25 September 2019Â
Aksi unjuk rasa menentang hasil RUU KPK dan rencana RUU KUHP masih terus bergulir hingga 25 September 2019 di gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta. Namun, pada tanggal tersebut bukan mahasiswa yang turun ke jalan. Tapi pelajar yang mayoritas siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang turun ke jalan pada tanggal tersebut.
Ada berbagai tanggapan mengenai aksi pelajar yang dinamakan dengan #STMmelawan. Pasalnya berbagai pihak banyak mengatakan, aksi tersebut lebih banyak tidakan anarkisnya daripada penyampaian aspirasi.
Hal sedana dilontarkan oleh wartawan senior Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, mengatakan aksi tersebut substansinya tidak jelas.
"Saya rasa aksi kali ini (25 September 2019) substansinya kurang jelas, berbeda dengan aksi kemarin (24 September 2019) substansi yang disampaikan lebih jelas," ujar Budiman di Kompas TV.
Menyikapi aksi yang dilakukan oleh para pelajar, Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Nurdiansyah, mengatakan aksi tersebut di luar ekspetasi dari gerakan mahasiswa. Ia menambahkan, gerakan mahasiswa yang dilakukan pada 24 September 2019 independence dan tidak pernah membangun komunikasi dengan para pelajar.
"Kalau dari mahasiswa, kita pure independence dari mahasiwa, kita juga mengkonsulidasikan dengan teman-teman mahasiswa di daerah seluruh Indonesia," ujar Nurdiansyah di Kompas TV.
Nurdiansyah menambahkan aksi para pelajar sangat disayangkan karena substansi yang ingin disampaikan tidak jelas.Â
Namun, dari sudut pandang para pelajar, mereka mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas dari para pelajar. Bahkan, ada yang mengatakan, biarkan kakak mahasiswa orasi dan kami pelajar yang aksi. Â
Yang membuat perihatin, ketika penulis menanyakan maksud dan tujuan mengenai aksi tersebut ke beberapa pelajar, mayoritas mereka hanya ikut-ikutan dari ajakan yang disebar melalui media sosial dan whatsapp.