Mohon tunggu...
Duto Sulistiyono
Duto Sulistiyono Mohon Tunggu... Administrasi - Statistisi

Statistisi Ahli Muda BPS Kab. Pati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencintai Desa Menggapai Masa Depan

31 Desember 2018   23:16 Diperbarui: 2 Januari 2019   19:51 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku”. Penggalan lagu karya L Manik tersebut membawa kenangan kita akan keindahan alam desa. Menarik lagi, bila disenandungkan merdu di sore hari dalam suasana santai dan tenang, makin menambah ketentraman hati.

Akan tetapi, ketentraman itu terusik di kala ada ungkapan “wong ndeso”, “orang udik”, dan semacamnya. Stigma negatif yang dilekatkan pada orang desa seakan membuat desa “penghasil” orang lugu yang kurang gaul, gaptek, dan sebagainya. Entah siapa yang pertama kali mempopulerkan stigma tersebut.

Banyak nilai kebaikan budaya didapatkan dari desa. Gotong royong, kejujuran, dan kerja keras di antaranya. Bahkan “mudik ke desa” adalah salah satu prestasi terbesar manusia abad modern dalam memahami kembali apa arti hidup. Merenungkan kembali betapa hebat kebudayaan desanya. Desa juga merupakan sumber daya bangsa, sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan.

Sistem pemerintahan kita telah mengatur keberadaan desa. Pada 15 Januari 2014 ditandatangani UU No. 6/2014 tentang Desa. UU tersebut menjelaskan bahwa desa akan mendapatkan kucuran dana dari APBN selanjutnya disebut Dana Desa.

Dana tersebut langsung sampai ke desa. Jumlah nominal diberikan berdasarkan pemerataan (alokasi dasar-AD), jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, dan luas wilayah desa (Kemenkeu: Kementerian Keuangan).

Pemerintah Indonesia telah menggelontorkan Dana Desa sebesar Rp 20 triliun pada 2015, Rp 46,9 triliun pada 2016, Rp 60 triliun pada 2017, dan Rp 60 triliun pada 2018. Rencananya, 2019 akan meningkat menjadi Rp 73 triliun (Kemendesa: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).

Sejalan laporan International Fund for Agricultural Development (IFAD) dalam Rural Poverty Report 2011 menyebutkan bahwa kebijakan pengentasan kemiskinan harus fokus pada tingkat desa. Sebanyak 75% penduduk miskin dunia di negara sedang berkembang berada di pedesaan. Dana desa diharapkan mampu memberikan perubahan wajah nyata bagi desa dan mampu mengubah stigma negatif desa yang dianggap sebagai daerah miskin.

Potensi Desa

Berdasarkan hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) Tahun 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 83.931 wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa, meningkat dibandingkan tahun 2011 yang sebanyak 78.609. Terdiri dari 75.436 desa/nagari, 8.444 kelurahan, dan 51 Unit Permukiman Transmigrasi/Satuan Permukiman Transmigrasi (UPT/SPT). Jumlah yang terlalu besar untuk diabakan sebagai sumber daya pembangunan bangsa.

Kinerja pembangunan desa menunjukkan hasil membanggakan. Hal ini terlihat dari Indeks Pembangunan Desa (IPD), yaitu indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa pada suatu waktu.

Semua dimensi penyusun IPD mengalami peningkatan. Dimensi dengan kenaikan tertinggi adalah Penyelenggaraan Pemerintah Desa, yaitu sebesar 9,81 poin. Sementara dimensi dengan kenaikan terkecil adalah Pelayanan Dasar, yaitu sebesar 0,92 poin. IPD Tahun 2018 disusun berdasarkan lima dimensi, yaitu: Pelayanan Dasar, Kondisi Infrastruktur, Transportasi, Pelayanan Umum, dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa.

Sebagian besar desa tergolong desa berkembang sebanyak 55.369 desa (73,40 persen). Sebanyak 14.461 desa (19,17 persen) masih tergolong desa tertinggal, berkurang sebesar 6.518 desa dibandingkan tahun 2014. Desa mandiri sebanyak 5.606 desa (7,43 persen), bertambah sebesar 2.665 desa. Tidak boleh terlena, masih banyak “pekerjaan rumah” untuk memajukan desa.

Beragam potensi dari desa bisa diunggulkan. Wisata merupakan salah satu potensi unggulan desa. Desa/kelurahan wisata adalah sebuah kawasan perdesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata.

Tercatat ada 1.734 desa/kelurahan wisata. Hampir separuhnya berada di Pulau Jawa dan Bali atau sebanyak 857 desa/kelurahan (49,42%). Sumatera sebanyak 355 desa/kelurahan (20,47%) dan Nusa Tenggara sebanyak 189 desa/kelurahan (10,90%). Selebihnya berada di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku.

Selain potensi yang dapat dikembangkan, desa/kelurahan juga tidak luput dari beragam permasalahan yang dapat menjadi kendala sekaligus tantangan. Banjir merupakan kejadian bencana alam yang paling banyak dialami, yaitu sebanyak 19.675 desa/kelurahan. Pencemaran air merupakan potensi pencemaran yang sering terjadi sebanyak 16.847 desa/kelurahan.

Perlu menjadi perhatian, adanya gangguan keamanan yang berupa penyalahgunaan/peredaran narkoba di tingkat desa sebesar 14,99%. Perusak generasi penerus bangsa ini harus segera dicarikan jalan keluar yang tuntas. Tidak mengherankan bila Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa Indonesa telah masuk kondisi “darurat narkoba”.

Dengan mengetahui berbagai potensi dan tantangannya diharapkan desa/kelurahan bisa menemukan potensi produk unggulannya. Produk sebaiknya memiliki karakter unik, berkualitas, dan diolah sedemikian rupa untuk bisa bersaing pada pasar luas. Pengembangan produk unggulan ini diharapkan bisa menjadi pemicu kenaikan pendapatan warga desa serta dapat memberikan kontribusi daerah.

Potensi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah apabila dikelola baik melalui pembangunan desa berkelanjutan. Pembangunan tersebut dapat diwujudkan melalui konsep desa mandiri. Desa mandiri dapat dikembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki desa dan penggunaannya secara bijaksana.

Semakin tersebarnya kemajuan desa/kelurahan merupakan aktualisasi nyata pembangunan daerah. Diharapkan kalangan usia produktif tidak lagi ke kota karena desa telah menjanjikan masa depan bagi mereka. Desa tidak lagi dihuni demografi penduduk tua dan anak kecil saja. Stigma negatif “wong ndeso” pun bisa direkonstruksi menjadi atribut yang prestigious (bergengsi).

 Dengan begitu, kisah tentang jaya nusantara lama, bukan lagi cerita dongeng dari Ibu. (Gombloh, Berita Cuaca). Selamat Tahun Baru 2019. (..)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun