Mohon tunggu...
Darwin Tjoe
Darwin Tjoe Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Tax Amnesty bagi Orang Awam

3 Juli 2016   11:44 Diperbarui: 3 Juli 2016   22:45 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Walaupun sudah diundangkan, polemik tentang tax amnesty bagi sebagian orang mungkin masih akan berlanjut antara yang pro dan kontra. Bagi sebagian besar orang awam, apalagi yang tidak bersentuhan, tidak terdampak, tidak berkepentingan, bisa jadi lebih tidak paham lagi.

SIAPAKAH YANG PALING DIUNTUNGKAN 

Yang paling diuntungkan dengan Tax Amnesty ini sudah pasti orang kaya, orang  yang benar2 kaya. Apakah semua orang kaya mengemplang pajak? Kalau mau jujur, sebagian besar ya. Sebenarnya bukan salah wajib pajak seluruhnya, perilaku petugas pajak, pejabat negara, dan iklim bisnis di Indonesia yang  sarat suap dan korupsi "memaksa" orang kaya tidak melaporkan semua penghasilan dan kekayaannya. Katanya untuk jaga-jaga, dana taktis, uang pelicin bagi pejabat kotor sudah menjadi rahasia umum sejak lama. Kasus seperti Gayus Tambunan hanya salah satu puncak gunung es yang menjadi bukti bobroknya sistem perpajakan di Indonesia.

Orang k bukan hanya pengusaha, melainkan juga artis, olahragawan, dan terutama pejabat-pejabat negara dan wakil-wakil rakyat. Terlepas darimana datangnya uang mereka, yang pasti mereka menyembunyikan, tidak melaporkan semua kekayaan mereka terlebih-lebih kalau mereka mendapatkan kekayaan tidak dengan cara yang benar.

Setelah sekian lama menyembunyikan harta mereka, tidak bayar pajak, sekarang disuruh tunjukkan dan "bayar tebusan", apakah mau? Harusnya mau, karena tebusan yang ditetapkan pemerintah jauh lebih rendah dari seharusnya, hanya 2% hingga max. 10%. Seharusnya, kalau itu dilaporkan sebagai penghasilan sejak dulu, terkena pajak 5% hingga max. 30%.

KALAU ADA YANG DIUNTUNGKAN, APAKAH ADA YANG DIRUGIKAN

Apakah negara dirugikan? Bayangkan begini ceritanya:

Si Polan dan si Poltak bersahabat sejak kecil, dan sejak mulai kuliah mereka merintis usaha bersama. Si Polan yang memang orang tuanya lebih kaya memodali si Poltak berbisnis dengan kesepakatan, nanti kalau ada keuntungan, keuntungannya mereka bagi. Si Poltak yang menjalani usaha, sementara si Polan tidak terlibat dalam bisnis tersebut. 

Dalam perjalanan waktu, si Poltak menjalankan bisnis dengan benar sehingga perusahaan mulai menuai laba. Namun seiring dengan itu, kebutuhannya juga turut meningkat. Si Poltak mulai menyiapkan modal untuk berumah tangga, menyicil rumah tinggal untuk keluarganya, membeli mobil agar istri dan anaknya tidak kehujanan kalau bepergian, menabung uang persalinan untuk istrinya dsb. Laba usaha yang belum sempat dilaporkan dan dibagikan sebagian terpakai dan sebagian ditabung untuk persiapan kebutuhan2 diatas. 

Sementara si Polan suatu ketika teringat bahwa dia ada usaha bersama si Poltak dan ingin meminta bagian keuntungan dari si Poltak. Karena tidak terlibat sejak awal, sementara si Poltak juga tidak melakukan pencatatan pembukuan dengan rapi dan sebagian uang perusahaan juga terpakai untuk menyicil rumah dsb, si Poltak tidak bisa memberikan laporan dan atau mengeluarkan pembagian keuntungan.

Si Polan berpiikir keras mencari jalan keluar yang terbaik, sampai2 dia pergi mencari dua orang guru besar ekonominya untuk berkonsultasi.


GURU BESAR PERTAMA

Guru besar pertama memberi masukan kepada Si Polan,

"Kowe suruh si Poltak rapikan saja pembukuannya dan laporkan semua keuntungan usaha dari dulu. Keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan awal, tetapi kowe tidak perlu mendenda si Poltak akibat terlambat dalam pembagian keuntungan. Kalau begitu ceritanya, sebenarnya kowe tidak rugi apa2 juga, hanya uangnya yang harusnya diterima sejak dulu ini baru diterima belakangan"

"Jadi owe tidak rugi dong"

"Pasti tidaklah. Artinya si Poltak tetap harus membayarkan pembagian keuntungan yang disepakati dulu, kowe hanya rugi waktu saja. Harusnya diterima dulu, ini baru sekarang diterima."

"Kalau si Poltak tidak mau jujur ngaku semuanya bagaimana?"

"Kalau itu masalahnya jangan tanya owe lah. Kowe cari polisi atau cari tukang pukul untuk maksa si Poltak saja"

Itulah konsep SUNSET POLICY yang pernah dijalankan pemerintah pada tahun 2008 dan 2015.


GURU BESAR KEDUA

Guru besar kedua memberi masukan kepada si Polan sbb,

"Begini, sekarang duit modal dan keuntungan kan dipegang si Poltak. Di dunia, seringkali duit itu melebihi Tuhan. Banyak orang lebih baik melepaskan Tuhannya daripada melepaskan duitnya. Usul saya begini, you minta si Poltak melaporkan total duitnya sekarang. Selisih (penambahan) duit sekarang dengan dulu sebenarnya ya itu keuntungan usaha selama ini, betul?"

"Benar juga"

"Kalau kesepakatan dulu, kalau ada keuntungan kan dibagi rata. Ini you tawarin si Poltak diskon besar saja. Tidak usah bagi rata, cukup bagi sedikit saja. Yang penting kedepannya transparan lagi, dan bilang kepada si Poltak, modal usahanya tarik kembali dan lanjut kongsian dengan you sehingga kedepan masih bisa menghasilkan untung. Jangan duit you dipakai buat kongsian dengan orang lain, you malah tidak dapat untung."

"Wah, I rugi dong. Harusnya terima pembagian keuntungan sama rata, ini malah cuma terima sedikit"

"Mau pilih mana, mau terima sedikit tetapi langsung ditangan atau tetap mau hitung-hitungan tetapi hanya diatas kertas, itupun belum tentu bisa lunas. Ada pepatah mengatakan, satu burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung yang terbang dilangit."

"Tapi apa kongsian saya yang lain tidak protes. Mereka yang jujur tidak dapat diskon tetapi si Poltak yang sedikit nakal malah dapat diskon"

"Kalau dilihat hanya dari satu kasus ini, ya sepertinya begitu. Tetapi pertanyaannya begini, apakah disemua usaha yang you kongsi dengan orang lain pasti menguntungkan dan ada jaminan sukses?"

"Tidak ada, sebagian menguntungkan, sebagian merugi, bahkan ada juga yang sudah tutup karena bangkrut."

"Baik, walaupun mereka jujur, tetap tidak ada jaminan tetap untung bukan?"

"Betul"

"Nah, untuk kasus dengan si Poltak. Apakah ada jaminan bisnis kongsian yang Poltak jalankan itu pasti sukses dan menguntungkan seperti hari ini?"

"Tidak ada juga"

"Artinya sebenarnya bisa terjadi si Poltak hari ini juga sudah bangkrut dan  bahkan modal you disana pun sudah menguap, betul?"

"Betul"

"Kenyataannya hari ini bisnis si Poltak berjalan baik, modalnya berkembang pesat dan bisa membagi keuntungan. Apakah itu perlu disyukuri?"

"Pasti"

"Kalau begitu ruginya dimana?"

"Rugi karena kasih diskon pembagian keuntungan"

"Oke, pernah lihat KFC bikin promo Happy Hour, jam 2 - 4 sore paket ayamnya murah banget. Menurut you KFC rugi tidak kasih diskon?"

"Tidaklah, KFC hanya mengurangi keuntungan saja. Dia masih tetap ada untung"

"Persis, tetapi lebih untung mana bagi KFC; dia bikin promo yang mengurangi keuntungannya atau tidak melakukan promo tetapi bisa memaksimalkan keuntungan."

"Pastinya dengan promo, karena penjualannya meningkat sehingga keuntungannya juga meningkat. Walaupun untung per porsinya lebih kecil tetapi secara total akan mendapatkan lebih besar."

"Pintar. Coba you bayangkan you di posisi KFC, dan si Poltak-poltak kongsian you adalah customer. You kasih diskon, mereka akan berbondong-bondong melaporkan keuntungan dan berbagi keuntungan dengan you. Sementara kalau you tidak kasih diskon, mereka tidak akan melaporkan, malah terus berusaha menyembunyikan dari you. Betul tidak?"

"Hmm, betul juga"

Inilah konsep TAX AMNESTY yang baru dijalankan  pemerintah di tahun 2016

SAMA-SAMA UNTUNG

Yang pasti, orang-orang  kaya yang tidak (belum) melaporkan kekayaannya secara lengkap akan mendapat keuntungan diskon  (besar) dari TAX AMNESTY . Negara juga akan mendapatkan keuntungan dari setoran pajak dari harta kekayaan yang selama ini tidak jelas keberadaannya. Lebih baik seekor burung ditangan daripada seribu ekor burung terbang di udara.

Apakah orang kaya yang sudah "menebus" tahun ini akan terus membayar pajak yang besar untuk tahun-tahun berikutnya? Mungkin itu yang ditakutkan.

Pastinya tidak.

Pada dasarnya pajak dikenakan terhadap penghasilan (pendapatan), bukan terhadap aset (harta kekayaan). Kalau orang yang sudah sangat kaya, tetapi kemudian tidak mempunyai penghasilan lagi, atau penghasilannya kecil, sesungguhnya pajak yang wajib dibayar juga kecil. 

Sebaliknya orang yang tidak kaya (tidak memiliki banyak harta), kalau mendapat penghasilan besar, tetap saja harus membayar pajak yang besar juga. Jadi besar kecilnya pajak yang dibayar tidak melulu dilihat dari kaya tidaknya seseorang, yang benarnya adalah dari penghasilannya.

Jadi, seandainya Anda jadi presiden, Anda pilih kebijakan yang mana? Tuntaskan sekarang, atau wariskan masalah ini kepada presiden berikutnya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun