Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Titik Balik Kehidupan dr Richard Lee saat SMA

12 September 2022   16:57 Diperbarui: 19 Mei 2023   08:28 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel by Dudun (Ghostwriter, pemilik Bianglala Publishing). 

Tahun 2000, Richard lulus SMP dengan nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni) sangat pas-pasan. Orangtuanya menghendaki Richard melanjutkan pendidikan di SMA Xaverius 1, di Jalan Bangau, yang lokasinya berdekatan dengan SMP Xaverius 1 karena masih dibawah satu Yayasan. Namun apa daya nilainya kurang sedikit. NEM Richard hanya 34,5, sedangkan untuk diterima di SMA Xaverius 1, minimal NEM nya 35. SMA Xaverius 1 adalah satu diantara SMA terbaik di kota Palembang. Tapi lantaran Richard beragama Katholik, ia mendapat prioritas, sehingga dapat diterima di SMA tersebut.

Sesudah mendapat privilege dari sisi nilai, ternyata keluarga Richard masih meminta keringanan lagi. Maklumlah untuk masuk SMA Xaverius 1 biayanya tidak sedikit. Uang masuk atau uang gedung dan iuran SPP bulanan masih dirasa cukup tinggi. Orangtunaya pun lagi-lagi menghadap Pastor Paroki untuk meminta dispensasi.

Pastor Paroki bermurah hati. Mereka memberikan keringanan uang gedung dengan pembayaran dapat diangsur, serta diskon SPP bulanan yang sangat besar. Biasanya siswa secara normal membayar SPP bulanan Rp 100 ribu, Richard hanya membayar Rp 25 ribu. Tentu keringanan biaya pendidikan ini sangat menolong keuangan keluarga. Dengan ekonomi yang sangat sulit, suatu kebanggaan Richard bisa sekolah di tempat yang terbaik. Orangtuanya pun senang melihat anaknya tetap melanjutkan studi di sekolah idaman.

Atas budi baik Pastor Paroki, keluarga Richard semangat menjalankan ibadah ke gereja. Mereka mengajak anak-anaknya untuk sembahyang setiap hari Minggu. Sejak dari SD hingga SMA, Richard selalu rajin mengikuti kebaktian. Namun ketika beranjak remaja, doa yang dipanjatkannya berbeda dengan remaja kebanyakan. 

Jika para remaja berdoa untuk menjadi orang yang sukses atau kaya, doa Richard tidak demikian. Ia merasa tidak pantas meminta apapun kepada Tuhan. Meski kondisinya serba kekurangan, Richard merasa sudah banyak ditolong Tuhan. Dalam setiap doa, Richard hanya memohon agar dirinya menjadi berkat bagi banyak orang. Ia ingin hidupnya bermanfaat bagi orang lain.

Masa SMA, adalah masa-masa yang penuh keindahan. Dimana seseorang mulai jatuh cinta kepada lawan jenisnya. Apalagi di sekolah yang prestisius, selain pintar banyak siswi yang memikat hati. Sebagai seorang laki-laki normal, Richard pun tertarik dengan seorang gadis satu kelas. Tapi kadang Richard merasa malu, karena dia tidak mempunyai apa-apa. Tak ada satupun yang bisa dibanggakan pada si jantung hati.

Namun perasaannya tetaplah harus disampaikan sebagai wujud ungkapan hati. Masalah diterima atau tidak, itu urusan yang berbeda. Sayangnya cintanya bertepuk sebelah tangan. Richard harus menerima kenyataan dengan lapang dada. Ternyata dia tidak sendiri, karena ada teman sekelas yang juga ditolak cintanya. Namanya Yudistira Virgus. Perasaan senasib, sama-sama menjadi "korban" ditolak oleh cewek yang sama, membuat mereka menjadi bestie atau sahabat dekat.

Pertemanan dengan Yudistira ternyata membawa banyak manfaat. Persahabatan mereka bukan persahabatan biasa, namun terkesan sangat freak atau aneh. Mereka berteman untuk saling berkompetisi dan adu kepintaran dalam pelajaran sekolah. 

Mereka berdua bersaing mendapatkan nilai terbaik di kelas. Khususnya di pelajaran eksakta seperti Matematika, Fisika dan Kimia. Setiap kali bertemu, mereka beradu untuk memecahkan soal. Ketika Richard menguji soal, Yudis berusaha memecahkannya. Demikian sebaliknya. Pertemanan yang berbeda dari siswa kebanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun