Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Opa Tjip, Aku Rindu

7 Januari 2021   15:27 Diperbarui: 7 Januari 2021   15:34 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Opa, maafkanlah daku yang dengan lancangnya menuliskan kata rindu buat Opa. Karena sebetulnya tidak lah elok terdengar orang lain jika mereka tahu. Tapi rasanya kata rindu itu tetap harus daku ungkapkan pada Opa, tersebab ia bukanlah mengada-ada, dan ia bukan hanya sekedar kata atau pula sebatas berbasa basi belaka. 

Opa, perkenalan kita pertama kali saat mengikuti Kompasianival 2013 di Grand Indonesia membuat daku selalu menunggu tulisan-tulisan dari buah pikiran Opa. saat membaca diksi demi diksi yang tersusun rapi di layar kompasiana.com  daku membayangkan wajah Opa  tersenyum dengan jemari bermain indah di atas tuts-tuts. Sungguh, kesan itu tiada lekang meski diriku terkadang tak sempat bertandang ke pondok kompasiana.com karena dikerubuti oleh tugas harian yang tak kunjung usai. 

Lalu Opa, kekagumanku semakin menjadi manakala tahun 2014 mendengar nama Opa terpilih sebagai Kompasianer Of The Year. Sungguh patut Opa menyandangnya. Dan patut pula kupingku mendengarnya, sepatut hatiku berbangga karenanya. Apalagi, semakin lama semakin produktif Opa menggoreskan aksara di dinding Kompasiana. Opa semakin liar mengalirkan ide-ide inspiratif untuk mengisi jiwa-jiwa yang sudah kadung terpana.

Teringat kala itu Opa, di bulan Desember 2014, Opa berkunjung ke Jambi bersama Oma Rose seusai meraih gelar Kompasianer Of The Year 2014. Meskipun sebenarnya Opa melakukan perjalanan tersebut dengan tujuan lain, tapi daku merasa ini adalah kunjungan special buatku. Coba bayangkan? Dari sekian banyak provinsi dan teman Opa se-Indonesia, Opa memilih Jambi terlebih dahulu, dimana Kompasianer Jambi yang keren saat itu adalah diriku (maksa) he he he.

Dan Opa, daku yang berbangga hati itu, bergegas menjumpai Opa di Asrama Haji Jambi, yang menjadi narasumber sebuah acara televisi swasta. Dalam satu scene Opa Tjip mengatakan bahwa : "Menulis merupakan jalan untuk menjaga kebugaran pikiran kita sekaligus sebagai terapi jiwa. Bahwa usia tidak boleh menghentikan langkah kita untuk bisa maju dan saya buktikan melalui perjalanan hidup pribadi". Sungguh, kalimat Opa Tjip seperti menohok hatiku, bagaimana tidak, Opa yang sudah berusia lebih dari 72 tahun (waktu itu), mampu memproduksi tulisan saban harinya, sementara daku yang umurnya sebaya dengan anak bungsu Opa hanya sanggup menulis setahun dua atau tiga tulisan saja.

Sejak itu Opa, mulailah jemari ini menari di atas keyboard setiap harinya hanya untuk menuangkan ide-ide dan pikiran yang melintas setiap waktu. Awal-awalnya, ia selalu mengalir mengikuti serenade jiwa yang mengalun bagai sebuah serenata, lalu jadilah ia tulisan-tulisan yang meski tak terposting setiap hari, tapi mampu memperkenalkan namaku sebagai salah satu kompasianer yang biasa menghiasi laman kompasina dengan pembaca yang bisa dibilang tidak sedikit. 

Tapi Opa, seiring berjalan waktu. Daku tak mampu mengejar produktivitas Opa, bahkan diri ini semakin melemah dalam hal kemampuan merangkai kata, meski ide-ide selalu kaya, tapi ia tak mampu membeli karya-karya.  Maafkan daku Opa, inginku adalah menulis setiap hari seperti Opa, tapi apa hendak dikata. Diri ini menjadi tempat bersarangnya kata capek dan malas serta lesu darah.  

Dan tiba-tiba kini, wajah Opa mulai membayang lagi, apakah ini pertanda daku akan menulis lagi? Ataukah ini hanya menyentakkan mimpi-mimpi? Atau mungkin hanya ilusi karena Opa mengusikku dalam ilusi? Ah, ingin rasanya bertemu Opa sekali lagi, untuk memungut diri Opa sebagai jati diri, mengisi hari-hari dengan penuh inspirasi.

Namun apa daya, sepak terjang pandemi semakin ganas menyerang, ia tak bisa dilawan dengan senjata apapun, tak dapat diintai dengan mata  siapapun, tak mampu dimusnahkan dengan serangan kilat bertaring tajam sekalipun. 

Opa, kita saling doakan saja ya, mudah-mudahan Opa bersama Oma selalu dalam keadaan sehat dan tak kurang suatu apapun. Suatu saat, kita akan bertemu dalam naungan merah jambu, yang saat ini sedang kutanam di lubuk kalbu. Selamat merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 56 Opa, semoga abadi selamanya.  Opa, Aku Rindu....

dokumen kompal
dokumen kompal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun