Mohon tunggu...
Dr. H. Munawar M.Si
Dr. H. Munawar M.Si Mohon Tunggu... Dosen - Menulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merangkai Kerukunan dalam Keberagaman

12 Januari 2021   16:59 Diperbarui: 12 Januari 2021   17:07 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keanekaragaman yang ada di Indonesia ini tentunya tidak hanya menjadi fakta kehidupan, melainkan telah menjadi identitas kebangsaan yang tumbuh dan berkembang jauh sebelum bangsa ini menjadi satu kesatuan yang utuh, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Bhineka Tunggal Ika telah menjadi simbol dan sekaligus menjadi semboyan persatuan bangsa Indonesia sejak dari dulu, mulai dari Sabang sampai Merauke. Konsep ini lahir dari sebuah fakta, dimana kehidupan sosial masyarakat Indonesia sarat dengan keanekaragaman, baik agama, ideologi, politik, budaya dan ras yang tentunya keberadaannya tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. 

Selain itu, sembonyan Bhineka Tunggal Ika sekaligus menjadi bukti bahwasanya kepedulian terhadap keanekaragaman dan pentingnya persatuan dari berbagai latar belakang perbedaan telah menjadi kesadaran hidup bagi sebagian masyarakat Indonesia sejak dari dulu. 

Kesadaran ini terkontruksi dalam bentuk perilaku toleransi dengan melihat perbedaan bukan hanya sebagai bawaan hidup manusia, melainkan sebuah kekayaan yang harus dirayakan dan dilestarikan dalam peraktek kehidupan sosial masyarakat demi untuk memperkaya pemahaman dan keutuhan jalinan persaudaraan di antara sesama. Sehingga  dengan demikian, sangat jelas bahwasanya masyarakat Indonesia sejak dari dulu telah terbiasa dengan keanekaragaman.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan adat istiadat dan budaya. Penduduknya sebagian besar adalah penganut agama Islam. Indonesia kaya dengan ragam kebudayaan berbasis kearifan lokal, baik yang masih asli mapun yang telah tercampur dengan kebudayaan luar. Hal ini Prof. Dr. Azzumardi Azra menyatakan Islam di Indonesia adalah Islam yang paling sedikit terkena pengaruh Arab (Arabisasi).

Mengelola keanekaragaman atau pluralitas dan multikulturalisme bangsa bukanlah perkara mudah, apalagi di tengah maraknya fundamentalisasi agama dan indentitas etnis. 

Meski demikian, patut pula untuk disyukuri karena bangsa ini masih bisa berdiri kokoh dengan simbol dan identitas keanekaragamannya, meski ancaman kekerasan dalam bentuk teror dan konflik komunal, datang silih berganti menerpa kehidupan sosial masyarakat bangsa ini.

Keragaman budaya yang menghiasi dan mewarnai kehidupan etnisitas bukan pembenaran atas terjadinya benturan antar kebudayaan yang mengakibatkan munculnya konflik sosial antar kelompok etnis. 

Samuel Huntington pernah menyebutnya sebagai “Benturan Peradaban/The Clash of Civilizations” yaitu etnis, agama dan peradaban. Islam mengajarkan manusia untuk saling memahami antar sesamanya, karena manusia memang diciptakan dalam alam perbedaan dan keberagaman/plural. 

Pemahaman budaya antara satu etnis dengan etnis lainnya yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan akan dapat meminimalisir munculnya potensi konflik sosial antar kelompok etnis.

Keragaman etnis dan budaya pada satu sisi menjadi modal sosial (social capital) bagi daerah ini jika dikelola dengan baik dan akan menghasilkan sinergisitas yang kokoh, sekaligus juga sebagai daya perekat (sentripetal) yang mampu melanggengkan keharmonisan yang telah lama dikonstruksi oleh masyarakat Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun