Mohon tunggu...
deni varindra
deni varindra Mohon Tunggu... Jurnalis - Sosialis

PemRed surat kabar bali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Belajar Ilmu Gaib

3 Oktober 2016   01:39 Diperbarui: 3 Oktober 2016   02:45 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fenomena kanjeng dimas kembali menghadap-hadapkan antara kebenaran secara nalar dan kebenaran secara kepercayaan.

Kanjeng Dimas adalah seorang tokoh spiritualis yang membangun sebiah padepokan megah seluas 30 hektar dengan puluhan ribu 'santri' di daerah probolinggo, jawa timur. Sebagian pengikut Kanjeng Dimas mempercayai bahwa ia bisa menggandakan uang melalui semacam ritual keagamaan.

Nalar pun digoda untuk mempercayai melalui tayangan rekaman video bagaimana tumpukan uang dihamburkan tiada henti dari balik jubah Sang Kanjeng.

Bahkan MDI sorang wanita bergelar bintang dari timur, tokoh Ikatan cendikiawan muslim, melakukan pembelaan bahwa apa yang dilakukan sang kanjeng adalah sangat rasional.

Padahal dalam sebuah kebenaran ilmiah yang murni berdasarkan logika dan rasio akan sulit menjelaskan secara metodologi ilmiah bagaimana seseorang bisa mengembangkan sejumlah uang menjadi bertumpuk tumpuk tanpa sebuah mesin pencetak.

Entah ini kemunduran atau kemajuan budaya masyarakat Indonesia. Sebab sebuah kemajuan budaya identik dengan modernitas dan jauh dari kepercayaan yang bersifat tahkyul.

Namun penganut kepercayaan, takhyulist, berargumen dengan analogi bahwa dulu pun adanya seseorang yang bisa bercakap jarak jauh dengan temannya, dipercaya sebagai penguasaan ilmu goib, sebuah takhyul. Namun kini dengan adanya tekhnologi handphone, hal tsb bisa diwujudkan dan dapat diterima sebagai seauatu yang logis.

Bangsa kita bahkan disebut bangsa yang dulunya memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi, state of the art, dengan adanya peninggalan peninggalan seperti candi borobudur atau vandi prambanan. Padahal mitosnya, pembangunan gedung tinggi berupa tumpukan batu batu gunung nan berat tsb dikerjakan secara goib dalam 1 malam saja.

Bila bangsa kita sulit untuk mengejar modernitas barat dengan keilmuan nalar dan logika, mungkin sebaiknya kita mulai mengembangkan keilmuan berdasarkan kegoiban.

Karena sesuatu yang goib bisa diterima menjadi sesuayu yang nalar dan logis bila tiba waktunya, sama seperti tekhnologi telepon, meski proses tsb membutuhkan waktu yang lama sampai beberapa generasi. Namun hal ini justru membuktikan bahwa ilmu goib unggul beberapa ratus tahun didepan sebelum modernitas bisa mengaplikasikan melalui teknologi yang dibangun berdasarkan nalar dan logika.

Singkirkan buku pelajaran mainstream mari belajar ilmu gaib.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun