Mohon tunggu...
DS Anwar
DS Anwar Mohon Tunggu... Guru - berusaha memperbaiki segala kekurangan

Menulis untuk berbagi dan bercerita. Sering memandang langit di malam hari sekadar untuk bertasbih, mengagumi benda yang bertebaran di langit, rembulan dan bintang-bintang-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tragedi di Malam Takbir

23 Mei 2019   16:42 Diperbarui: 23 Mei 2019   16:48 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Assalamu'alaikum!" seorang anak bertubuh subur mengucap salam di depan pagar rumah bercat hijau muda.

"Wa'alikum salam!" jawab seorang ibu yang kebetulan sedang menyiram beberapa tanaman hias  di teras. Rumah yang tidak terlalu besar namun asri. Terlihat banyak pot gantung serta bermacam tanaman berdaun subur dengan macam-macam warna. Mulai yang berdaun kecil-kecil seukuran kancing bergelayutan. Ada yang berdaun ungu terang dengan pot berwarna putih, terlihat kontras membuat mata semakin betah memandang, ada yang berdaun tebal dan dengan permukaannya sedikit berbulu halus, di sela-sela batangnya muncul bunga-bunga merah, mirip pita yang suka terselip di kepala anak kecil yang rambutnya berkuncir dua.

Ada juga tanaman yang seperti rambut panjang menjuntai, dengan warna daun hijau muda terang. Tanaman yang satu itu mengingatkannya pada tokoh kartun kesayangan adik perempuannya, Rapunzel. Seorang gadis yang dijebak dalam sebuah bangunan di tengah hutan oleh seorang wanita tua, Mother Gothel. Jika rambut panjangnya itu dibelai dan diusap, maka wanita itu akan selalu berubah kembali muda dan cantik. Sehingga sang wanita tua menyekap Rapunzel sedari bayi hingga remaja di sebuah menara di tengah hutan belantara.

Mata anak berbadan subur itu selalu betah jika berkunjung ke rumah Kubil. Di terasnya juga banyak berjejer bermacam pot yang berisi berbagai jenis tanaman. Entah apa saja namanya. Yang ia tahu hanya beberapa saja. Di antaranya kuping gajah, lidah mertua, dan gelombang cinta. Dia suka geli kalau teringat nama-nama tanaman hias itu. Menurutnya merasa aneh saja. Dan ia tidak mungkin mengingatnya satu persatu semua tanaman di rumah tersebut. Yang jelas dari yang digantung, di teras, di halaman depan, hingga di belakang rumah, penuh dengan berbagai jenis tanaman. Itulah yang membuat ia suka dan merasa betah jika bermain ke rumah sahabatnya itu.

"Lho, kok malah melamun. Ayo masuk, Do!" suara seorang ibu yang sudah tepat di hadapannya membuyarkan lamunan Dodo.

"Astaghfirullahal'azim. Eh, iya Bu. Maaf, Kubilnya ada?"

"Iya ada, tuh di belakang rumah. Ia sedang memberi makan ayam-ayam peliharannya. Silakan langsung saja ke belakang." Sambil mesem-mesem ibu muda yang berkerudung hijau toska itu membukakan pintu pagar dan menyuruh masuk teman anak sulungnya tersebut.

Sambil berjalan menuju ke belakang rumah, mata Dodo terus menyisir seluruh tanaman di sekeliling rumah itu. Setiap kali ke sana ia selalu berpikir, "Kok, bisa ya Ibu-nya kubil merawat semua tanaman itu? Apa tidak merasa capek merawatnya?" begitu benaknya.

"Eh, Oncom, sedang apa, Dek?" Dodo menyapa seorang anak kecil berusia kira-kira 3 tahun yang sedang asyik bermain sendiri.

"Main ini!" seraya mengangkat dan menujukkan sebuah mobil-mobilan jenis mobil patroli polisi.

"Wah, bagus sekali! Puji Dodo. Anak kecil itu tampak semakin riang wajahnya

"Kakak, mau ketemu Aa Kubil, ya? Tuh, di sana!" ucap anak berkepala plontos itu ramah seraya melentikkan telunjuknya ke arah belakang rumah. "Iya, Kakak sudah tahu. Tadi Ibu juga sudah bilang, kok." Dodo tersenyum dan terus melanjutkan langkahnya.

"Bil, kita jadi 'kan nanti jadi ikut takbiran?" seloroh dodo tanpa basa-basi saat sampai di belakang rumah. Terlihat Kubil sedang sibuk dengan sebuah ember yang berisi pakan untuk ayam-ayamnya yang baru beberapa hari lalu ada yang menetas lagi telurnya. Kandang-kandang ayam itu ada tiga. Berjajar rapi di pinggir kolam yang rimbun dengan bermacam tanaman. Di sana ada tanaman daun serai, kemangi, kumis kucing, mareme, dan entah apa lagi.

"Iya, jadilah. Kita nanti takbiran usai shalat Isya berjamaah, kata Pak Ustad juga."

"Terus, teman-teman kita yang lain sudah tahu?" desak Dodo lagi.

"Itu gampanglah, nanti 'kan kita biasa shalat Maghrib berjamaah juga nanti di masjid, pasti ketemu mereka." Seraya membereskan ember yang semua isinya masuk ke tempat pakan ayam di kandang. Kubil kemudian mencuci  tangannya di kolam yang airnya tampak bersih tidak ada sampah satu pun. Terlihat gerombolan ikan-ikan nila yang sedang mengerubuti daun talas yang dilempar Kubil ke atas kolam sebelum mencuci tangannya.

 "Oh, benar juga," timpal Dodo

Lalau mereka terlibat obrolan beberapa saat. Dua sahabat itu memang sudah berteman dekat sejak duduk di kelas 1 sekolah dasar. Selain rumahnya tidak terlalu berjauhan, masih satu kampung, mereka juga jarang terlihat berselilsih. Kalau pun ada perbedaan misalnya perbedaan pendapat di antara keduanya selalu ada yang mengalah. "Kalau begitu saya pulang dulu, ya. Sepertinya sudah mau adzan Maghrib, Bil." Dodo segera pamit seraya menutup obrolan.

***

Azan Maghrib pun berkumandang. Hari puasa terakhir di bulan Ramadan pun berakhir. Semua menikmati kemenangan serta kebekahan yang tentu saja diraih dengan segala perjuangan. Termasuk keluarga kecil di rumah Kubil. Saat di meja makan terjadi obrolan kecil.

"Bu, kenapa Ayah belum pulang?" sambil menikmati kolak pisang Kubil menanyakan perihal ayahnya yang di saat buka puasa terakhir tidak berkumpul. Sementara adiknya sudah tertidur sebelum Maghrib sambil memeluk mobil mainan kesayangannya usai mandi sore. Jadilah Kubil hanya berbuka dengan ibunya, berdua saja.

"Oh, iya Ibu, tadi menerima telefon dari Ayah. Katanya di jalan sangat macet. Jadi kemungkinan ayah berbuka puasa di perjalanan." Ibu Kubil menjelas perihal ketidakhadiran ayah Kubil saat berbuka.

"Kalau begitu, nanti tolong bilang sama Ayah ya, Bu. Aa mau langsung ikut takbiran di masjid setelah shalat Isya berjamaah. Boleh, kan?" pinta Kubil seraya membereskan piring dan gelas bekas makan. Anak yang baru duduk di kelas 4 itu terbiasa mencuci piring dan perlengkapan makan oleh sendiri. Orang tua Kubil benar-benar menerapkan kedisiplinan kepada anaknya sedini mungkin.

"Iya nanti Ibu akan sampaikan, tetapi pulangnya jangan terlalu malam, ya. Jam Sembilan sudah harus ada di rumah lagi. Agar besok subuh tidak bangun kesiangan!" pinta Ibunya.

"Insya Allah, terima kasih, Bu"

***

Suara dulag*) sudah memecah malam. Tetabuhan beduk di setiap masjid, dan mushala mulai bersahutan. Irama-irama khas tabuhan beduk berpadu dengan lantunan takbir dalam pengeras suara di atas kubah masjid.

Di teras masjid Al-Mujahid terihat beberapa anak bergerombol. Mereka bergantian menabuh beduk. Termasuk Kubil dan teman temannya. Sesuai kesepakatan yang telah mereka buat sebelumnya.

"Do, kenapa Yujeng tidak ikut shalat Isya berjamaah, ya?" seloroh Kubil kepada Dodo.

"Iya, kenapa ya? Padahal tadi sore, saya berpapasan di dekat jalan kereta," timpal Cungkring sambil merapikan duduknya. "Tapi tidak saya tanya mau ke mana, karena di sepertinya sedang tergesa-gesa," imbuhnya lagi.

"Oh, iya, saya tahu. Kalau tidak salah dia tadi sore pergi ke jalan, katanya dia mau membeli petasan." Ibo ikut nimbrung. Anak berambut berkulit agak gelap dengan rambut ikal itu sering menjadi informan ulung di antara teman-temannya. Teman-temannya mafhum kalau dia sangat menyukai buku-buku cerita atau komik yang berbau spionase. Dan tokoh kartun kesukaannya adalah Detective Conan.

"Wah, kalau saya tidak tahu Bil. Saya tidak sempat bertemu sejak sepulang dari rumah kamu tadi sore. Padahal tadi saya mampir ke rumahnya. Dan hanya ada ibunya yang sedang menggoreng bala-bala untuk jualannya. Tapi sepertinya jawaban Ibo bisa benar juga." Dodo menambahkan.

Belum usai Kubil dan teman-temannya menemukan jawaban atas ketidakhadiran Yujeng, tiba-tiba seorang anak berteriak membuat penabuh beduk menghentikan pukulannya ke beduk.

"Woi, ada keributan di dekat jalan kereta. Katanya ada kecelakaan!" sontak semua anak-anak menghambur ke luar dari teras masjid. Mereka berlarian menuju satu tempat. Jalan kereta!

Ternyata benar saja. Orang-orang sudah menyemut di pinggir rel kereta api. Jalur kereta api tersebut tidak terlalu aktif. Sehari hanya ada empat jadwal. Dua kali jadwal keberangkatan, dan dua kali jadwal kepulangan, pagi dan sore hari. 'Berarti itu bukan kecelakaan oleh kereta api kalau malam hari.' Begitu benak orang-orang saat berdatangan ke lokasi kejadian. Termasuk kubil dan teman-temannya.

Teryata di sana sudah ada Pak RT dan beberapa orang dewasa termasuk anak-anak kecil. Mereka sedang mengerubuti seorang anak yang tergeletak. Tanan kanannya bersimbah darah.

"Lho, itu kan Yujeng!" teriak Kubil. "Iya, benar." Dodo menimpali.

"Awas, anak-anak jang terlalu medekat! Cegah Pak RT. Cepat panggilkan angkot, kita bawa ke rumah Sakit," perintahnya kepada beberapa warga.

Di tengah kerumunan tergeletak Yujeng tengah meraung kesakitan. Telapak tangan kanannya telihat hitam dan mengucurkan darah segar.

Ibu-ibu dan anak-anak perempuan ada yang menjerit seraya beristighfar. "Ini kenapa tidak ada yang melarang main petasan?" ucap seorang ibu sambil terisak. Dia tahu bahwa anak yang tergelak itu Yujeng, anak seorang penjual gorengan di ujung gang yang suaminya pengangguran dan pekerjannya hanya memancing.

Ia terisak sambil menyingsingkan kain dasternya lalu berlari bermaksud memberi tahu Mak Cicah, ibunya Yujeng.

Tak lama datang sebuah angkot. Pak RT dibantu beberapa warga menggotong  Yujeng ke dalam angkot. Anak itu semakin keras suara raungannya. Darah pun terus mengucur dari telapak tangan kanannya

Kubil dan temannya tampak ngeri sekaligus kasihan melihat kejadian tersebut, menimpa teman dekat mereka pula. Semua bisu dan berwajak terpaku. Benak mereka semua bertanya-tanya. Kenapa sampai terjadi kejadian yang mengenaskan tersebut di lama takbiran? Dan sahabat mereka sendiri yang mengalaminya.

"Ayo, anak-anak bubar!" Pak Ustad Heri guru mengaji di Masjid Al-Mujahid menyuruh anak-anak di tempat tersebut. Ayo sekarang tidak ada lagi yang di luar rumah. Yang mau melantunkan takbiran kembali ke masjid, dan yang lainnya boleh pulang ke rumah masih.

Beberapa warga masih berkerumun. Mereka ramai membicarakan kejadian yang baru saja terjadi. Di antara ibu-ibu ada yang masih terisak. Tak tega melihat kejadian yang menimpa Yujeng.

Sesuai janji kepada ibunya, Kubil segera berpamitan kepada teman-temannya. Mereka pun sama. Mereka tak menyangka akan mendapat kengerian di malam takbiran. Terdengar di kejauhan suara sirene mobil polisi. Meraung memecah malam di antara suara takbir.

Cianjur, 18 Ramadan 1440-H/ 23 Mei 2019

*) dulag(Sunda) = menabuh beduk dilagukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun