Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerintah Is The Best, Apa-Apa Pokoknya Salah Rakyat!

16 Juni 2021   15:03 Diperbarui: 16 Juni 2021   15:08 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Covid-19 di Indonesia, Sumber: Reuters

Kasus Covid-19 kembali meledak di Indonesia. Di beberapa daerah, dari lensa netizen, juga terlihat daya tampung rumah sakit yang membludak. Lebih mengkhawatirkan lagi, varian baru Covid-19 juga merebak diantara ledakan kasus Covid-19 dalam waktu sepekan ini.

Dari sorotan Satgas Covid-19, ada 15 daerah penyumbang kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia. Ada pun 15 daerah itu adalah Grobogan (Jawa Tengah), Bangkalan (Jawa Timur), Demak (Jawa Tengah), Jepara (Jawa Tengah), Kota Bekasi (Jawa Barat), Jakarta Barat (DKI Jakarta), Jakarta Pusat (DKI Jakarta), Jakarta Utara (DKI Jakarta), Depok (Jawa Barat), Jakarta Timur (DKI Jakarta), Jakarta Selatan (DKI Jakarta), Jakarta Selatan (DKI Jakarta), Sleman (DI Yogyakarta), Kota Semarang (Jawa Tengah), Kota Bandung (Jawa Barat), dan Bandung Barat (Jawa Barat).

Tidak hanya satu varian baru, dari beberapa sumber menyebutkan, Indonesia diserang empat varian baru Covid-19 sekaligus. Empat varian baru Covid-19 yang bermutasi itu, yakni varian Inggris (B.1.1.7), varian India (B.1.6.1.7), varian Afrika Selatan (B.1.3.5.1), dan varian (B.1.5.2.5). Kebayang kan, satu varian Covid-19 saja, Indonesia setahun lebih masih jadi pesakitan.  Ekonomi melorot, pengangguran meroket. Beda dengan Wuhan yang jadi sumber pertama Covid-19, mereka sekarang sudah bebas melakukan kegiatan bahkan pesta.

Diketahui, varian Inggris (B.1.1.7) terkonfirmasi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hal ini ikut dibenarkan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Dari hasil studi awal disebutkan, varian ini memiliki potensi penularan sebanyak 36%-75%.

Untuk varian India (B.1.6.1.7) yang memiliki gejala seperti mual, diare, sakit perut, kehilangan nafsu makan, pembekuan dan gangren (kematian jaringan tubuh) terkonfirmasi pada seorang WNI di Jakarta, dan 28 orang di Kudus, Jawa Tengah. Sementara itu, untuk varian Afrika Selatan ditemukan di Bali pada 25 Januari 2021, dan pasien tersebut akhirnya meninggal dunia pada 16 Februari 2021. Sementara itu, varian B.1.5.2.5 terkonfirmasi di Kepulauan Riau.

Kebetahan Covid-19 dengan teman-teman varian barunya di Indonesia, sebenarnya sudah banyak diprediksi. Tidak hanya disampaikan oleh tokoh-tokoh oposisi, tapi juga disampaikan oleh ahli atau pun peneliti di dalam maupun luar negeri. Bahkan, prediksi itu sudah di lempar sejak dua bulan kemunculan pertama pasien Covid-19 di Indonesia.

Apakah merebaknya varian baru ini bukti kegagalan pemerintahan Jokowi ? Atau ini buah dari karma Jokowi yang menyepelekan Covid-19 di awal-awal dan pongah Covid-19 akan selesai di awal tahun 2021?

Tentunya jawabannya adalah tidak, apalagi bagi seorang Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Menurut LBP, pemerintah sudah bekerja keras. Kenaikan kasus Covid-19 baru ini akibat "kengototan" rakyat Indonesia untuk melaksanakan mudik. "Pemerintah sudah habis-habisan minta supaya stay at home, tidak mudik, kemarin ramai-ramai, dan ini buahnya," ujar luhut dalam virtual conference.

Untuk diketahui, selama satu tahun lebih ini, pemerintah telah bekerja keras mengendalikan Covid-19. Pemerintah dalam beberapa kesempatan sebenarnya tengah menguji penangkal virus Covid-19. Cuma, yang namanya masih uji coba tentu tidak mungkin digembar-gemborkan. Misalnya, ketika Jokowi ke Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menimbulkan kerumunan, Jokowi dan Prabowo yang menghadiri pesta anak artis, dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, rakyat jangan asal marah-marah kalau pejabat negara melakukan kerumunan di tengah pandemi. Kerumunan pejabat adalah upaya pengujian penangkal virus, sedangkan kerumunan yang dilakukan rakyat justru berpotensi menyebarkan virus. Jadi, rakyat tak punya hak untuk marah kepada pemerintah, dan juga tidak punya hak untuk menyangkal apa bila disebut sebagai biang tumbuh suburnya Covid-19.

Penangkal virus Covid-19 yang tengah dikembangkan pemerintah itu bernama "KEKUASAAN". Untuk beberapa kasus, si penangkal ini bisa dikatakan berhasil, contohnya seperti penggunaan takaran yang tepat pada UU Minerba dan UU Cipta Kerja. Tapi, dalam beberapa kasus uji coba gagal, seperti Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Ke depan penangkal ini akan kembali diujikan di RKUHP.

Jadi, tidak ada alasan untuk menyalahkan pemerintah. Rakyat lah yang salah, karena tidak tahu maksud baik pemerintah. Pemerintah hari ini sedang menyempurnakan "KEKUASAAN" itu. Rakyat bersabarlah, semua tengah diuji dalam laboratorium kebangsaan. Mau tiga periode, penambahan masa jabatan, atau apapun itu, itulah yang terbaik. Jika rakyat tidak mau terus disalahkan, pertanyaannya cuma satu, apakah rakyat berani merebut penangkal virus (KEKUASAAN) itu?

Bismillah, Komisaris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun