Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meliatkan Pribadi Menjadi Sang Pengasih (10)

14 Juni 2022   01:23 Diperbarui: 14 Juni 2022   01:41 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[foto pribadi: Good News Bible, Collins World]

Ujung-ujungnya, ketergantungan bukannya membuat hubungan berkembang tetapi malah membuat hubungan berantakan, dan ketergantungan bukannya membuat orang semakin baik namun justru membuat orang remuk redam.

Kateksis Tanpa Cinta

Salah satu ciri ketergantungan adalah tidak adanya kepedulian terhadap perkembangan spiritual. Mereka yang bergantung pada orang lain hanya mementingkan kebutuhan diri sendiri, dan hanya itu yang mereka lakukan; mereka ingin dicukupi, mereka ingin bahagia; mereka tidak ingin tumbuh, dan mereka juga tidak ingin mengalami ketidakbahagiaan, kesepian dan penderitaan, padahal ketiga hal inilah yang akan mereka temui dalam proses pertumbuhan.

Orang yang bergantung pada orang lain juga tidak peduli apakah orang lain tempat mereka menggantungkan diri itu spiritualitasnya meningkat atau tidak; yang mereka pedulikan hanya ini: orang lain harus memuaskan mereka.

Ketergantungan hanya salah satu dari perilaku yang sering kita salah artikan sebagai "cinta" bila kita tidak menganggap perlu pertumbuhan spiritual. Di bawah ini akan kita bahas perilaku lain supaya bisa kita lihat bahwa kalau spiritualitas kita tidak tumbuh, cinta tidak pernah bisa disebut sebagai kasih-sayang atau kateksis.

Kita sering membahas orang-orang yang suka melakukan kegiatan atau suka benda mati. Kita akan bilang, "Dia suka sekali uang" atau "Dia gila kekuasaan" atau "Dia suka sekali berkebun" atau "Dia gila main golf'. Seseorang bisa memaksakan diri lebih dari biasanya, 

misalnya bekerja 60, 70 atau 80 jam seminggu untuk menumpuk harta atau mencari kekuasaan. Sekalipun kekayaan atau kekuasaan seseorang sangat besar, kerja keras dan usahanya mencari kekayaan sebanyak mungkin tersebut sama sekali tidak membuatnya berkembang.

Kita sering berkomentar tentang orang kaya yang sukses karena kemampuan sendiri. "Dia manusia rendahan, dia jahat, dia bukan siapa-siapa." Kita berkomentar bahwa orang ini gila kekuasaan atau uang, tapi kita jarang memandangnya sebagai orang yang penyayang.

Mengapa bisa begitu? Karena kekayaan atau kekuasaan bagi orang-orang seperti ini memang semata-mata kekayaan atau kekuasaan, dan bukan merupakan sarana mengembangkan spiritualitas. Tujuan cinta itu sendiri sejatinya adalah perkembangan spiritual atau evolusi manusia.

Hobi adalah kegiatan untuk mengembangkan diri. Jika mencintai diri sendiri --dalam hal ini mengembangkan diri agar spiritualitas tumbuh-- kita perlu memberi diri sendiri semua hal yang tidak berkaitan langsung dengan spiritualitas. Jika kita ingin memupuk jiwa, tubuh pun harus kita beri pupuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun