Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terbunuhnya Seorang Auditor

25 Maret 2014   22:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:29 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Syahdan, seorang remaja bernama Gondo. Lima bulan lalu menyelesaikan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya. Ia termasuk sosok mahasiswa culun yang tiba-tiba mendapatkan pekerjaan di tempat yang sama sekali tidak ia duga. Sebuah Bank terkenal milik pemerintah. Sungguh ia merasa bangga, apalagi ia mendapatkan posisi sebagai seorang Auditor, yang dalam pekerjaannya mengandung mandat ”kuasa”. Kebanggaannya berlipat-lipat karena dalam hatinya tertanam kesan bahwa tidak semua orang mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan tersebut.

Suatu ketika mulailah ia ditugaskan oleh pimpinannya untuk mengaudit sebuah kantor cabang. Ia berjalan dengan angkuhnya. Tidak mau berbasa basi ataupun sekedar ”say hello” kepada para ”auditee”. Ia menganggap para pegawai di kantor cabang tersebut penuh dengan kesalahan. Karena dia yakin tidak semua pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang tersebut berjalan sesuai dengan prosedur. Dia sendiri tidak menyadari bahwa tidak semua orang sempurna, sama seperti dirinya.

Mulailah ia memanggil pegawai kantor cabang yang terkait dengan poin-poin pemeriksaan satu per satu. Pandangan matanya penuh dengan selidik. Pertanyaan yang ia ajukan sarat dengan syak wasangka dan mengarah pada makna menuduh serta perbuatan salah orang lain.Gondo memang belum pernah bekerja sebagai pegawai operasional di kantor cabang. Umurnya pun baru seumur jagung masuk ke bank tersebut. Jadi ia tidak memahami bagaimana sulitnya menyesuaikan teori atau aturan perusahaan dengan kondisi lapangan yang langsung berhubungan dengan para nasabah.

”Kamu tahu nggak kalau saya ini Auditor?” Kata Gondo sewot terhadap seorang pegawai yang sedang melayani nasabah.

”Maaf Pak, saya lagi melayani nasabah”, jawab Cindy, Teller di cabang tersebut.

Gondo sangat dendam dijawab seperti itu. Ia dengan semangatnya ingin mencari kesalahan Cindy dalam menjalankan aktivitas pekerjaannya sehari-hari. Lalu ia mendapatkan suatu transaksi yang mencurigakan. Menurutnya Cindy telah melakukan kecurangan dengan mereversal transaksi nasabah yang sudah diaccepted. Dengan pongahnya ia menyampaikan temuan tersebut ke atasan.

”Rasain lu Cindy, bisa kena pecat. Nih gue lagi berkuasa!” bathin Gondo berbisik penuh kemenangan.

Ah, Gondo lupa. Kalau transaksi bisa direversal jika memang terjadi kesalahan. Tapi dasar Gondo, ia belum banyak pengalaman. Pengetahuannya hanya sepenggal saja. Ia tidak tahu banyak yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan salah tidaknya sebuah transaksi.

Kepongahan tersebut terus berlanjut. Ia semakin menunjukkan ”kuasa”nya kemana pun ia ditugaskan. Karena banyaknya Kantor Cabang yang menjadi supervisinya, maka semakin banyak pula ia menemukan kasus-kasus, yang sebenarnya tidak merugikan perusahaan, tapi hanya salah prosedur, karena teori tak selamanya sejalan dengan praktek. Gondo sangat senang mencari kesalahan pegawai Kantor Cabang yang dianggapnya tidak suka dengan kehadirannya. Ia menunjukkan sikap permusuhan setiap kali memeriksa auditeenya.

Lalu nama besar Gondo semakin ditakuti bahkan dibenci para pegawai di Kantor Cabang. Sebenarnya mereka menertawakan apa yang diperbuat oleh Gondo, sebab temuan-temuan Gondo tak lebih dari isapan jempol belaka, tidak ada yang signifikan. Tapi Gondo tidak menyadari semua itu. Ia selalu berbangga diri. Apalagi jika sudah berhasil mengerjai pegawai yang tidak disukainya.

Sepak terjang Gondo dalam menjalankan ”kuasa”nya sampai kepada ibunya. Ibunya marah, semarah-marahnya. Ia tidak merasa melahirkan anak yang congkak, dan juga tak mendidik anak menjadi congkak serta arogan seperti ini. Gondo pun kaget dibentak ibunya.

”Mereka memang salah dalam menjalankan tugas.” jawab Gondo ketika Ibunya menyatakan sikap tidak senang dengan caranya memeriksa pekerjaan orang lain.

”Iya, memang benar. Tapi bukan itu yang bikin Ibu marah.” kata Ibunya dengan kesal. ”Kelakuanmu yang berbangga-bangga dengan kekuasaan, hanya karena tidak diperdulikan orang, maka engkau menjalankan ”kuasa”mu. Ibu mengendus ada bibit kesewenang-wenangan pada dirimu.” Lanjut Ibunya lagi dengan menitikkan air mata.

”Ibu tidak mendidikmu seperti itu. Kekuasaanmu tak lebih dari baju yang engkau pakai. Suatu saat ia pasti akan ditanggalkan.” Kata Ibunya dengan suara tercekat.”Ingat hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda :Sungguh kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dan kekuasaan tersebut akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Betapa baiknya anak yang disusui dan betapa jeleknya anak yang disapih.” (Riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah).

”Astaghfirullahhal’azdiim.” Ucap Gondo dengan suara serak

Ia tertunduk menahan malu. Ia tak sanggup menatap wajah ibunya, bahkan untuk melihat dirinya sendiri. Sedikit saja kekuasaan yang dimiliki, maka sedikit itu pula yang akan dimintai pertanggungjawaban di hari kebangkitan kelak. Apalagi kalau kekuasaan itu besar sudah menyangkut hajat hidup orang lain.

*****===*****

Gondo kembali menjalankan aktivitasnya. Ia mendapat tugas di tempat yang dulu pernah dikunjungi. Ia teringat pada Cindy, yang kelihatan sekali sangat membencinya. Dalam hati Gondo berniat ingin minta maaf. Karena dengan temuannya Cindy sempat mendapat surat peringatan dan tidak ikut diusulkan untuk diangkat menjadi pegawai tetap.

Keinginannya untuk minta maaf kepada Cindy tersampaikan. Cindy menyambutnya dengan baik dan menciptakan pertemuan kali ini layaknya seperti seorang sahabat yang lama tak jumpa. Gondo sangat senang dengan sambutan hangat tersebut. Ia mengungkapkan kegembiraannya saat berdua Cindy di kantin kantor tersebut.

”Saya telah menyadari bahwa gaji yang saya terima, semuanya dari jerih payah pegawai kantor cabang. Bonus yang saya terima juga, karena kantor cabang yang mencari untung. Kantor saya kan tukang ngeluarin biaya alias pos rugi saja.” Kata Gondo memulai percakapan.

Mendengar itu Cindy hanya tersenyum. Ia sangat bersahaja mendengar dan sesekali berkomentar atas pembicaraan Gondo. Saat Gondo minta izin ke kamar mandi, ia memasukkan sesuatu ke gelas Gondo.

”Saya tinggal dulu ya Pak, mau kerja lagi.” Kata Cindy berpamitan ketika Gondo sudah kembali ke meja makan. Ia tersenyum penuh kemenangan. Ia puas. Racun arsenik yang ia masukkan tak akan bisa terdeteksi, karena prosesnya lama. Gondo akan merasakan sakit setelah beberapa minggu, ia akan menderita terlebih dahulu, lebih dari derita yang ia alami karena tidak diangkat menjadi pegawai tetap.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun