Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tikus

8 Juli 2020   15:40 Diperbarui: 8 Juli 2020   15:37 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu perjalanan pun dimulai. Semua tikus yang sudah mendaftar masuk satu persatu ke dalam gerobak labu, alat transportasi yang disediakan tuan besar. Terdapat satu tikus yang tak berkhabar. Maka beranglah tikus senior yang dengan susah payah mengkoordinir tikus dari seluruh penjuru mata angin. Ia mengeluarkan kata-kata yang memang selayaknya keluar dari mulut  tikus. Apalagi tikus yang biasa bermain dicomberan atau got-got pasar tradisional. Cuit-cuitannya sangat kejam dan tajam tak berperasaan.

Mendengar cuitan edan tersebut, salah satu tikus kecil tersinggung. Ia merasa cuitan tersebut tak pantas, apalagi yang dituju tidak berada di gerobak labu tersebut. Lalu ia layangkan protes, namun protesnya sia-sia, tikus senior lebih berkuasa. Ia merasa dirinya sudah lama besar bersama tuan besar yang memelihara mereka selama ini.

Tikus kecil hanya berharap, saat tiba di motel kelak semua menjadi adem. Semua merasakan kamar tidur yang setara, fasilitas yang sama, ada ac, kamar mandi dan kasur yang empuk karena sumbangan yang diberikan juga tarifnya tak berbeda. Atau mungkin kalaulah harus bergelimpangan di sebuah aula yang luas pun tak mengapa, asalkan semuanya sama.

Namun, harapan tinggal harapan. Si tikus senior tidak mengatur itu, ia hanya mengumpulkan recehan dan memesan motel yang tak jelas juntrungannya. Padahal informasi dapat dicari di dunia maya, semua terpampang jelas baik kondisi maupun harga. Olalala, perbuatan tikus memang tidak sehebat manusia. Ia hanya berpikir satu arah, atau tidak mengarah sama sekali. Karena tikus tetaplah tikus.

Lalu  tikus kecil merasa tak adil, kenapa yang lain dapat kamar yang lengkap, sementara dia hanya berada di kamar sisa yang tak menyuguhkan apa-apa. Protesnya tak digubris. Malah si tikus senior diam dan menghindar tanpa pernah memberikan penjelasan apalagi sekedar basa basi menyampaikan maaf. Memang, meminta maaf tak semudah yang diungkapkan dalam sebuah tulisan. Meminta maaf  perlu keberanian. Yang tentu saja hanya dimiliki oleh manusia, bukan tikus.

Lalu, tikus senior merasa dirinya semakin besar. Ia melihat bayangannya di cermin. Ia bangga sekali. Lama-lama bayangan itu berubah menjadi seekor kucing. Yang semakin besar dan bermata lebar. Ia lupa kalau matanya sudah rabun. Dikibas-kibaskannya ekornya, ia bergoyang. Makin lama makin banyak tikus-tikus memperhatikannya. Mencuit-cuit kepadanya. Memujinya. Bahkan ada yang berbisik di telinganya, bahwa ia sekarang semakin perkasa. Sehingga tikus senior tersebut merasa yakin bahwa dirinya kini adalah seekor kucing.

Saking senangnya tikus senior tersebut mengerat dengan kuat. Ia gigit recehan uang kertas. Ia bawa lari kain serbet berbau ikan asin. Dan ia terus berteriak tentang kejahatan dan kepicikkan tikus kecil yang telah merepotkannya. Keseluruh tikus yang memujinya ia katakan bahwa tikus kecil yang memprotesnya  tak layak masuk dalam gerombolan para tikus. Katanya, itu tikus sok hebat, sok terkenal, sok hidup di dunia kaum high class. Padahal tikus tetaplah tikus.

Semakin hari ia merasa semakin besar kepalanya. Ia berencana ingin menghabisi tikus kecil yang katanya telah mencederai kehebatannya. Yang katanya telah berani memberontak kepemimpinannya. Ia khawatir tikus kecil tersebut akan menggeser kedudukannya di rumah tuan besarnya kelak.

Untuk menguji kehebatannya ia dengan gagahnya memasuki dunia para kucing. ia merasa dirinya sudah menjadi kucing. dikumpulkannya  kucing-kucing liar. Dihasutnya mereka untuk menangkap para tikus. Saat ia sudah berada di tengah-tengah kucing, ia tidak sadar bahwa sesungguhnya bahaya mengintai dirinya sendiri, karena tikus tetaplah tikus. Dan para kucing berpesta pora menghabisi daging tikus senior yang malang itu tanpa menyisakan apa-apa lagi.

Salam Kompal Selalu....

Dok. Kompal
Dok. Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun