Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Membumikan Budaya Proses Bagi Peserta Didik

12 Juni 2012   11:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:04 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Dudung Koswara, M.Pd.

Trend globalisasi menuntut pentingnya kemampuan bersaing (competitiveness ), namun bangsa kita masih terbebani oleh masih kuatnya tradisi pragmatisme. Nilai-nilai pragmatisme dan ingin serba mudah dalam mendapatkan sesuatu makin menggejala di negeri ini. Nuansa persainganyang menuntut kompetensi imbas dari era globalisasi, dinodai dengan tindakan curang yang membolehkan mendapatkan sesuatu tanpa proses.

Satu produk paling membudaya dan susah diberantas diantaranya adalah korupsi. Koruptor adalah sosok pelaku korupsi generasi anti proses, pragmatik dan abai moralitas demi kepentingan pribadi.Kepentingan pribadi yang didapatkan dengan cara pintas/illegal dan menghindari proses semakin banyak terjadi.Masyarakat pemalas, akan menjadi komunitas manusia-manusia anti proses. Komunitas pemalas anti proses akan menjadi beban bangsa.

Mental terabas, alergi pada proses menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat kita. Perilaku negatif ini berpeluang menetes kebawah terutama pada generasi bangsa yakni para pemuda /pelajar. Pemuda dan pelajar /peserta didik adalah anak dari masyarakat, Ia berada dalam satu lingkaran sosial. Ia akan berpeluang mengimitasi perilaku masyaraktnya. Masyarakat yang cederung pragmatis sedikit banyak telah memengaruhi peserta didik, sebagai bagiandari lingkungannya. Ungkapan “Yang penting hari ini, nanti jangan dipikirin.” Ungkapan ini menjadimind set masyarakat kita, pragmatis dan menghindari proses.

Harapan membendung menularnya pragmatisme terhadap remaja/peserta didik masih ada di lingkungan satuan pendidikan.Satuan pendidikan harus mampu menjadi penerjemah dari perilaku sosial yang tidak baik. Bukan harus ditiru, melainkan harus dihindari. Satuan pendidikan harus mampu memberikan pencerahan dan alternatif dari fenomena menggejalnya pragmatisme sosial. Peserta didik adalah generasi muda yang sedang tumbuh mencariidentitas dan model-model kehidupan. Ia memerlukan penerjemah cerdas dalam memahami realitasyangcenderung anomalis.

Setiap satuan pendidikan __sebagai area penumbuhkembangan budayaadiluhung manusia__ harus dapat diandalkan.Perlu kesepahaman warga civitas akademika yang dikemas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Mengintegrasikan pentingnya paradigma proses dalam setiap pembelajaran.Secara teoritik dan praktik, paradigma pentingnya proses harus ditanamkan. Satuan pendidikan sebaiknya menjadi tempatmenterjemahkan pentingnyaprosessebagai rahasiaberkehidupan yang baik.

Pada hakekatnya hidup adalah proses. Keseharian aktifitas manusia penuh dengan tuntutan proses. Karena proses adalah prasyaratdalam kehidupan untuk mendapatkan sesuatu. Peserta didik adalah generasi yang akan terjun dikemudian hari menjadi bagian masyarakat. Peserta didik yang bermental pragmatis dan phobia terhadap proses sangat berbahaya. Menghindarkan peserta didik dari mental terabas menjadi bagian dari tugas dunia pendidikan. Tradisi ingin serba mudah untuk mendapatkan sesuatupada akhirnya akan melahirkan mental menghalalkan segala cara demi mendapatkan sesuatu. Ini harus dihindari. Generasi yang asing terhadap proses akan menenggelamkan bangsa pada kekalahan dalam persaingan global.Sukses adalah hasil dari proses yang panjang dan perbaikan tiada akhir. Dalam tradisibangsa Jepang disebut sistem kaizen.

Satuan pendidikan harus mampu menjadi “industri” peserta didik yang menjunjung tinggi pentingnya proses. Pendidikan proses dan pentingnya mengeksplorasi segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu harus dikuatkan. Jangan sampai satuan pendidikan justru telah menjadi institusi yang mensponsori mental cepat saji.Lembaga pendidikan bukan area yang mengabaikan proses dan mengutamakan ijazah. Lembaga pendidikan bukan “pabrik ijazah” melainkan rumahbudaya yang mengemban amanah memanusiamanusia.Manusia mahluk dinamis dan membutuhkan proses. Apirmasi terhadap pentingnya proses tidak hanya pada teori melainkan dalam praktek keseharian pembelajaran.

Satuan pendidikan harus mampumenggiring peserta didik idealis bukan pragmatis. Idealis dalam memahami pentingnya proses dan belajar tiada henti. Hindarkan hal-hal buruk terjadi di satuan pendidikan yang akan berdampak menguatnya spirit pragmatisme dikalangan peserta didik.Seperti, peserta didik tidak mau belajar/menghapal karena mengandalkan teman yang biasa dijadikan contekan bersama. Mudahnya tenaga pendidik memberikan nilai.

Bisa lebih parah lagi dalam “fenomena UN” yang seharusnya menjadi momen untuk meningkatkan ikhtiar belajar menjadi momen mencaridan menyebarkan kunci jawaban diantara sesama peserta didik. Faktanyapara pelajar Jawa Baratberada pada peringkat 15 dalam hal kejujuran. Tidak jujur berarti mengambil jalan pintas, mencari kunci jawaban. Sebuah ikhtiaryang tidak memperlihatkan mental baik.Hal-hal yang seharusnya melintasi proses dan melalui pengalaman belajar, berubah menjadi tanpa proses dan siap saji.

Ulangan mencontek, UN mencontek bahkan mengerjakan tugas oleh orang lain. Bila satuan pendidikan menjadi area tersembunyi tumbuhnyamental pragmatism peserta didik akan berbahaya. Munculnyareaksi pelajarKota Bandung yang tergabung dalam Mantap-GAN (Mandiri Terpercaya Gerakan Anti Nyontek), menjelaskanmasih adanya generasi muda kita yang senang pada proses. Ini peluang baik untuk menumbuhkembangkan kejujuran (mental senang berproses). Mengikis mental siap saji, abai pada ikhtiar dapat diawali di satuan pendidikan.

Menurut hemat penulis ada beberapa upaya untukmengembalikan mental pragmatisme kepada mental mau berproses. Dapat dilakukan dengan usaha bersama semua warga civitas akademika. Langkah-langkah yang dapat dilakukan diantaranya adalah; pertama, berikan penilaian lebih pada proses bukan pada hasil. Apresiasi usaha siswa sebijak mungkin. Berikan pehatian dan motivasi terhadap semua peserta didik yang “berani” berproses dalam pembelajaran. Dampingi setiap kegiatan siswa dan jangan berorientasi pada hasil.

Kedua, jangan menghakimi hasil yang kurang baik dari peserta didik. Baik dalam bentuk ulangan maupun praktek. Melainkan komentari dengan bijak proses yang sedang berjalan. Utamakan proses dibanding kompetensi peserta didik.Penilaian proses menjadi alternatif dalam menanamkan pentingnya proses.

Ketiga, hindaridominasi evaluasi peserta didik dengan menggunakan angka-angka. Evaluasi afeksi dan proses peserta didik dengan banyak menggunakan skala sikap dan unjuk kerja. Pengamatan dan apresiasi secara spontan terhadap perkembangan peserta didik dapatmenjadi penguat pendidikan pentingnya proses. Prosesbelajar peserta didikharus lebih dihargai dari hasil belajar peserta didik. Proses oriented, menjadi media penanaman pentingnya proses pada peserta didik.

Keempat, memberikan tambahan wawasan tentang fenomena sosial buruknya dampak perilaku pragmatis anti proses. Contoh sosial seperti; maraknya perjudian; maraknya rentenir; maraknya korupsi; maraknya PNS muda dengan rekening gendut; kerja dengan suap; narkoba di Lembaga Pemasyarakatan; sex bebas dll.Peserta didik harus diberikan pemahaman akan buruknya mentalitas pragmatis dan anti proses.

Tuhan saja menciptakan bumi dan langit melalui proses. Bukan Tuhan tidak mampu membuatjagat raya langsung jadi, melainkan pesan dibalik penciptaan itu adalah pentingnya proses dalam kehidupan. Manusia yang anti proses adalah manusia yang tidak “seirama” dengan kehendakTuhannya. Tuhan sangat menilai proses dibanding hasil. Karena proses adalah urusan manusia,hasil adalah urusan Tuhan.Kita yang berdo,a, Tuhan yangmengabulkan. Kita yang ikhtiar, Tuhan yang menentukan. Aa Gym, menyatakan pentingnya proses dengan kalimat, “Indahnya ikhtiar”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun