Mohon tunggu...
Dr.Jody Antawidjaja
Dr.Jody Antawidjaja Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Ilmu Hukum dan profesi Akuntan, dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi serta pengamat sosial, sastra dan seni budaya

Penggiat Hukum Pajak, Ekonomi, Teater dan Sastra yang diawali sebagai aktivis Teater dan Sastra Bulungan yang terjebak sebagian besar waktunya sebagai birokrat dan dosen.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Reformasi Sistem PPN yang Menjadi Heboh, dari Pajak Regresif Menuju Multitarif demi Keadilan Distributif

14 Juni 2021   11:30 Diperbarui: 14 Juni 2021   11:59 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok; Dr. Jody Antawidjaja

Dr. Jody Antawidjaja

Riuh rendah berita pengenaan pajak atas sembilan bahan pokok (sembako) dan jasa pendidikan terjadi di pertengahan 2021 ini. Rencana tersebut termaktub dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada 9 Maret 2021. Padahal draf tersebut belum diserahkan dan dibacakan di sidang paripurna DPR, baru disertakan bersama surat presiden untuk memulai pembahasan RUU tersebut. Pada kesempatan Rapat kerja Menteri Keuangan dengan Komisi XI DPR RI tentang Pagu Indikatif Anggaran BA-15Tahun 2022, hampir semua anggota dewan peserta rapat menanyakan keriuhan yang terjadi di konstituennya masing-masing. Dalam penjelasannya, Menteri Keuangan merunut proses legislasi yang ditempuh untuk RUU KUP, terhitung sejak RUU itu dinyatakan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Seiring mencuatnya polemik soal RUU KUP, terutama soal tak lagi dimasukkannya sembako dari pengecualian pengenaan PPN, DPR pun sontak bersuara belum menerima draf RUU ini. Padahal, surat presiden untuk membahas RUU KUP sudah diterima DPR pada pengujung Mei 2021. Ini sesuai pula dengan penjelasan Menkeu di rapat dengan Komisi XI di DPR tersebut. Menteri Keuangan dalam statementnya menyatakan bahwa dari sisi etika politik tentu belum bisa menjelaskan ke publik sebelum ini dibahas, karena itu adalah dokumen publik yang disampaikan kepada DPR melalui surat presiden.

Biang soal

Persoalannya yang membuat ramai adalah karena pada draft RUU KUP tersebut sudah beredar wacana di masyarakat mengenai pengenaan PPN untuk sembako dan jasa pendidikan dalam draf revisi UU Perpajakan yang beredar, muncul dari redaksional Pasal 44 E RUU KUP tersebut. Klausul ini menghapus ketentuan Pasal 112 Angka 2 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah sejumlah ketentuan Pasal 4A ayat 2 UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang membahas pengecualian pengenaan PPN dan PPnBM.

Pasal 4A ayat 2 huruf b UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN dan (PPnBM) semula menyebutkan "barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak", sebagai salah satu jenis barang yang tidak dikenai PPN. Di draf revisi UU KUP yang beredar, klausul ini dihapus. Begitu juga Pasal 4A ayat 3 huruf g di Undang-undang tersebut yang semula tidak dikenai PPN yaitu atas Jasa Pendidikan, juga dihapus. Artinya, atas jenis Barang dan Jasa tersebut akan dikenakan PPN dari semula tidak dikenakan.

RUU KUP ini belum dibahas dan apalagi disetujui DPR ini berisikan draft rencana pengenaan PPN atas Sembako dan jasa pendidikan, dan jenis ini yang paling populer menjadi perbincangan dimasyarakat. Padahal dalam RUU KUP tersebut tidak hanya kedua jenis obyek pajak PPN itu saja. Selengkapnya, dalam RUU KUP menghapus jenis barang yang tidak dikenai PPN atas barang tertentu dalam kelompok barang terhadap (Pasal 4A ayat 2 huruf a dan b):

  • barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
  • barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak (yang dalam penjelasannya terdiri atas 11 jenis kelompok yaitu Beras, Gabah, Jagung, Sagu, Kedelai, Garam, Daging segar tanpa diolah, Telur yg tidak diolah, Susu perah murni, Buah-buahan dan  Sayur-sayuran segar)

serta menghapus jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atas 11 jenis jasa tertentu dalam kelompok jasa terhadap (Pasal 4A ayat 3 huruf a,b,c,d,e,g,I,j,k,o dan p):

  • jasa pelayanan kesehatan medis; jasa pelayanan sosial; jasa pengiriman surat dengan perangko; jasa keuangan; jasa asuransi; jasa pendidikan; jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; jasa tenaga kerja; jasa jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos;

Jenis Barang dan jasa yang dihapuskan dari pengecualian pengenaan tersebut merupakan kelompok jenis obyek pengenaan dengan tarif khusus yang berbeda dengan usulan Tarif PPN yang diusulkan dalam Pasal 7  ayat 1 sebesar 12%, atau multitarif 5% sd 15% sebagaimana Pasal 7 ayat 3,  tetapi dalam kategori multitarif sebagaimana yang diusulkan pada Pasal 7A ayat 2 yang beragam dengan tarif paling rendah sebesar 5%, dan paling tinggi 25%. Mengacu pada draft revisi RUU KUP tersebut, kemungkinan tarif PPN untuk sembako paling rendah adalah 5% dari semula yang bebas PPN. Pengenaan PPN atas sembako dan jasa pendidikan dan lainnya ini tidak bisa dihindari karena dikunci di ayat 2.

Opsi kebijakan dasar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun