Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel "Temuiku di Surga" (Chapter#8)

31 Januari 2023   16:54 Diperbarui: 31 Januari 2023   17:05 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petugas haji non kloter ditempatkan di tiga daerah kerja (daker) yakni daker Mekah, Jeddah dan Madinah. Selepas umroh, petugas haji daker Mekah langsung menuju ke wisma haji Mekah, petugas daker Madinah menuju Madinah dan petugas daker Jeddah kembali ke Jeddah. Masing-masing daker dipimpin oleh Kepala Daker, biasanya setingkat pejabat eselon tiga di kementerian.

Wisma haji Indonesia Jeddah, disitulah tempat tinggal mereka selama bertugas di Jeddah. Letaknya di Madinah Street. Wisma berlantai delapan ini fasilitasnya memadai. Kamar yang ditempati untuk enam orang dengan tempat tidur bersusun. Petugas media center Jeddah yang berjumlah 13 orang menempati kamar di lantai tiga.

Sesuai jadwal, hari ini kloter pertama jamaah haji Indonesia tiba. Artinya, saatnya petugas haji menunaikan tugasnya melayani jamaah. Konsentrasi petugas Daker Jeddah saat keberangkatan jamaah haji adalah di bandara King Abdul Azis. Para petugas menggunakan sistem shift untuk menjaga kondisi tubuh. Apalagi di Arab Saudi perubahan iklimnya sangat ekstrim.

Hari itu, Zul, Kohar dan Bang Badrun mendapat giliran shift pertama dari pagi sampai sore. Tugas utama media center melakukan peliputan berita selama di Arab Saudi untuk dipublikasikan di situs informasi haji milik pemerintah dan di media masing-masing. Untuk peliputan, mereka disediakan sebuah mobil dengan seorang driver bernama Syaiful. Dia seorang mukimin, orang Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Pria asli Madura ini tinggal bersama istrinya di Jeddah selama 5 tahun. 

Selain fasih bahasa Arab, Syaiful juga hafal jalan-jalan di Jeddah.
"Kalau musim haji tiba, kebanyakan mukimin ingin menjadi petugas haji," cerita Syaiful.
Menurutnya, para mukimin ada yang bekerja sebagai sopir, penerjemah, tukang masak dan sebagainya. Pengetahuan wilayah dan bahasa Arab menjadi nilai tambah para mukimin.
 "Kita diseleksi di Konjen, tidak semuanya lulus," ujar Saiful seraya melaju mobilnya.
"Alasannya apa jadi petugas?" tanya Kohar.
"Ya fulus (uang), kalau kita bertugas di musim haji digaji tujuh puluh riyal perhari, kalau ada perjalanan dinas ke luar kota ada tambahan, ya minimal sebulan dapat 2500 riyal. Kalau sopir pribadi, gaji kita hanya seribu riyal. Sementara biaya hidup di sini tinggi. Untuk kontrak rumah saya saja sebulan empat ratus riyal," kata Syaiful.
"Apa majikan mengijinkan?" tanya Zul.
"Tergantung majikannya, kalau pengertian dikasih cuti dua bulan. Kalau yang kaku ya nggak. Tapi ada juga yang nekat keluar dari pekerjaan, terutama yang gajinya kecil. Apalagi pembantu, gajinya hanya 600 riyal, mendingan jadi juru masak untuk petugas," jelasnya.
"Oh ya sebentar lagi kita sudah masuk bandara. Di depan ada check point, tolong disiapkan kartu ID-nya," Syaiful mengingatkan.
Zul langsung memegangi kartu yang terpasang di saku baju. Badrun, sibuk mencari kartunya.
"Oh , ini dia di tas, syukurlah," ujarnya lega.
"Waduh, kartuku ketinggalan," teriak Kohar panik.
Rombongan pun  kaget, bagaimana bisa ID Card Kohar ketinggalan. Padahal sebelum berangkat dia yang berteriak paling kencang, mengingatkan yang lain untuk membawa kartu ID.
"Wah gimana nih, bisa dihukum," ujar Syaiful kebingungan.

Sementara mobil terus meluncur. Beberapa meter lagi pos pemeriksaan. Dua askar ceking, satu petugas bersorban putih dan dua tentara berbadan kekar dengan kumis tebal menghentikan mobil mereka. Ini negeri orang, nyali mereka tidak sebesar di negeri sendiri. Apalagi nyali si Kohar, dia mulai gelisah. Mobil berhenti dan kaca dibuka. Mereka pun menunjukkan identitas. Giliran si Kohar, tentara Arab memintanya turun. Kohar masih diam, dia tidak paham bahasa Arab.

Syaiful mecoba menjelaskan pada tentara itu. Bahasa Arabnya lumayan lancar, jadi nyambung. Sepertinya dia tidak bisa meyakinkan petugas keamanan. Syaiful turun dari mobil, bicara dengan petugas bersurban. Namun usahanya menemui jalan buntu. Dengan muka lesu Syaiful menuju mobil.
"Kohar turun dulu ya, nanti ada petugas Daker yang jemput,"  ujar Syaiful.
Kohar tampak ketakukan. Dengan gemetaran ia keluar mobil.
"Jangan lama-lama ya," pintanya memelas.
'Insya Allah," jawab Syaiful.
Mobil mereka berjalan pun masuk bandara. Kohar digiring dua orang tentara masuk ke pos jaga.
"Tentara itu akan menghukum Kohar dijemur matahari, tapi saya minta keringanan ke petugas bandara, akhirnya Kohar hanya disuruh berdiri mematung di gardu sampai petugas Daker datang menjemput," jelasnya.
"Gak bilang lupa bawa kartunya," tanya Badrun.
"Awalnya saya bilang begitu, tapi mereka nggak mau tahu, polisi disini tidak ada ampun dan tak bisa disuap," jelas Syaiful.
"Oh berbeda dengan di negeri kita dimana hukum bisa dijualbelikan," ujar Zul.
"Di negeri kita, korupsinya cuma setiap era berganti caranya," ujar Badrun.
"Maksudnya..." Zul belum paham.
"Iya, jaman orde lama, korupsinya diatas meja. Jaman orde baru, korupsinya diatas meja, jaman reformasi sekarang, meja nya ikut dikorupsi..."canda Badrun.
Semua tertawa.
***

Sesampai di bandara, mereka menuju kantor petugas Daker untuk melaporkan kejadian yang menimpa Kohar. Untung ada pak Fauzi, kepala Daker Jeddah. Dia lantas membuat sepucuk surat dengan tulisan Arab. Surat itu diserahkan ke stafnya untuk diberikan pada petugas check point  bandara. Sayang, stempelnya tertinggal di wisma haji Jeddah. Terpaksa, Syaiful harus mengambil stempel dulu ke sana.

"Wah, nasib Kohar hari ini lagi apes, disandera orang Arab," celutuk Badrun.
"Tapi ini akan jadi berita yang menarik untuk ditulis," sahut Zul.
Badrun nyengir sambil berlalu.

Akhirnya tinggal Zul dan Badrun bertugas di bandara. Kloter pertama dari Jakarta telah tiba. Mereka berkumpul duduk di karpet dan terlihat kelelahan. Zul menghampiri kepala rombongan untuk mengetahui kondisi jamaah. Sementara  Badrun wawancara dengan seorang jamaah cilik. Petugas lain pun memberikan pelayanan sesuai bidang masing-masing.

Jelang siang, Zul duduk rebahan di kursi kosong. Seorang pria tua Arab bagian kebersihan bandara menghampirinya. Pria tua dari Yaman ini nampak lapar. Zul mencari makanan yang tersisa di balai kesehatan. Petugas kesehatan, bernama bidan Gayatri menyapanya.

"Ada makanan bidan?" tanya Zul
"Belum makan ya?" dia balik tanya
"Sudah, itu ada petugas kebersihan dari Yaman minta makanan,"
"Oh sebentar, ini masih ada satu. Jatah kita sisa satu, karena ada satu dokter yang belum tiba, " ujar Bidan Gayatri sambil menyodorkan nasi kotak.
"Terimakasih, salam untuk pak Dokter nanti," kata Zul sambil ngeloyor.
Bidan Gayatri geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Zul tidak tahu apa maksudnya.Orang Yaman itu masih menunggu.
"Syukron," katanya ketika menerima nasi kotak.

***

Dari kejauhan Kohar dan bang Badrun berjalan mendekat.
"Hai Kohar, ahlan wa sahlan," sapa Zul.
Kohar diam, mukanya nyengir kuda.
"Wah ada cerita menarik dari si Kohar," pikir Zul.
Lalu Zul dan Badrun duduk manis siap mendengarkan. Kohar masih membisu.
"Gue diomelin apa didoain ame tentara itu, nggak tahu. Pokoknye asal dia ngomong gue bilang amiin. Semakin gue bilang amiin semakin kencang ngomongnya," ujar Kohar dengan logat betawinya yang kental. Mereka tertawa terbahak-bahak. .
Tak jauh dari mereka, seorang petugas haji berpakaian biru-biru mendekat, di bajunya tertulis nama Faisal.
"Apa katanya?" tanya pemuda itu.
Kohar pun mengucap beberapa kata yang masih ia ingat. Faisal malah tertawa.
"Ya jelas, dia tambah jengkel. Pertama dia menasehati, tapi anda malah mengaminkan. Kedua, dia mengomeli, anda masih mengaminkan. Dan ketiga, dia memaki-maki, harusnya anda diam saja nggak usah diaminkan kalau nggak tahu artinya. Itu bukan doa, hahaha" katanya tertawa sambil pergi.
"Sepertinya, dia baru saja dapat cerita lucu untuk teman-temannya," sahut Badrun.
"Darimana dia bang?" tanya Zul.
"Dia petugas haji dari rekrutmen kedutaan besar, para mahasiwa yang belajar di luar negeri terutama di Timur Tengah. Sepertinya mahasiswa di Mesir," ujar Badrun.
"Bahasa Arabnya sih boleh, tapi sok nya itu yang gue tak suka," sahut Kohar jengkel.
"Sabar deh, ini kan dekat Mekah, ntar juga kena batunya," Zul menghibur.
Selain petugas dari Indonesia, kedubes RI di Saudi juga melakukan rekrutmen terhadap petugas temus (tenaga musiman). Mereka berasal dari mahasiswa yang kuliah di negara-negara Islam dan para tenaga kerja Indonesia atau TKI yang berada di Arab Saudi. Setiap tahun ratusan temus direkrut menjadi petugas haji.

****
Zul masih duduk sambil membaca buku di sebuah toko roti di bandara. Zul menunggu Badrun yang sedang ke kamar kecil. Mata Zul tertuju pada beberapa sosok berpakaian hitam dan bercadar yang memesan roti. Dia memperhatikan seorang gadis yang berbeda, memakai cadar hitam alisnya tebal dan matanya jeli. Beberapa saat Zul memandang terpaku.Gadis itu sempat melihat Zul sebentar dan Zul merasa kikuk dan mengalihkan pandangan. 

Tak lama kemudian para gadis berbaju hitam itu pergi meninggalkan toko roti. Zul memperhatikan hingga rombongan itu hilang di sudut bandara. Ada perasaan berbeda yang menggocang hati Zul. Wajah gadis itu seperti apa yang ada di mimpinya. Dia pun menanyakan pada tukang roti tentang rombongan tadi.

"Itu pramugari pesawat Saudi Airline..."
Zul senang dan berharap masih bisa bertemu dengan gadis itu.
 ###

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun