cara dan metode masa kini. Dilansir dari ngopibareng.id, Dewa Budjana mengaku butuh waktu cukup lama untuk menemukan komposisi yang padu dari beberapa alat musik kuno tersebut.

Menurut Dewa Budjana, berdasarkan informasi yang ia kumpulkan terdapat ratusan alat musik yang tergambar di relief Candi Borobudur. Hebatnya lagi, di antara alat musik itu ada beberapa alat musik yang bukan asli dari daerah Jawa Tengah melainkan dari Kalimantan, India dan Thailand. Dari penemuan tersebut, Dewa Budjana dan para musisi yang berkolaborasi dalam Sound of Borobudur meyakini bahwa di zaman keemasan Dinasi Syailendra, Borobudur merupakan pusat musik dunia. Paling tidak di Borobudur pernah diadakan pertemuan seniman-seniman dunia untuk mengadakan konser besar.

Berdasarkan penemuan tersebut, Dewa Budjana dan para musisi lainnya bertekad untuk lebih jauh lagi menggali nilai historis Candi Borobudur dari sisi seni dan budaya. Sumbangsih awal para musisi ini tertuang dalam konser mini Sound of Borobudur yang juga mendapat dukungan dari Pemprov Jateng.

Jika hipotesa bahwa Borobudur pusat musik dunia adalah benar adanya, maka di masa sekarang dan masa depan, penemuan tersebut bisa mengangkat nama Indonesia di mata dunia. Para wisatawan tak hanya tertarik berkunjung dan berfoto di area Candi, tetapi mereka juga mendapatkan penjelasan sejarah seni budaya yang sangat menarik. Hal ini akan menambah nilai Borobudur sebagai obyek wisata dan edukasi bersejarah yang mendunia. Namun untuk mewujudkan harapan tersebut, beberapa hal berikut ini adalah langkah-langkah yang patut diperhatikan:

1. Sound Of Borobudur tidak sekadar seremonial, tetapi konsisten berkarya

Konser Sound Of Borobudur pada bulan April 2021 lalu hendaknya merupakan langkah awal. Harapannya, di masa depan karya semacam ini dapat diadakan secara berkala dengan komposisi yang berbeda. Jika memungkinkan digelar konser akbar yang memadukan musisi dunia dengan harmoni alat-alat musik Borobudur.

2. Terjadwal dalam tujuan tour wisata

Obyek wisata tidak hanya pemandangan alam, tetapi seni budaya juga menjadi daya tarik tersendiri. Jika Prambanan memiliki jadwal khusus sendratari dalam kalender wisata, Borobudur diharapkan kelak mampu mengemas konser Sound Of Borobudur sebagai salah satu kegiatan rutin sebagai tujuan wisata

3. Optimasi promosi

Kegiatan budaya semacam Sound of Borobudur perlu dipromosikan secara luas, diperkenalkan hingga ke mancanegara. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan media sosial dan konten creator serta para sineas yang mampu mengemas promosi sejarah Borobudur dari sisi seni budaya secara menarik dan menyeluruh.

Dalam mewujudkan gaung Sound of Borobudur mendunia tentu menghadapai berbagai kendala. Kendala terbesar saat ini adalah situasi dunia yang belum membaik karena pandemi corona. Selain pembatasan-pembatasan untuk mengurangi tingkat penularan, dunia bisnis dan ekonomi yang masih tertatih sehingga dunia pariwisata masih merintih. Selain itu masih diperlukan studi yang lebih komprehensif untuk mendukung hipotesa mengenai Borobudur sebagai pusat musik dunia. Bukan tak mungkin kelak Borobudur tak hanya dikenal sebagai tujuan wisata yang termasuk dalam keajaiban dunia, namun peradaban Borobudur yang terkait seni budaya dipandang sama pentingnya seperti dunia mengagumi peradaban suku Aztec, Maya dan Inca.

Daftar Pustaka:

1. Soundof Borobudur.org

2. Ngopibareng.id

3. http://lib.ui.ac.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun