Kini giliran Jokowi yang menunjukkan wajah tegang. Entah Jokowi salut dengan keberanian saya dibanding peserta lain yang hanya sekedar basi-basi, atau entah karena kelancangan saya. Entahlah.
"Tapi saya tidak ada klaim apa-apa," sela Jokowi.
"Benar. Tapi kecurangan yang terjadi di lapisan bawah juga benar adanya. Saya berharap, Bapak bisa tegas di hadapan media memerintahkan aparat kepolisian untuk menindak tegas siapapun pihak yang merusak proses demokrasi hari ini. Setegas sikap Bapak meyakinkan publik bahwa Polri/TNI akan netral dan menjamin keamanan dan kenyamanan selama Pemilu," kata saya.
Jokowi yang awalnya terlihat tegang dan duduk sedikit condong kedepan mulai menyandarkan badannya kebelakang. Terlihat ia menghela napas dalam-dalam.
"Mohon maaf Bapak calon presiden, negara kita sekarang kekurangan sosok negarawan. Apapun hasil keputusan pemilu kali ini, terlepas siapapun yang menang dan kalah, saya berharap Bapak bisa menjadi negarawan yang kelak mampu menjawab keresahan rakyat, mampu meneduhkan, dan arif melihat kondisi bangsa," kata saya sambil mengucapkan izin meninggalkan ruangan.
Ketika hendak berbalik badan, tetiba wajah saya membentur badan pria tegap. Saya terjatuh terhempas kebelakang dan terdengar suara Jokowi bersorak, "hei..hei.. jangan begitu. Itu rakyat saya. Jangan ada yang main hakim sendiri".
Kepala saya terasa berat dan semua serasa gelap. Saya coba membuka mata perlahan. Ternyata saya sedang terbaring di sofa di depan televisi rumah. Saya melihat jam dinding menjukkan pukul 20.00 WIB.
Terlihat di televisi berita Moeldoko dan Hasto membuat acara di syukuran di Rumah Aspirasi. Tidak ada Jokowi disana. Ternyata apa yang baru saja terjadi tadi hanya mimpi.